NATO Minta Rusia Pertimbangkan Lagi Keputusannya Tangguhkan Perjanjian Nuklir

Banyaknya senjata nuklir dan minimnya perjanjian membuat dunia lebih berbahaya

AP/Julia Nikhinson
Organisasi Pertahanan Atlantik Utara (NATO) dan Uni Eropa menyesalkan keputusan Rusia menangguhkan partisipasinya dalam Treaty on Measures for the Further Reduction and Limitation of Strategic Offensive Arms (New START). NATO pun meminta Moskow mempertimbangkan kembali keputusannya tersebut.
Rep: Kamran Dikarma Red: Esthi Maharani

REPUBLIKA.CO.ID, BRUSSELS – Organisasi Pertahanan Atlantik Utara (NATO) dan Uni Eropa menyesalkan keputusan Rusia menangguhkan partisipasinya dalam Treaty on Measures for the Further Reduction and Limitation of Strategic Offensive Arms (New START). NATO pun meminta Moskow mempertimbangkan kembali keputusannya tersebut.  

“Saya menyesali keputusan hari ini oleh Rusia untuk menangguhkan keikutsertaannya dalam perjanjian New START,” kata Sekretaris Jenderal NATO Jens Stoltenberg dalam konferensi pers bersama kepala kebijakan luar negeri Uni Eropa Josep Borrell dan Menteri Luar Negeri Ukraina Dmytro Kuleba di Brussels, Belgia, Selasa (21/2/2023).

Menurut Stoltenberg, selama beberapa tahun terakhir, Rusia telah melanggar dan meninggalkan perjanjian pengendalian senjata utama. “Dengan keputusan hari ini tentang New START, seluruh arsitektur kendali senjata telah dibongkar,” ujarnya.

Dia memperingatkan, banyaknya senjata nuklir dan minimnya perjanjian untuk mengontrolnya membuat dunia lebih berbahaya. “Saya meminta Rusia hari ini mempertimbangkan kembali keputusannya menangguhkan partisipasinya dalam perjanjian New START. Kita harus ingat bahwa ini adalah salah satu perjanjian pengendalian senjata besar terakhir yang kita miliki,” kata Stoltenberg.

Sementara itu Josep Borrell mengatakan, langkah Rusia menangguhkan keterlibatannya dalam New START menimbulkan ancaman baru. “Pengumuman Rusia untuk menangguhkan perjanjian New START adalah bukti lain bahwa apa yang dilakukan Rusia hanyalah penghancuran sistem keamanan yang dibangun setelah berakhirnya Perang Dingin,” ucapnya.

Presiden Rusia Vladimir Putin telah memutuskan menangguhkan partisipasi negaranya dalam New START. “Saya harus mengatakan hari ini bahwa Rusia menangguhkan keikutsertaannya dalam New START. Saya ulangi, bukan menarik diri dari perjanjian, tidak, tapi hanya menangguhkan keikutsertaannya,” kata Putin saat memberikan pidato kenegaraan di Majelis Federal Rusia, Selasa lalu, dikutip laman kantor berita Rusia, TASS.

Putin menekankan, sebelum kembali ke diskusi tentang isu melanjutkan tugas sebagai bagian dari New START, Rusia harus memahami dirinya sendiri, terutama terkait apa yang diperebutkan oleh negara anggota NATO seperti Prancis dan Inggris serta bagaimana persenjataan strategis mereka diperhitungkan. “Dengan kata lain, potensi serangan keseluruhan dari aliansi tersebut,” ujar Putin.

Rusia dan AS seharusnya bertemu pada 29 November-6 Desember 2022 lalu di Kairo, Mesir, untuk membahas kelanjutan inspeksi di bahwa New START. Namun kedua negara menunda pembicaraan tersebut. “Sidang Komisi Konsultasi Bilateral yang dijadwalkan sebelumnya di bawah New START Treaty AS-Rusia di Kairo tidak akan berlangsung pada tanggal tersebut (29 November-6 Desember 2022). Kegiatan ini ditunda hingga waktu berikutnya," kata Kementerian Luar Negeri (Kemenlu) Rusia dalam sebuah pernyataan, 28 November 2022 lalu.

Kemenlu Rusia tidak menjelaskan alasan tentang pembatalan pembicaraan tersebut. Namun Kedutaan Besar AS di Moskow, seperti dilaporkan surat kabar Kommersant, mengatakan, keputusan penundaan pembicaraan inspeksi New Start datang dari Washington, tapi Rusia.  

Awal 2021 lalu, Rusia dan AS sepakat memperpanjang masa keaktifan New START. New START adalah perjanjian kontrol senjata yang dijalin Moskow dan Washington sejak 2010. Masa aktifnya seharusnya berakhir pada 5 Februari 2021. Perjanjian itu melarang kedua negara mengerahkan lebih dari 1.550 hulu ledak nuklir, membatasi rudal, dan pembom berbasis darat serta kapal selam yang mengirimnya.

Sebelumnya AS dan Rusia juga terikat dalam perjanjian Intermediate-range Nuclear Forces (INF). Perjanjian itu bubar setelah kedua negara saling tuding melanggar poin-poin kesepakatan. INF ditandatangani pada 1987. Ia melarang Washington dan Moskow memproduksi dan memiliki rudal nuklir dengan daya jangkau 500-5.500 kilometer.

Baca Juga


BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Berita Terpopuler