Negara Mediterania Minta Keadilan UE untuk Terima Imigran

Negara Uni Eropa bagian utara diminta tunjukkan solidaritas dengan terima imigran

EPA-EFE/CARMELO IMBESI
Potongan kayu dan puing lainnya hanyut di pantai, tiga hari setelah perahu migran tenggelam di lepas pantai, di Steccato di Cutro, Provinsi Crotone, Italia selatan, Rabu (1/3/2023). Korban tewas akibat kapal karam di lepas pantai Calabria di selatan Italia naik menjadi 67 pada 01 Maret 2023, sementara tiga pria ditahan karena dituduh melakukan perdagangan manusia, kata pejabat Italia. Sebuah perahu yang membawa para migran tenggelam di laut lepas di dekat pantai Calabria pada 26 Februari.
Rep: Amri Amrullah Red: Esthi Maharani

REPUBLIKA.CO.ID, VALLETTA -- Negara-negara Eropa yang berada di kawasan Mediterania meminta solidaritas dan keadilan kepada negara-negara Uni Eropa untuk menerima para imigran. Hal ini menyikapi insiden karamnya kapal migran yang menewaskan puluhan imigran, termasuk anak-anak di lepas pantai selatan Italia.

Lima negara Uni Eropa yang berada di Laut Mediterania pada Sabtu (4/3/2023) mendesak negara Uni Eropa bagian utara untuk menunjukkan solidaritas dengan menerima pencari suaka.

Para menteri yang bertanggung jawab atas kebijakan imigrasi di Siprus, Yunani, Italia, Malta, dan Spanyol bertemu di ibu kota Malta, Valletta, menjelang pertemuan tingkat menteri Uni Eropa di Brussels pekan depan tentang migrasi. Negara-negara tersebut mulai bekerja sama sebagai MED 5 pada 2021 untuk menghadapi tantangan migrasi ilegal.

Menteri Imigrasi dan Suaka Yunani Notis Mitarachi mengatakan kepada wartawan, hanya 1 persen dari migran yang tiba di negara-negara garis depan di sepanjang perbatasan selatan Uni Eropa tahun lalu yang dibawa anggota Uni Eropa utara lainnya di bawah program relokasi sukarela.

“Kita tidak dapat terus berbicara tentang perlunya memaksakan lebih banyak tanggung jawab pada negara-negara anggota Uni Eropa yang berada garis depan, jika tidak ada mekanisme solidaritas yang sama preskriptif dan wajib terhadap negara-negara penerima pertama,” kata Mitarachi.

Menteri Dalam Negeri Spanyol, Fernando Grande-Marlaska Gomez, mengatakan proses saat ini terlalu lambat, terlalu selektif, dengan hasil yang terlalu sedikit dan prediksi yang terlalu sedikit. Dia berjanji untuk menghasilkan mekanisme yang lebih efektif ketika Spanyol memegang jabatan presiden bergilir Uni Eropa pada paruh kedua tahun 2023.

Para menteri juga menekankan perlunya bekerja dengan negara-negara di mana banyak imigran berasal dan melakukan pelarian mereka. "Langkah-langkah tersebut dapat mencakup memberikan bantuan keuangan ke negara asal atau transit untuk membendung aliran ke Eropa, kata Menteri Dalam Negeri Malta," Byron Camillieri.

Para pejabat selanjutnya meminta Badan Perbatasan Uni Eropa, Frontex untuk mengerahkan lebih banyak sumber daya dan untuk meningkatkan kecepatan pemulangan orang-orang yang tidak memenuhi syarat untuk mendapat suaka.

“Demi kredibilitas sistem suaka, sangat penting bagi kami untuk membedakan antara mereka yang berhak atas perlindungan internasional menurut hukum, dan mereka yang tidak,” kata Mitarachi. “Dan mereka yang tidak seharusnya dikembalikan dengan aman dan bermartabat ke negara asal."

Menurut badan pengungsi PBB, sekitar 160.100 migran tiba di Eropa melalui Laut Mediterania tahun lalu, 30 persen lebih banyak dari 2021. Ribuan orang diyakini tewas saat mencoba menyeberangi laut ke Eropa dalam beberapa tahun terakhir.

Sedikitnya 70 migran tewas setelah sebuah kapal kayu yang berangkat dari Turki tenggelam di pantai selatan Italia, di Calabria, Ahad dini hari lalu.

Baca Juga


sumber : AP
BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Berita Terpopuler