Peristiwa Isra Miraj dan Tiga Hikmah Utama yang Bisa Dipetik

Isra Miraj merupakan peristiwa yang sangat penting bagi umat Islam.

Republika/Thoudy Badai
Peristiwa Isra Miraj dan Tiga Hikmah Utama yang Bisa Dipetik. Foto: Ilustrasi Isra Miraj.
Rep: Mabruroh Red: Muhammad Hafil

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA –Isra Miraj merupakan peristiwa yang sangat penting bagi umat Islam, karena pada peristiwa ini, perintah shalat diturunkan langsung kepada Nabi Muhammad SAW.  Peristiwa itu sendiri terjadi pada 27 Rajab, sehingga bulan Rajab ini menjadi salah satu bulan yang dimuliakan dalam Islam.

Menurut Ustadz Adi Hidayat dalam ceramahnya, peristiwa Isra Mi'raj terjadi pada tahun ke-10 dari kenabian Rasulullah SAW dan diawali dengan wafatnya istri Rasulullah,  Khadijah dan tak berapa lama, paman Nabi, Abu Thalib juga meninggal dunia . Keduanya, merupakan orang-orang terdekat Nabi yang selama ini mendukung, melindungi dan menjadi perisainya.

“Bagaimana ketika Nabi menghadapi berbagai tantangan yang ada di masyarakat Makkah pada masa itu, maka pamannya adalah orang pertama yang maju membela Nabi, yang memberikan penjelasan-penjelasan yang melindungi keadaan Rosul , baik dakwahnya maupun fisiknya,” kata Adi Hidayat.

Begitu juga dengan sosok istri tercintanya, Sayyidatina Khadijah yang selalu menentramkan dengan penuh rasa kasih. Bahkan ketika pertama kali Nabi bertemu malaikat Jibril saat menerima puncak wahyu maka Khadijah adalah sosok yang paling berhasil menenangkan, mendamaikan dan menguatkan Nabi.

Nabi diliputi kesedihan dan duka yang mendalam. Dalam keadaan demikian hilangnya perisai, maka cacian, intimidasi,  dirasakan langsung oleh Nabi  tanpa sekat ketika menyampaikan dakwah, dan ketika pulang ke rumah pun, tidak ada lagi sosok khadijah yang memberikan kedamaian untuknya.

Maka Nabi SAW kemudian melakukan perjalanan ke wilayah Thaif, dengan secercah harapan akan ada penduduk yang mau menerima risalah dakwahnya. Maka berangkatlah Nabi dengan ditemani Zaid bin Haritsah, putra angkat beliau dengan perjalanan sepanjang 100 kilometer.

“Tapi apa yang terjadi? harapan yang membumbung tinggi itu, bisa berdakwah dengan ketenangan, tapi ternyata tidak sesuai dengan kenyataan yang dihadapi, alih-alih Bani Thaif datang menyambut dengan kehormatan, justru merespon dengan tindakan  yang menyakiti,” kata Adi Hidayat.

Nabi dilempari batu hingga kakinya terluka. Zaid yang menemani Nabi pun harus mengalami luka di kepalanya akibat lemparan batu. Nabi dan Zaid kemudian pergi bersembunyi di sebuah kebun dan ketika tengah bersandar pada sebuah pohon anggur, Allah memerintahkan Malaikat Jibril.  

Malaikat Jibril diperintahkan Allah untuk menyampaikan pesan kepada malaikat penjaga bukit Thaif, “ya Rasul, apapun yang engkau minta saat ini, bila harus mengangkat bukit ini dan menimpa mereka yang menyakitimu maka seketika aku akan lakukan.”

Namun apa jawaban Rasulullah, “Jangan lakukan, boleh jadi mereka menghadirkan  respon yang menyakiti dan melukai itu, bukan karena diniatkan untuk sengaja melukai, sengaja menyakiti, namun  mereka melakukan karena mereka belum tahu saja hakikat tentang sesuatu, mereka belum tahu manfaat agama ini, maka saya berharap esok lusa ada keturunan di bani Thaif ini yang kelak akan beriman kepada risalah muhammad,”

Seketika Rasul berdoa,

اللّهُمّ إلَيْك أَشْكُو ضَعْفَ قُوّتِي ، وَقِلّةَ حِيلَتِي ، وَهَوَانِي عَلَى النّاسِ، يَا أَرْحَمَ الرّاحِمِينَ ! أَنْتَ رَبّ الْمُسْتَضْعَفِينَ وَأَنْتَ رَبّي ، إلَى مَنْ تَكِلُنِي ؟ إلَى بَعِيدٍ يَتَجَهّمُنِي  أَمْ إلَى عَدُوّ مَلّكْتَهُ أَمْرِي ؟ إنْ لَمْ يَكُنْ بِك عَلَيّ غَضَبٌ فَلَا أُبَالِي ، وَلَكِنّ عَافِيَتَك هِيَ أَوْسَعُ لِي ، أَعُوذُ بِنُورِ وَجْهِك الّذِي أَشْرَقَتْ لَهُ الظّلُمَاتُ وَصَلُحَ عَلَيْهِ أَمْرُ الدّنْيَا وَالْآخِرَةِ مِنْ أَنْ تُنْزِلَ بِي غَضَبَك  أَوْ يَحِلّ عَلَيّ سُخْطُكَ، لَك الْعُتْبَى حَتّى تَرْضَى وَلَا حَوْلَ وَلَا قُوّةَ إلّا بِك

Artinya: "Ya Allah, kepada-Mu aku mengadukan kelemahanku, kekurangan daya upayaku di hadapan manusia. Wahai Tuhan Yang Maharahim, Engkaulah Tuhan orang-orang yang lemah dan Tuhan pelindungku. Kepada siapa hendak Engkau serahkan nasibku? Kepada orang jauhkah yang berwajah muram kepadaku atau kepada musuh yang akan menguasai diriku? Asalkan Engkau tidak murka kepadaku, aku tidak peduli sebab sungguh luas kenikmatan yang Engkau limpahkan kepadaku. Aku berlindung kepada cahaya dzat-Mu yang menyinari kegelapan dan karena itu yang membawa kebaikan di dunia dan akhirat dari kemurkaan-Mu dan yang akan Engkau timpakan kepadaku. Kepada Engkaulah aku adukan halku sehingga Engkau ridha kepadaku. Dan, tiada daya upaya melainkan dengan kehendak-Mu."

“Doa Nabi inilah yang menggetarkan ‘Arsy, dan menghadirkan undangan spesial  dari Allah untuk menunaikan peristiwa Isra Mi'raj,” kata Adi.

Baca Juga


Dari peristiwa ini kata dia, ada tiga hikmah penting yang menjadi catatan krusial ulama klasik dan kontemporer. Pertama, penguatan akidah.

“Fitrah pengantar Isra Mi'raj  memberikan pesan kepada kita semua, bahwa perbuatan baik  itu berhadapan dengan ujian-ujian, tantangan, yang hikmahnya justru ingin menguji bagaimana kesungguhan kita, bagaimana keseriusan dalam menghadirkannya,”  kata Adi.

Adi kemudian mencontohkan, ketika ingin ke masjid lalu Allah turunkan hujan rintik-rintik untuk menguji hamba-Nya apakah tetap ingin berangkat ke masjid. Ketika hatinya teguh tetap menuju masjid, maka diturunkan lagi hujan yang lebih deras, lalu apakah ia akan mencari payung atau justru mengurungkan niatnya.

Hikmah yang kedua, perjalanan ini mengantarkan pesan kepada kita bahwa bagaimana sikap Rasul melihat secara proporsional dan elegan atas apa yang diterima  ketika menyampaikan risalah kebaikan.

“Peristiwa Isra Miraj mengantarkan kita sikap menyikapi semua respon itu secara proporsional seperti yang Nabi ajarkan, tidak semua yang mengkritik harus dibalas dengan caci maki, perhatikan bagaimana Nabi merespon, Isra Miraj mengantarkan pada kita untuk berpikir jernih bagaimana membangun bukan terpecah belah, mencintai bukan menyakiti, merangkul bukan memukul, ini satu fenomena yang kita hadapi saat ini,” kata Adi.

Hikmah yang ketiga dan yang paling penting, Allah ketika melihat Rasul memberikan sandaran perlindungannya, harapan-harapan  pembelaannya kepada paman dan istrinya maka disinilah Allah ingin menjadikan semua perlindungan dan harapan-harapan itu hanya terpusat pada Allah semata dan menjauh dari harapan-harapan kepada manusia.

“Ini pelajaran besar, seolah Allah memberikan gambaran, ada sahabat untuk bersinergi mensukseskan program tapi bersandar pada sahabat itu tidak akan abadi, misalnya masa jabatan terbatas, apalagi kalau sudah batas kehidupan berakhir, peristiwa ini memberikan kesan kepada kita kalau ingin mendapatkan bimbingan sempurna maka arahkan semua harapan-harapan itu pada satu titik saja , arahkan semua permohonan, perlindungan itu pada satu dzat  yang Maha Menguasai saja,” kata Adi.

“Tidak salah kita berteman menggantungkan harapan, tapi puncak dari seluruh  harapan arahkan seluruhnya kepada Allah saja, maka Allah akan memberikan perlindungan tanpa ada batas bahkan pada hal yang dianggap mustahil oleh manusia,” ujar dia.

BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini
Berita Terpopuler