Satu Calon Hakim Adhoc HAM Ketahuan 'Akali' Surat Rekomendasi

Ukar Priambodo meminta maaf dalam sesi wawancara dengan Komisi Yudisial.

Palu Hakim di persidangan (ilustrasi)
Rep: Rizky Suryarandika Red: Andri Saubani

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Mantan hakim adhoc Tipikor pada Pengadilan Palangkaraya, Ukar Priyambodo memohon maaf dalam sesi wawancara calon hakim adhoc HAM Mahkamah Agung (MA) pada Kamis (2/2). Penyebabnya, Ukar terungkap 'mengakali' surat rekomendasi yang menjadi syarat pendaftaran. 

Baca Juga


Hal ini ditemukan oleh anggota Komisi Yudisial (KY) sekaligus pewawancara, Sukma Violetta. Sukma menemukan keganjilan setelah membaca surat rekomendasi yang ditujukan kepada Ukar. 

"Saya lihat di sini tulisan tangannya sama persis, kemudian info yang diberikan sama persis untuk integritas disebut integritasnya baik. Dua surat ini persis sama, mungkin nggak dua orang punya tulisan sama dan berikan rekomendasi kepada bapak?" tanya Sukma. 

Ukar tampak gelagapan saat ditanya seperti itu. Ukar lantas mengeluarkan jurus permintaan maaf sekaligus klarifikasi. 

"Saya akui salah buat rekomendasi. Ketika pilih tiga orang, saya sudah pikirkan jauh sebelumnya untuk minta rekomendasi. Ketika tiga orang itu saya hubungi, ternyata tidak berada di tempat, saya izin minta rekomendasi," jawab Ukar. 

Ukar mengklaim surat rekomendasi itu ditulisnya sendiri setelah diizinkan oleh pemberi rekomendasi. "Ketika yang bersangkutan mengizinkan, saya tanya waktunya mepet apa saya tunggu atau bapak berikan fotocopy

'Coba bapak tulis saja sendiri'. Saya tahu caranya salah, tapi saya sudah minta izin," bela Ukar. 

Lebih parahnya lagi, Ukar mengakui belum pernah bertemu langsung dengan dua orang yang dimintai rekomendasi. Hubungan mereka hanya terjalin lewat sambungan telepon. Hanya pemberi rekomendasi ketiga yang pernah dijumpai Ukar. Sukma seolah menangkap sinyal keanehan itu. 

"Kalau nggak ketemu gimana tanda tangannya? (surat rekomendasi)" tanya Sukma. 

"Saya titipkan ke kantor pengadilan dan ke asistennya untuk minta tanda tangan. Yang bersangkutan mendelegasikan tanda tangan ke asistennya," jawab Ukar. 

"Jadi salah satunya bukan tanda tangan yang bersangkutan?" cecar Sukma. 

"Ya (bukan tanda tangan pemberi rekomendasi) karena sedang tangani kasus," jawab Ukar. 

Sukma kemudian mempertanyakan tindakan Ukar selaku mantan hakim adhoc Tipikor. Apalagi Ukar menjabat 'Wakil Tuhan' di bumi selama sepuluh tahun. 

"Ini etis tidak? 

"Saya akui tidak etis," jawab Sukma.  

 

Hakim dan Pejabat Pengadilan terjerat KPK sejak 2015 - (republika)

Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...
Berita Terpopuler