Komisi I DPR Bahas Revisi UU ITE Usai Reses

Ada tujuh poin yang diusulkan pemerintah dalam revisi UU ITE.

ANTARA/Muhammad Adimaja
Menkominfo Johnny G Plate (kiri) bersama Karopenmas Divisi Humas Polri Brigjen Pol. Ahmad Ramadhan (kedua kanan memberikan keterangan pers terkait nota kesepahaman (MoU) antara Kominfo tengan Polri tentang
Rep: Nawir Arsyad Akbar Red: Agus raharjo

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA --  Komisi I DPR telah mendengarkan Menteri Komunikasi dan Informatika (Menkominfo) Johnny Gerard Plate mewakili pemerintah yang mengusulkan revisi Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE). Adapun pembahasannya lewat panitia kerja (Panja) baru akan dilakukan usai masa reses berakhir.

DPR sendiri akan memasuki masa reses mulai 17 Februari 2023. Lembaga legislatif tersebut baru memasuki masa sidang yang baru pada 14 Maret mendatang.

"Pembahasan akan segera dilakukan setelah masa reses berlangsung, mudah-mudahan DIM bisa segera kami kirim untuk kemudian bahan rapat dalam forum bentuk panja pembahasan RUU," ujar Wakil Ketua Komisi I Abdul Kharis Almasyhari dalam rapat kerja dengan Johnny, Senin (13/2/2023).

Penjelasan dari Johnny sendiri akan dibawa ke masing-masing fraksi untuk dijadikan bahan pembuatan daftar inventarisasi masalah (DIM). Setelah itu, sembilan fraksi yang ada diminta segera mengusulkan nama anggotanya untuk dijadikan bagian dari Panja revisi UU ITE.

"Kemudian juga daftar inventarisasi masalah dari fraksi-fraksi juga akan kami sampaikan segera kepada pemerintah. Setelah kami lakukan kompilasi oleh sekretariat yang sekarang dalam proses," ujar Kharis.

Johnny sendiri menjelaskan, ada tujuh poin yang diusulkan pemerintah dalam revisi UU ITE. Pertama adalah perubahan terhadap ketentuan ayat 1, ayat 3, dan ayat 4 pasal 27 mengenai kesusilaan, penghinaan, dan/atau pencemaran nama baik, dan pemerasan, dan/atau pengancaman.

Ayat-ayat dalam pasal 27 tersebut akan merujuk kepada Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2023 tentang Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP). Poin kedua adalah perubahan ketentuan pasal 28, sehingga hanya mengatur ketentuan mengenai berita bohong atau informasi menyesatkan yang menyebabkan kerugian materiil konsumen.

"Ketiga, penambahan ketentuan pasal 28a di antara pasal 28 dan pasal 29 mengenai ketentuan SARA dan pemberitahuan bohong yang menimbulkan keonaran di masyarakat," ujar Johnny.

Empat, perubahan ketentuan penjelasan pasal 29 mengenai perundungan atau cyber bullying. Selanjutnya, perubahan ketentuan pasal 36 mengenai pemberatan hukuman karena mengakibatkan kerugian terhadap orang lain.

Poin keenam, perubahan ketentuan Pasal 36 dalam UU ITE mengenai pemberatan hukuman karena mengakibatkan kerugian terhadap orang lain. Terakhir adalah perubahan ketentuan pasal 45a terkait pidana atas pemberitahuan bohong dan informasi menyesatkan yang menimbulkan keonaran di masyarakat.

"Perubahan UU ITE dilakukan terhadap beberapa ketentuan di antaranya terkait kesusilaan, berita bohong, perundungan, dan ancaman pidana yang menyertai ketentuan tersebut. Perubahan kedua UU ITE juga perlu diharmonisasi dengan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2023 tentang KUHP," ujar Johnny.

Baca Juga


Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...
Berita Terpopuler