Bayi 16 Bulan Beratnya 27 Kg, Dinkes: Itu Setara Anak Berusia 10-11 Tahun

Bayi 16 bulan normalnya berbobot 10 kg.

Dok.Republika
Muhammad Kenzi Alfaro (16 bulan) berbobot 26,9 kilogram.
Rep: Ali Yusuf Red: Reiny Dwinanda

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Bekasi, Jawa Barat, Alamsyah, menjelaskan bayi bernama Muhammad Kenzi Alfaro dapat diklasifikasikan sebagai obesitas. Sebab, dengan usia 16 bulan, bobotnya sudah setara anak berusia 10--11 tahun.

"Sekarang umurnya satu tahun empat bulan, di usia setahun itu paling normalnya 10 kilogram, tapi bobotnya sekarang 27 kilogram atau setara anak umur 10--11 tahun," kata Alamsyah saat dijumpai dalam acara Lokapala 2023 yang diselenggarakan Center for Indonesia's Strategic Development Initiatives di Jakarta, Rabu (22/2/2023).

Alamsyah mengatakan, ayah dari Kenzi diketahui berprofesi sebagai karyawan di salah satu fasilitas pemancingan ikan di dekat rumahnya, kawasan Tarumajaya, Kabupaten Bekasi. Sementara sang ibu berprofesi sebagai ibu rumah tangga dan buruh serabutan.

Profesi tersebut diklasifikasikan sebagai masyarakat berekonomi tidak mampu. Pemerintah daerah setempat pun memfasilitasi pembiayaan Penerima Bantuan Iuran (PBI) BPJS Kesehatan untuk anak ketiga dari pasangan M Sopiyan dan Pitriah itu selama menjalani pendampingan oleh pakar gizi.

Program pendampingan gizi Kenzi dilakukan di tempat tinggalnya. Pemkab Bekasi juga memastikan seluruh asupan gizi seimbang hingga transportasi untuk ke rumah sakit ditanggung Dinkes Kabupaten Bekasi.

"Penanganan tetap di rumah, tapi pola asuh makannya kami dampingi," katanya.

Menurut Alamsyah, kondisi obesitas Kenzi dapat memiliki banyak faktor penyebab. Itu masih harus diungkap oleh dokter gizi yang merawat.

"Saya belum bisa pastikan faktor penyebabnya apa, karena multifaktor, ada hormon dan sebagainya. Kalau dilihat keturunan, juga belum tentu, sebab orang tuanya punya badan kecil," katanya.

Baca Juga


Pola Makan Kenzi

Sementara itu, Pitriah, ibunda Kenzi merasa tidak ada yang salah dengan pola makan anaknya itu. Meski putranya memiliki berat badan di atas normal, pola makannya dinilainya biasa saja.

"Biasa aja makanya, itu juga makannya hanya bubur bayi. Makannya pagi sama sore," kata Pitriah saat berbincang dengan Republika.co.id, Selasa(21/2/2023).

Pitriah bersama anaknya Muhammad Kenzi Alfaro (16 bulan). - (Dok.Republika)


Pitriah mengatakan, porsi makan Kenzi normal tidak banyak dan berlebihan. Setiap kali makan, porsi Kenzi hanya satu mangkok kecil bubur kemasan seharga Rp 3.000.

"Kalau kebanyakan juga dia langsung muntah," katanya.


Lahir dengan Berat Badan 4,5 Kg

Saat dilahirkan, berat Kenzi sudah mencapai 4,5 kilogram dengan panjang badan 48 cm. Menurut Pitriah, perubahan drastis terjadi setelah Kenzi menginjak usia enam bulan.

Sejak itu, dalam sepekan, bobot anaknya naik satu hingga dua kilogram. Padahal, Pitriah mengaku saat itu tidak ada yang berbeda dari cara pemberian susu formula untuk Kenzi.

"Karena tidak ASI, pakai susu formula. Sehari bisa empat kali minum susu. Sejak enam bulan mulai naik sekilo, sekilo. Nambah terus," katanya.

Menurut Pitriah, Kenzi mulai makan bubur bayi instan dan camilan pada usia tujuh bulan. Kondisi Kenzi terpantau oleh bidan desa dan petugas tenaga pelaksana gizi (TPG) yang datang ke rumahnya pada 16 Desember 2022.

Petugas TPG bersama kader posyandu kemudian menjemput Kenzi dan ibunya untuk dibawa ke UPTD Puskesmas Setiamulya pada 20 Desember 2022. Sesampainya di sana, dokter yang memeriksa merujuk Kenzi ke RS Ananda Babelan.

Sejak itu, Kenzi diprogram untuk menjalani rawat jalan. Kini, bayi obesitas itu menjalani pemeriksaan rutin di Rumah Sakit Hermina Bekasi sebagai upaya menurunkan berat badannya.

Obesitas Termasuk Penyakit

Ketua Umum Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) Piprim Basarah Yanuarso mengingatkan orang tua untuk tidak menganggap lucu anak yang terlalu gemuk atau obesitas. Sebab, kondisi tersebut sebenarnya merupakan suatu penyakit.

"Obesitas adalah suatu penyakit, jangan dianggap itu adalah kondisi sehat atau anaknya jadi lucu, jangan jadi idaman semua orang tua," kata dr Piprim kepada Antara, Rabu.

Menurut dr Piprim, obesitas bisa menjadi salah satu gejala sindrom metabolik selain hipertensi, gula darah tinggi, trigliserida tinggi, dan rendahnya kadar kolesterol HDL. Ia menjelaskan bahwa beberapa tahun kemudian, sindrom metabolik itu dapat berubah menjadi penyakit degeneratif seperti strok, serangan jantung, keganasan atau kanker, diabetes melitus, dan lain-lain.

Untuk itu, dr Piprim menyarankan untuk segera membawa ke dokter jika anak mengalami obesitas. Adapun cara mengetahui anak yang obesitas menurut laman resmi Kementerian Kesehatan, salah satunya adalah dengan mengukur Indeks Massa Tubuh (IMT) atau Body Mass Index (BMI).

Rumusnya adalah berat badan dalam satuan kilogram dibagi kuadrat tinggi badan dalam satuan meter. Anak dapat dikatakan kelebihan berat badan jika IMT lebih dari 22,9, dan dikatakan obesitas I jika IMT berada di angka 25-29,9 dan obesitas II jika IMT lebih dari 30.

Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...
Berita Terpopuler