Eksploitasi Gila-gilaan, Hujan pun Jadi Ancaman
Oleh: Rahmi Surainah, M.Pd, (alumni Pascasarjana Unlam)
"Allahumma shayyiban nafi’an.” Artinya: Ya Allah, curahkanlah air hujan yang bermanfaat. Di atas merupakan doa ketika hujan, diharapkan dengan turunnya hujan bisa bermanfaat dan membawa kebaikan. Namun, bagaimana jika hujan jadi ancaman banjir? Tentunya doa saja tidak cukup, perlu instrospeksi jangan-jangan akibat eksploitasi Sumber Daya Alam (SDA) yang "gila-gilaan."
Seperti yang diberitakan beberapa waktu lalu di Kalimantan Timur, khususnya di Kutai Kartanegara, warga RT24, RT01, dan RT02 kelurahan Sangasanga Dalam. Padahal hujan hanya berlangsung sekitar 1 jam, namun mengakibatkan aktifitas ekonomi warga mengalami lumpuh total. Air bercampur lumpur pekat menerjang rumah-rumah warga dan merendam area pertanian. Diduga air dalam jumlah besar itu berasal dari lahan bekas tambang CV. SSP yang lokasinya lebih tinggi dari pemukiman warga.
"Lahan bekas tambang yang telah ditinggalkan 10 tahun lalu masih menimbulkan bencana apalagi jika ada penambangan baru lagi," ucap Ketua RT24, Zainuri.
Zainuri menyebut, hujan yang lazimnya disyukuri warga sebagai berkah telah berubah menjadi bencana semenjak hutan di hulu RT.24 ditambang. (Tribunkaltim.co, 20/2/2023) Selain Sangasanga banjir juga terjadi di Bontang. Dikabarkan ribuan warga yang tersebar di 4 kelurahan Bontang terdampak banjir rob yang hampir terjadi merata di kawasan pesisir Bontang.
Jumlah sementara warga terdampak banjir rob di Kelurahan Bontang Kuala sebanyak 800 warga, Kelurahan Tanjung Laut Indah sekitar 900 orang, Kelurahan Berbas Pantai sekitar 850 orang, dan Kelurahan Api-api sekitar 100 orang. Sementara ini sebanyak 2.650 yang terdampak banjir di 4 Kelurahan dan memungkin untuk bertambah.
Tidak hanya kedua wilayah itu. Daerah Tanjung Laut, dan Kelurahan Loktuan juga turut menjadi korban banjir rob. (Klikkaltim.co 21/2/2023) Daerah lain, banjir bahkan memakan korban, anak berusia 9 bulan dikabarkan tenggelam. Banjir melanda Kampung Tumbit Melayu, ada 10 kampung yang terendam banjir, yakni Pegat Bukur, Inaran, Bena Baru, Tumbit Dayak, Long Lanuk, dan Siduung Indah yang masuk dalam Kecamatan Sambaliung.
Kemudian, di Kecamatan Teluk Bayur, Kampung Tumbit Melayu, sedangkan di Kelay, yakni Kampung Merasa, Long Ayap, Long Laay, Long Ayan. (Beraupost.co 21/2/2023)
Jangan Salahkan Hujan
Hujan bukan ancaman banjir. Banjir pun terjadi bukan hanya karena faktor alam, seperti air pasang dan curah hujan tinggi tetapi karena pembukaan lahan seperti sawit, tambang, pemukiman, dan deforestasi. Tidak akan terjadi banjir jika benar tata kelola alam. Di hutan Kaltim seharusnya mampu menjadi resapan air pencegah banjir. Namun, luas lahan hutan Kaltim kini banyak beralih fungsi. Keserakahan dengan eksploitasi SDA gila-gilaan membuat rusaknya lingkungan, seperti banjir, longsor dan polusi. Demikianlah akibat tata kelola alam kapitalistik. Para kapitalis aktor di balik musibah banjir. Keberadaan para Kapital dan sistem Kapitalisme yang mengancam SDA. Tentu kebebasan yang dimiliki oleh para kapital tersebut didukung oleh ijin dan aturan yang dibuat penguasa. Kebijakan dan Undang-undang hanya berpihak pada para kapital bukan lagi kepada rakyat apalagi lingkungan. Maraknya pertambangan tentu berakibat kerusakan lingkungan salah satunya banjir. Hal ini bermuara karena negara membolehkan Sumber Daya Alam dan energi (SDAE) dikuasai oleh swasta atau asing. Ideologi kapitalis menjadikan para kapital berkuasa, akhirnya pejabat pun memuluskan aksi mereka lewat ijin dan kebijakan. Sungguh miris hidup dalam sistem kapitalis, hujan yang seharusnya membawa keberkahan justru jadi ancaman. Hujan
Berbuah Berkah
Islam sebagai agama yang mencintai alam pastinya memandang hujan sebagai Rahmat dari Allah Swt. Agar Hujan berbuah berkah maka Islam punya paradigma bagaimana mengelola lingkungan dan sumber daya alam. Ulah manusialah kerusakan lingkungan sehingga ketika hujan datang alam tidak mampu lagi menampungnya.
Oleh karena itu, sedari awal Islam fokus pada akar masalah penyebab segala kerusakan lingkungan. Islam akan menghentikan tata kelola SDAE liberalistik dengan mengembalikannya kepada tata kelola SDAE Islam. Rasulullah saw bersabda, "Kaum Muslim berserikat dalam tiga perkara yaitu padang rumput, air dan api" (HR. Abu Dawud dan Ahmad).
Islam juga melarang kepemilikan SDAE dikuasai oleh individu, swasta, atau asing. SDAE dalam Islam adalah kepemilikan umum dan dikuasai oleh negara untuk kesejahteraan umat. Negara dalam Islam berkewajiban mengelola SDAE untuk dikembalikan kepada masyarakat dalam bentuk langsung atau pun tidak langsung seperti gratisnya biaya pendidikan, kesehatan, dan terjangkaunya harga kebutuhan pokok.
Pengelolaan SDAE dalam Islam tidak bisa dilepaskan dari penerapan Islam secara totalitas karena saling terkait dengan sistem lain dan berakar dari sistem kehidupan. Dengan dikuasainya SDAE oleh negara dalam sistem Islam dan pemimpin yang bertakwa maka akan meminimalisir kerusakan lingkungan. Masyarakat akan sejahtera dan lingkungan akan terjaga dari berbagai kerusakan.
"Telah tampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan perbuatan tangan manusia; Allah menghendaki agar mereka merasakan sebagian dari (akibat) perbuatan mereka, agar mereka kembali (ke jalan yang benar)." (TQS. Ar-Ruum: 41) Wallahu'alam