Ferdy Sambo akan Divonis Besok, Ini Pandangan Islam tentang Hakim yang Adil

Hakim akan membacakan putusan untuk Ferdy Sambo.

ANTARA FOTO/Akbar Nugroho Gumay
Ferdy Sambo akan Divonis Besok, Ini Pandangan Islam tentang Hakim yang Adil. Foto: Terdakwa kasus dugaan pembunuhan berencana Brigadir Yosua, Ferdy Sambo bersiap mengikuti sidang lanjutan di PN Jakarta Selatan, Jakarta, Selasa (24/1/2023). Sidang tersebut beragenda pembacaan nota pembelaan atau pledoi dari terdakwa.
Rep: Imas Damayanti / Umar Mukhtar Red: Muhammad Hafil

REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA -- Majelis hakim pada Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Senin (13/2/2023), dijadwalkan akan membacakan putusan kasus pembunuhan terhadap Brigadir Joshua.  Majelis hakim akan membacakan vonis untuk para terdakwa.

Baca Juga


Selain Ferdy Sambo, majelis hakim juga dijadwalkan membacakam vonis terhadap terdakwa lainnya. Mereka adalah Putri Chandrawathi, Kuat maruf, Ricky Rizal, Bharada Richard Eliezer, dan lainnya.

Terkait hakim yang menjatuhkan putusan di pengadilan, agama Islam telah membuat rambu-rambunya. Yakni, ganjaran bagi hakim yang adil dan hakim yang tidak adil.

Guru Besar UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Komaruddin Hidayat dalam buku Ungkapan Hikmah mengatakan, mengadili orang lain merupakan tindakan memberi kepastian hukum atas persoalan yang terjadi pada seseorang. Sedangkan kepastian hukum itu bisa bernilai benar atau salah.

Setiap putusan dalam persoalan yang menimpa orang lain selalu membawa implikasi dan konsekuensi. Terkadang konsekuensi itu akan dirasakan dalam waktu yang lama bahkan terkadang hingga seumur hidup.

Itulah mengapa dalam bidang peradilan, seseorang dituntut kelapangan hatinya ketika hendak mengambil keputusan. Jangan mengambil keputusan saat diri sendiri belum mampu adil dalam mengolah emosi.

Dalam kitab Arbain Nawawi karya Imam Nawawi, disebutkan sebuah hadis shahih yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari.

Hadis tersebut berbunyi: “An Abi Hurairata RA anna rajulan qala an-Nabi SAW awshini qala la taghdab faradada miraran qala la taghdab,”. Yang artinya: “Dari Abu Hurairah berkata: seorang lelaki berkata kepada Nabi SAW: berilah aku wasiat. Beliau pun menjawab: janganlah engkau marah. Lelaki itu mengulang permintaannya, tapi Rasulullah SAW kembali menjawab: janganlah engkau marah,”.

Dalam hadis riwayat Imam Bukhari lainnya, Rasulullah juga bersabda: “La yaqdhiyanna hakamun baina istnaini wa huwa ghadbanun,”. Yang artinya: “Seorang hakim dilarang memutuskan (perkara putusan) antara dua orang ketika marah,”.

Sementara, dalam hadits Bukhari dan Muslim dipaparkan tentang tujuh golongan yang akan dinaungi Allah SWT dalam naungan 'Arsy-Nya pada hari yang tidak naungan kecuali naungan Allah SWT.

Diriwayatkan dari Abu Hurairah, Nabi Muhammad SAW bersabda, "Ada tujuh golongan manusia yang akan berada di naungan Allah pada hari yang tiada naungan selain naungan Allah, yaitu; pemimpin yang adil dan jujur; pemuda yang dibesarkan dalam ibadah kepada Allah; orang yang hatinya melekat di masjid; dua orang yang menjalin persaudaraan dan berpisah karena Allah; lelaki yang diajak berselingkuh oleh perempuan cantik dan berpangkat tetapi dia berkata 'Aku takut kepada Allah'; orang yang merahasiakan sedekah sehingga tangan kirinya tidak mengetahui apa yang diberikan oleh tangan kanannya; dan orang yang senantiasa berdzikir kepada Allah hingga matanya berlinang air mata." (HR Bukhari dan Muslim)

Ketujuh orang tersebut akan dinaungi Allah SWT pada Hari Kiamat. Apa yang dimaksud dengan naungan dalam hadits itu ialah naungan Arsy, sebagaimana dijelaskan dalam kitab syarah Shahih Bukhari 'Fath al-Baari' karangan Ibnu Hajar Al Asqolani.

Disebutkan di hadits itu, bahwa salah satu yang dinaungi Allah SWT adalah seorang imam yang adil. Makna dari imam yang adil ini ialah setiap orang yang diberi kuasa atau yang memiliki kuasa atas urusan umat Islam.

Artinya, makna imam yang dimaksud tidak hanya merujuk pada pemimpin negara, tetapi juga termasuk di antaranya seorang hakim yang diberi kewenangan atau kuasa untuk memutus suatu perkara. Dengan kewenangan itu, hakim yang adil akan memutus perkara secara adil dan tegak lurus.

Sebab, itulah yang kemudian akan membangkitkan sebuah bangsa dan memajukannya di berbagai aspek kehidupan.

Allah SWT berfirman, "Sesungguhnya Allah menyuruh (kamu) berlaku adil dan berbuat kebajikan, memberi bantuan kepada kerabat, dan Dia melarang (melakukan) perbuatan keji, kemungkaran, dan permusuhan. Dia memberi pengajaran kepadamu agar kamu dapat mengambil pelajaran." (QS An Nahl ayat 90)

Dahulu, di era kekhalifahan Umar bin Abdul Aziz, Al Hasan Al Basri pernah mengirimi surat yang berisi nasihat kepada khalifah Umar bin Abdul Aziz. Ada beberapa poin dalam surat, yang berisi tentang ciri-ciri imam yang adil.

Salah satunya, dijelaskan bahwa orang yang adil adalah yang mengikuti perintah Allah dengan menempatkan sesuatu pada tempatnya sebagaimana mestinya, tidak melebih-lebihkan, dan tidak pula lalai. Al Zarqani dalam kitab syarah Al-Muwattha', menambahkan bahwa adil itu merupakan perwujudan dari tiga hal yaitu kebijaksanaan, keberanian, dan kesucian.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Berita Terpopuler