Vonis Mati Sambo, Bagaimana Korelasi Syariat Islam dan Hukum Positif Terkait Hukuman Mati?

Pemberlakuan hukuman mati menurut Islam harus melalui syarat yang ketat

Republika/Thoudy Badai
Terdakwa Ferdy Sambo berbincang bersama penasehat hukumnya Arman Hanis saat menjalani sidang vonis kasus dugaan pembunuhan berencana terhadap Brigadir J di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Senin (13/2/2023). Majelis Hakim menjatuhkan vonis terhadap terdakwa Ferdy Sambo dengan hukuman mati.
Rep: Rossi Handayani Red: Nashih Nashrullah

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Majelis hakim Pengadilan Negeri Jakarta Selatan (PN Jaksel) pada Senin (13/2/2023), memutuskan terdakwa Ferdy Sambo dengan hukuman mati. Hakim menilai, Sambo telah terbukti secara sah dan meyakinkan telah melakukan pembunuhan terhadap korban Brigadir J. 

Baca Juga


Islam juga mempunyai sistem dalam penjatuhan dan pelaksanaan hukuman mati, seperti apa? Pakar hukum dari Universitas Islam Indonesia (UII), Prof Mudzakkir mengungkapkan, Islam mengakui adanya hukuman mati dengan syarat khusus di dalamnya.

"Prinsipnya Islam mengatur hukuman mati. Dikenakan hukuman mati dengan syarat-syarat khusus, syaratnya adalah tidak ada maaf dari ahli waris korban. Jadi pembunuhan, kemudian keluarga korban tidak memaafkan maka hukuman mati tetap bisa dilakukan," kata Prof Mudzakkir kepada Republika.co.id pada Senin (13/2/2023).

Prof Mudzakkir menjelaskan, apabila keluarga korban memaafkan, maka seseorang tidak dapat dijatuhi hukuman mati. 

Untuk itu berlaku hukum diyat, sebagai kompensasi nyawa manusia. Dalam hukum islam, kompensasi dibayarkan dengan 100 ekor unta, sementara di Indonesia dapat dikonversikan menjadi 100 ekor sapi. Selanjutnya, jika keluarga tidak menuntut kompensasi 100 ekor sapi, maka berlaku hukuman lainnya.

"Jadi kalau keluarga memaafkan tidak menuntut 100 ekor sapi maka bisa dilakukan hukuman takzir dari hakim agar menjadi sarana untuk bertaubat,\" kata Prof Mudzakkir.

Di samping itu, apabila dalam keluarga korban pembunuhan terdapat perselisihan terkait hukuman mati, Prof Mudzakkir mengungkapkan, hal ini kembali kepada ahli waris korban. 

Keputusan yang diambil berdasarkan mayoritas, seperti dalam harta waris, maka untuk laki-laki bagiannya lebih besar.

Prof Mudzakkir mengatakan, dalam penerapan di Indonesia untuk tindakan pembunuhan maka juga dapat berlaku hukuman mati. Hukuman tersebut diterapkan apabila tidak mendapatkan permintaan maaf dari keluarga korban.

"Penerapannya di Indonesia, mendengar suara hati dari keluarga korban, (mereka meminta) dihukum secara adil dan seberatnya, pihak keluarga tidak memaafkan," kata dia.

Baca juga: Ketika Sayyidina Hasan Ditolak Dimakamkan Dekat Sang Kakek Muhammad SAW

Prof Mudzakkir mengatakan, terkait hukuman mati di Indonesia terdapat dalam pasal 340 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP). Pasal tersebut berbunyi, 'Barangsiapa dengan sengaja dan dengan direncanakan lebih dahulu menghilangkan jiwa orang lain, dihukum, karena pembunuhan direncanakan (moord), dengan hukuman mati atau penjara seumur hidup atau penjara sementara selama-lama dua puluh tahun'.

Prof Mudzakkir mengatakan, bahwa hukum Islam menjiwai hukum nasional. Artinya, sebagian dari hukum Islam masuk ke dalamnya, dan menjiwai penegakan hukum.

Sementara, Pendiri Rumah Fikih Indonesia (RFI) Ustadz Ahmad Sarwat mengungkapkan, hukum di dalam agama Islam terdapat dua macam, yakni pertama bersifat mutlak dari Allah Ta'ala, dan kedua hukum yang diserahkan kepada manusia. Ustadz Ahmad mengatakan, hukum mati memang ada dalam Islam.

"Hukum mati ada, hanya saja dalam hal ini tergantung, dari mau jadi hukuman mati atau tidak, bisa hukuman mati bisa tidak, tergantung nego," kata Ustadz Ahmad.

Ustadz Ahmad mengatakan, dalam masa Nabi Muhammad ﷺ terdapat qisas, di mana pelaku dapat terhindar dari hukuman mati. Untuk menghindari hukuman mati, maka pelaku melobi keluarga korban sampai bebas, atau dengan sejumlah uang tertentu.

"Kasus tenaga kerja di Arab Saudi yang terlibat pembunuhan ada yang hukuman mati, (karena) terlibat membunuh. (Namun) yang berhasil diselamatkan banyak, rata-rata dibantu nego," kata Ustadz Ahmad.

Ustadz Ahmad mengatakan, apabila seseorang terbukti melakukan pembunuhan, dan di semua tingkat pengadilan merujuk pada hukuman mati, maka terakhir yang dapat dilakukan yakni pengampunan kepada keluarga korban. 

Selanjutnya, apabila dari lima bersaudara dari korban hanya satu saja yang memberikan pengampunan, maka dia dapat terbebas dari hukuman mati.

"Nabi prinsipnya tolak hudud dengan cari excuse, yang meringankan. Kalau dibilang (hukum Islam) kejam, secara teori rajam, (pada) qisas masuk ke dalamnya lega," kata Ustadz Ahmad.

عَنِ ابْنِ مَسْعُوْدٍ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ قَالَ: قَالَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لاَ يَحِلُّ دَمُّ امْرِئٍ مُسْلِمٍ إِلاَّ بِإِحْدَى ثَلاَثٍ: الثَّيِّبُ الزَّانِي، وَالنَّفْسُ بِالنَّفْسِ، وَالتَّارِكُ لِدِيْنِهِ المُفَارِقُ لِلْجَمَاعَةِ

 

Dari Abdullah bin Masud RA, dia berkata, “Rasulullah SAW bersabda, "Tidak halal ditumpahkan darah (dibunuh) seorang Muslim yang telah bersyahadat "Ia ilaha iIIallah" dan dia bersyahadat bahwa aku adalah utusan Allah, kecuali dia melakukan salah satu dari tiga hal, melakukan zina dan dia adalah seorang yang pernah menikah, membunuh jiwa orang Iain, dan keluar dari agama Islam (murtad) yang memberontak terhadap pemimpin yang bertakwa". (HR Bukhari dan Muslim).    

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Berita Terpopuler