Dirut BSI Buka Suara Perihal Update Akuisisi BTN Syariah

Sebelum 'digabung' dengan BSI, UUS BTN akan spin off dulu.

Republika/Edwin Dwi Putranto
Direktur Utama PT Bank Syariah Indonesia Tbk (BSI) Hery Gunardi (kiri) saat konferensi pers Kinerja BSI Triwulan IV 2022 di Jakarta, Rabu (1/2/2023). BSI membukukan kinerja impresif sepanjang 2022 dengan membukukan laba bersih sebesar Rp4,26 triliun, tumbuh 40,68 persen secara tahunan (yoy). 
Rep: Dian Fath Risalah Red: Lida Puspaningtyas

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Direktur Utama PT Bank Syariah Indonesia Tbk (BSI), Hery Gunardi buka suara perihal kendala akuisisi unit usaha syariah (UUS) PT Bank Tabungan Negara (Persero) Tbk atau BTN Syariah. Memang, kata Hery, awalnya pemerintah berencana menggabungkan seluruh bank syariah di bawah naungan Himpunan Bank Milik Negara (Himbara).

Namun, saat itu status BTN Syariah masih merupakan UUS, maka merger hanya dilakukan pada tiga bank yang merupakan bank umum syariah (BUS) yaitu Mandiri Syariah, BNI Syariah dan BRI Syariah menjadi BSI. Agar bisa merger dengan BSI, lanjut Hery, BTN Syariah harus dipisahkan atau spin off dari induknya menjadi BUS.

“UUS BTN nanti di-spin off dulu, setelah itu baru kita lihat lagi kemungkinannya mau bagaimana. Itu belum diputus pemegang saham. Mau bagaimana skemanya kita tunggu nanti sesuai perkembangan lebih lanjut,” ujarnya di Jakarta, Rabu (1/2/2023) malam.

BTN berencana melepas UUS kepada BSI paling lambat pada Juli 2023. Kewajiban pemisahan atau spin off UUS sejalan dengan Undang-undang (UU) Nomor 21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah. Pemisahan wajib dilakukan maksimal 15 tahun sejak beleid tersebut diterbitkan atau paling lama pada 2023.

Baca Juga


Hery mengatakan, penggabungan dengan UUS BTN merupakan amanat dari Kementerian BUMN yang bukan lagi sebuah rahasia. Ia yang juga saat itu menjadi
Ketua Tim Project Management Office untuk pembentukan BSI menerima proses tersebut.

"Ini memang jadi PR saya karena saat itu akan digabung semuanya, tapi ternyata lebih ruwet dan bisa mengganggu, jadi BUS ini duluan," katanya.

Hery menambahkan, saat merger BSI memiliki target untuk memiliki aset Rp 500 triliun pada 2025. Hal tersebut bisa dilakukan dengan cara organik dan anorganik.

"Capaian aset bisa tumbuh dengan pertumbuhan kredit lebih dari 22 persen, kalau sekarang Rp 306 triliun tumbuh 20 persen sudah Rp 60 triliun, cukup lah sampai Rp 500 triliun pada 2025," katanya.

BSI membukukan kinerja yang impresif sepanjang 2022 dengan membukukan laba bersih sebesar Rp 4,26 triliun, tumbuh 40,68 persen secara tahunan (yoy). Pencapaian ini merupakan laba tertinggi sepanjang sejarah berdirinya bank syariah di Indonesia.

Pertumbuhan laba perseroan diiringi meningkatnya aset BSI yang saat ini Rp 305,73 triliun, tumbuh 15,24 persen secara year on year. Selain itu, ditopang pertumbuhan bisnis yang sehat dari segmen retail dan wholesale serta didukung peningkatan dana murah, kualitas pembiayaan yang baik, efisiensi dan efektivitas biaya dan fee based income (FBI).

Peningkatan laba bersih juga didorong pencapaian kinerja penghimpunan dana pihak ketiga (DPK) Rp261,49 triliun yang tumbuh 12,11 persen secara yoy, pembiayaan yang tumbuh 21,26 persen secara yoy menjadi Rp 207,70 triliun , kualitas pembiayaan yang terjaga baik tecermin dari NPF Gross di level 2,42 persen serta peningkatan fee based income BSI Mobile mencapai Rp 251 miliar, tumbuh 67 persen secara yoy.

Hingga Desember 2022, total pembiayaan BSI mencapai Rp 207,70 triliun, dengan porsi pembiayaan yang didominasi pembiayaan konsumer sebesar Rp 106,40 triliun, tumbuh 25,94 persen secara yoy. Selain itu, pembiayaan wholesale sebesar Rp 57,18 triliun atau tumbuh 15,80 persen secara yoy dan pembiayaan mikro yang mencapai Rp 18,74 triliun, tumbuh 32,71 persen secara yoy.

 



Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...
Berita Terpopuler