Insomnia Tingkatkan Risiko Serangan Jantung

Orang dengan insomnia 69 persen lebih mungkin mengalami serangan jantung.

Republika/Wihdan
Perempuan insomnia (Ilustrasi). Orang disebut menderita insomnia jika sulit tidur, kesulitan untuk tetap terlelap, atau bangun terlalu pagi. Keluhan itu dirasakan setidaknya tiga hari dalam sepekan selama minimum tiga bulan.
Rep: Santi Sopia Red: Reiny Dwinanda

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Dua studi yang dirilis pekan ini di konferensi kardiologi terkemuka menemukan bahwa insomnia dapat meningkatkan risiko terkena serangan jantung. Studi juga mengungkap bahwa kebiasaan tidur berkualitas tinggi yang konsisten dapat memperpanjang umur.

Orang dengan insomnia memiliki risiko 69 persen lebih mungkin mengalami serangan jantung dibandingkan dengan mereka yang tidak memiliki gangguan tidur. Temuan itu dilaporkan dalam analisis baru dari penelitian yang dipresentasikan di konferensi tahunan American College of Cardiology.

Studi yang dilakukan oleh tim peneliti internasional tersebut meneliti hubungan antara insomnia dan serangan jantung melalui data lebih dari satu juta orang dewasa dari enam negara. Mereka rata-rata berusia 52 tahun.

Baca Juga


Orang yang dikategorikan menderita insomnia adalah mereka memiliki setidaknya satu dari tiga gejala sebagai berikut:

- Sulit tidur
- Kesulitan untuk tetap tidur
- Bangun terlalu pagi

Gejalanya harus ada setidaknya tiga hari dalam sepekan setidaknya selama tiga bulan. Selama rata-rata sembilan tahun masa tindak lanjut, orang yang biasa tidur lima jam atau kurang 56 persen lebih mungkin mengalami serangan jantung daripada mereka yang bisa tidur delapan jam sesuai rekomendasi, tanpa memandang usia atau jenis kelamin.

"Para peneliti berharap penelitian ini akan meningkatkan kesadaran akan pentingnya tidur dalam menjaga kesehatan jantung," kata penulis pertama studi tersebut, Yomna E Dean, seorang mahasiswa kedokteran di Alexandria University di Mesir, dikutip dari NBC, Ahad (26/2/2023).

Dean mengatakan banyak orang tidak menyadari betapa pentingnya tidur malam. Beberapa orang mungkin belum tentu menderita insomnia, tetapi mengalami kurang tidur karena pilihan.

Temuan ini berlaku untuk semua orang yang tidur lima jam atau kurang setiap malam. Dr Sanjay Patel selaku direktur Pusat Penelitian Hasil Tidur dan Kardiovaskular di University of Pittsburgh di AS, mengatakan diperkirakan 10 persen orang Amerika memiliki beberapa bentuk insomnia dan itu lebih sering terjadi pada wanita.

"Setidaknya, sebagian alasannya mungkin karena dua faktor risiko insomnia yang paling umum adalah kecemasan dan depresi, yang keduanya lebih umum terjadi pada wanita," kata Patel.

Studi kedua yang dipresentasikan pada pertemuan tersebut berfokus pada kualitas tidur. Peneliti menemukan bahwa kebiasaan tidur yang baik dapat bermanfaat bagi jantung dan kesehatan secara keseluruhan, bahkan harapan hidup.

Studi juga menemukan bahwa delapan persen kematian dari penyebab apa pun dapat dikaitkan dengan pola tidur yang buruk. Orang dengan kualitas tidur tertinggi tampak hidup lebih lama, dengan 4,7 tahun tambahan untuk pria dan 2,4 tahun untuk wanita.

Patel mengatakan stres sering kali menjadi akar dari serangan singkat insomnia. Pada beberapa orang, stres jangka pendek tentu berdampak pada kehidupan seseorang.

Tidak tidur pun menjadi stres baru. Semakin hal itu dikhawatirkan, maka kian sulit pula untuk tertidur.

"Sayaagak khawatir bahwa penelitian ini dapat memperburuk insomnia bagi beberapa orang yang akan khawatir jika mereka tidak dapat tidur lebih lama, mereka akan mengalami serangan jantung," kata dia.

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Berita Terpopuler