Israel Hujat AS Karena Loloskan Pernyataan DK PBB Soal Permukiman Liar

Benjamin Netanyahu melegalkan sembilan permukiman liar warga Yahudi di Tepi Barat.

EPA-EFE/ALAA BADARNEH
Para pengunjuk rasa Palestina bereaksi terhadap gas air mata selama bentrokan dengan tentara Israel di desa Kafr Qaddum, dekat kota Nablus, Tepi Barat, 23 Desember 2022. Bentrokan itu menyusul protes terhadap permukiman Israel di daerah tersebut.
Rep: Kamran Dikarma Red: Nidia Zuraya

REPUBLIKA.CO.ID, TEL AVIV – Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu mengkritik keras pernyataan Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa Bangsa (DK PBB) yang menyatakan keprihatinan mendalam atas keputusan Israel melegalkan sembilan permukiman liar yang dihuni warga Yahudi Israel di Tepi Barat. Dia secara khusus mencela Amerika Serikat (AS) karena ikut menyetujui pernyataan DK PBB tersebut. 

Baca Juga


“(Pernyataan Dewan Keamanan) menyangkal hak orang Yahudi untuk tinggal di tanah air bersejarah kami,” kata Kantor Perdana Menteri Israel dalam sebuah pernyataan, Senin (20/2/2023), dikutip laman Al Arabiya.

Menurut Netanyahu, pernyataan Dewan Keamanan PBB terkait sembilan permukiman liar tersebut bersifat sepihak. (Dewan Keamanan) gagal menyebutkan serangan teror Palestina di Yerusalem di mana 10 warga sipil dibunuh, mengabaikan kebijakan pay-for-slay Otoritas Palestina yang aneh, yang mensubsidi pembunuhan orang Yahudi, serta meremehkan kejahatan antisemitisme yang mengakibatkan pembantaian jutaan orang,” katanya.

Dalam pernyataannya, Netanyahu turut mengkritik sikap AS yang menyetujui pernyataan Dewan Keamanan PBB terkait sembilan permukiman liar tersebut. “Pernyataan itu seharusnya tidak pernah dibuat dan AS seharusnya tidak pernah bergabung,” ujarnya.

Dewan Keamanan PBB menyatakan kekecewaan dan keprihatinan mendalam atas keputusan Israel melegalkan sembilan permukiman liar yang dihuni warga Yahudi Israel di Tepi Barat. Israel diketahui turut mengumumkan rencana membangun 10 ribu permukiman baru wilayah tersebut.

“Dewan Keamanan menegaskan kembali bahwa melanjutkan kegiatan permukiman Israel membahayakan kelangsungan solusi dua negara berdasarkan garis 1967,” demikian bunyi presiden Dewan Keamanan PBB yang disepakati 15 negara anggota di dalamnya, Senin lalu.

Lewat pernyataan tersebut, Dewan Keamanan PBB menegaskan bahwa mereka sangat menentang semua tindakan sepihak yang menghambat perdamaian. “Termasuk antara lain pembangunan dan perluasan permukiman Israel, penyitaan tanah Palestina, dan ‘legalisasi’ permukiman-permukiman liar, penghancuran rumah-rumah warga Palestina, serta pemindahan penduduk sipil Palestina,” katanya.

Dewan Keamanan PBB juga menyerukan agar status quo bersejarah di situs-situs suci Yerusalem dijunjung tinggi dan tidak diubah. Mereka menekankan peran khusus Yordania dalam hal tersebut.

Akhir pekan lalu Uni Emirat Arab (UEA) mengatakan kepada Dewan Keamanan PBB bahwa mereka tidak akan menggelar pemungutan suara terkait rancangan resolusi yang menuntut Israel segera menghentikan sepenuhnya aktivitas permukiman di wilayah Palestina yang diduduki. Sebelumnya dilaporkan bahwa proses pemungutan suara atas rancangan resolusi tersebut diagendakan digelar Senin lalu.

Dalam sebuah catatan yang dikirim kepada perwakilan semua negara anggota Dewan Keamanan PBB pada Ahad (19/2/2023), UEA mengungkapkan, saat ini mereka sekarang akan bekerja untuk menyusun pernyataan resmi atau dikenal sebagai presidential statement (PRST). Pernyataan tersebut harus disetujui Dewan Keamanan PBB yang beranggotakan 15 negara melalui konsensus.

“Mengingat pembicaraan positif antara para pihak, kami sekarang sedang bekerja mengerjakan draf PRST yang akan mendapatkan konsensus. Oleh karena itu, tidak akan ada pemungutan suara terkait rancangan resolusi pada Senin. Sebagian besar bahasa PRST akan diambil dari rancangan resolusi tersebut,” demikian bunyi catatan yang dikirim UEA.

Rancangan resolusi yang diajukan UEA hendak menegaskan kembali bahwa pendirian permukiman Israel di wilayah Palestina yang diduduki, termasuk Yerusalem Timur, tidak memiliki validitas hukum serta merupakan pelanggaran mencolok terhadap hukum internasional. Resolusi juga mengutuk semua upaya aneksasi, termasuk keputusan dan tindakan Israel mengenai permukiman.

Pada 12 Februari lalu, pemerintahan Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu melegalkan sembilan permukiman liar yang dihuni warga Yahudi Israel di Tepi Barat.

Daftar kesembilan permukiman tersebut yakni Avigayil, Beit Hogla, Givat Harel, Givat Arnon, Mitzpe Yehuda, Malachei Hashalom, Asahel, Sde Boaz, dan Shaccharit. Keputusan Israel melegalkan kesembilan permukiman liar itu menuai kecaman luas, tidak hanya dari negara Arab, tapi juga Eropa dan AS. 

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Berita Terpopuler