Soal Putusan Penundaan Pemilu, MA: Hakim tak Bisa Disalahkan

MA sebut hakim tidak bisa disalahkan terkait putusan penundaan Pemilu 2024.

Blogspot.com
Palu hakim (ilustrasi). MA sebut hakim tidak bisa disalahkan terkait putusan penundaan Pemilu 2024.
Rep: Rizky Suryarandika Red: Bilal Ramadhan

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Mahkamah Agung (MA) angkat bicara mengenai putusan Majelis Hakim PN Jakpus mengabulkan gugatan yang berpotensi menunda pelaksanaan Pemilu 2024. MA memandang hakim tak bisa disalahkan atas putusan yang dibuatnya dalam suatu perkara.

Baca Juga


Putusan PN Jakpus soal penundaan Pemilu 2024 mengundang reaksi khalayak. Sebagian pihak menganggap putusan itu mengada-ngada sekaligus menimbulkan kontroversi. 

"Hakim tidak bisa dipersalahkan secara kedinasan terkait produk putusannya karena putusan dianggap benar," kata juru bicara MA sekaligus Hakim Agung Kamar Pidana MA, Suharto kepada Republika, Jumat (3/3/2023). 

Suharto mengingatkan putusan tersebut belum berkekuatan hukum tetap karena masih tahap 1. Sehingga sangat mungkin ada pihak yang mengajukan banding ke Pengadilan Tinggi. 

"Paling bijak ya kita tunggu proses bandingnya. Dengan adanya upaya hukum putusan hakim dapat dibatalkan oleh hakim tinggi," ujar Suharto. 

Suharto menegaskan MA tak dalam posisi menanggapi isi putusan pada perkara ini. Pasalnya, perkara ini berpeluang tiba di MA lewat prosedur pengajuan kasasi setelah banding. Ia ingin tetap menjaga independensi MA sekaligus Pengadilan di bawahnya. 

"MA tidak akan menanggapi substansi perkaranya serta berpendapat tentang 'hukum' nya karena pendapat itu nantinya dapat mempengaruhi proses peradilan yang sedang jalan. Semua itu MA menjaga agar pengadilan di bawah MA tetap independen," ucap Suharto. 

Sebelumnya, PN Jakpus memutuskan menerima gugatan yang diajukan oleh Partai Rakyat Adil Makmur (PRIMA) pada Kamis (2/3). Lewat putusan itu, Majelis Hakim berpendapat agar Pemilu 2024 ditunda. 

"Menghukum Tergugat untuk tidak melaksanakan sisa tahapan Pemilihan Umum 2024 sejak putusan ini diucapkan dan melaksanakan tahapan Pemilihan Umum dari awal selama lebih kurang 2 (dua) tahun 4 (empat) bulan 7 (tujuh) hari," tulis putusan yang dikutip Republika, Kamis (2/3). 

Gugatan dengan nomor register 757/Pdt.G/2022/PN Jkt.Pst. itu menjadikan KPU sebagai tergugat. Gugatan ini diajukan sejak 8 Desember 2022 oleh PRIMA. Majelis hakim memutuskan menolak eksepsi KPU yang menganggap gugatan PRIMA kabur atau tidak jelas. 

"Menerima gugatan penggugat untuk seluruhnya," tulis putusan. Putusan ini diketok oleh Hakim Ketua Majelis Teungku Oyong dengan anggota hakim H.Bakri dan Dominggus Silaban.

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Berita Terpopuler