Normalisasi Iran dan Arab Saudi Tegaskan Posisi Amerika Serikat ke Dunia Islam?   

Normalisasi Arab Saudi dan Iran membuka harapan untuk dunia Islam

Luo Xiaoguang/Xinhua via AP
Dalam foto yang dirilis oleh Kantor Berita Xinhua ini, Ali Shamkhani, sekretaris Dewan Keamanan Nasional Tertinggi Iran, di sebelah kanan, berjabat tangan dengan penasihat keamanan nasional Saudi Musaad bin Mohammed al-Aiban, di sebelah kiri, sebagai Wang Yi, diplomat paling senior China, terlihat, di tengah, untuk foto selama pertemuan tertutup yang diadakan di Beijing, Sabtu (11/3/2023). Iran dan Arab Saudi pada Jumat sepakat untuk membangun kembali hubungan diplomatik dan membuka kembali kedutaan setelah tujuh tahun ketegangan. Terobosan diplomatik besar yang dinegosiasikan dengan China menurunkan kemungkinan konflik bersenjata antara saingan Timur Tengah, baik secara langsung maupun dalam konflik proksi di sekitar wilayah tersebut.
Rep: Fuji E Permana Red: Nashih Nashrullah

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Dewan Pakar Lembaga Hubungan dan Kerjasama Internasional (LHKI) Pimpinan Pusat Muhammadiyah, KH Muhyiddin Junaidi, menjelaskan kesempatan Muslim dan dampak yang muncul dari normalisasi hubungan Arab Saudi dan Iran. 

Baca Juga


Kiai Muhyiddin juga mengingatkan umat Islam di seluruh dunia bahwa dalam sejarahnya Amerika, Inggris, dan sekutu-sekutunya tidak pernah berpihak kepada Islam Sunni maupun Syiah.

Kiai Muhyiddin mengatakan, normalisasi hubungan Arab Saudi dan Iran sebuah langkah progresif dan sangat bagus bagi perdamaian di kawasan Timur Tengah. 

Hal ini karena dengan sendirinya normalisasi hubungan Arab Saudi dan Iran telah menunjukkan kepada dunia internasional bahwa pemain utama di dunia bukan hanya Amerika Serikat (AS) tetapi juga China. 

"China dengan silent diplomacy (diplomasi diam-diam) bisa meyakinkan Iran dan Arab Saudi untuk duduk bersama-sama dan menciptakan perdamaian di kawasan," kata Kiai Muhyiddin saat diwawancarai Republika.co.id, Senin (13/3/2023). 

Kiai Muhyiddin menyampaikan bahwa normalisasi hubungan Arab Saudi dan Iran harus diapresiasi oleh umat Islam di dunia terutama Liga Arab dan organisasi konvensi internasional. Karena secara tidak langsung normalisasi tersebut akan menciptakan semangat baru untuk menjaga kawasan dari gangguan negara-negara adidaya baik dari kiri maupun kanan. 

Baca juga: Muhammadiyah Resmi Beli Gereja di Spanyol yang Juga Bekas Masjid Era Abbasiyah

Dewan Pakar LHKI Pimpinan Pusat Muhammadiyah ini menegaskan, umat Islam saatnya tidak lagi mudah diobok-obok negara adidaya seperti Amerika yang sangat pro rezim Zionis Israel. 

"Maka kita tidak lagi tergantung kepada Amerika tetapi harus mampu menunjukkan jati diri kita bahwa kita mampu," ujar Kiai Muhyiddin. 

Menurutnya, menyambut normalisasi Arab Saudi dan Iran, Organisasi Kerjasama Islam (OKI) perlu segera melakukan pertemuan. Publik bertanya kenapa sejak berdiri 1969, peran OKI semakin dikerdilkan. Maka sekarang adalah momentum bagi OKI untuk menekan Yahudi Israel. 

"Agar secepatnya (Israel) mengakui keputusan (perjanjian) Oslo tentang solusi dua negara dan mengakui kemerdekaan bangsa Palestina dan sekaligus kita mendorong OKI untuk lebih berperan lagi agar Masjid Al Aqsa berada di bawah kendali OKI," jelas Kiai Muhyiddin.  

Jika Masjid Al Aqsa ada di bawah kendali OKI, ia menyampaikan, maka umat Islam dengan mudah bisa berkunjung ke tempat suci ketiga dalam Islam yaitu Masjid Al Aqsa. Jadi kalau Masjidil Haram dan Masjid Nabawi berada di bawah koordinasi dan kendali Arab Saudi, maka Masjid Al Aqsa baik sekali jika ada di bawah kendali OKI. 

Kiai Muhyiddin menyarankan, berikutnya perlu membentuk poros baru di mana poros baru itu terdiri dari negara-negara OKI. Di antaranya Indonesia, Mesir, Iran, Turki, Arab Saudi, Nigeria, Pakistan dan negara non Islam seperti Rusia serta India. 

"India sangat penting karena ada 200 juta umat Islam tinggal di negara tersebut, India nomor dua terbesar setelah Indonesia," jelasnya.  

Kiai Muhyiddin menegaskan, normalisasi Arab Saudi dan Iran adalah momentum terbaik bagi umat Islam agar segera melupakan konflik internal. Untuk membangun sebuah kekuatan guna menghalang berbagai macam hambatan dan provokasi dari barat. 

"Karena dalam sejarahnya Amerika, Inggris dan sekutu-sekutunya itu tidak pernah berpihak kepada umat Islam," ujarnya. 

Kiai Muhyiddin mengatakan, Amerika, Inggris dan sekutu-sekutunya tidak berpihak kepada Syiah dan tidak berpihak kepada Sunni. 

Mereka hanya punya kepentingan uang. Kenapa Amerika mendukung Arab Saudi karena Arab Saudi menyuplai minyak kepada Amerika dan sekutunya. 

"Itu harus diingat, kita jangan lagi dipermainkan oleh mereka, kita tunjukkan bahwa kesepakatan normalisasi Iran dan Arab Saudi itu sangat dikhawatirkan oleh Israel," kata Wakil Dewan Pertimbangan Majelis Ulama Indonesia (MUI) ini. 

Baca juga: Arab Saudi-Iran Sepakat Damai Diprakarsai China, Ini Reaksi Amerika Hingga Negara Arab

Kiai Muhyiddin mengatakan, Israel sekarang di bawah kekuasaan Benjamin Netanyahu dan didukung sayap kanan yang sangat ekstrem. Mereka setiap hari membunuh orang Palestina. Tahun 2023 saja sudah 170 sampai 200 orang Palestina yang dibunuh oleh Israel. 

"Bayangkan, saya melihat dengan mata kepala sendiri dari Masjid Al Aqsa betapa menderitanya bangsa Palestina saat ini. Bayangkan saja untuk pergi ke Masjid Nabi Ibrahim di Hebron kita harus pakai Visa jadi tidak sembarangan, kita dicek dan sangat tidak manusiawi, kemudian dibangun tembok pemisah antara Yahudi dan bangsa Palestina," jelas Kiai Muhyiddin. 

Dia menegaskan, sebetulnya tanah Palestina itu milik bangsa Arab Palestina tapi diambil Yahudi Israel dengan cara paksa.    

Maka Israel sebagai negara penjajah harus dilawan dengan kekuatan diplomasi dan dengan ketangguhan. Dalam hal ini umat Islam dunia harus bersatu untuk membebaskan Masjid Al Aqsa. 

"Jadi jangan terus kita melihatnya isu Iran selalu dikaitkan dengan nuklir, sementara Israel punya 370 misil dengan hulu ledak nuklir tapi barat tidak pernah mengangkat isu ini ke forum internasional," kata Kiai Muhyiddin. 

Kiai Muhyiddin mantan Ketua Bidang Hubungan Luar Negeri MUI menjelaskan, Iran yang baru saja ingin mengembangkan kekuatan nuklirnya tapi terus saja di framing oleh media sebagai negara teroris tentu itu tidak adil. 

"Saya pikir kalau Arab Saudi dan Iran bersatu buatlah nuklir Islam, bukan hanya Pakistan tapi juga Arab Saudi berhak untuk memiliki kekuatan nuklir dan Indonesia juga harus buat kekuatan nuklir," ujarnya. 

Kiai Muhyiddin mengatakan, sekarang satu negara Islam saja yang punya kekuatan nuklir yaitu Pakistan. Sebagaimana diketahui Pakistan terpaksa membuat nuklir karena punya tetangga yang sangat membahayakan kedaulatan Pakistan yaitu India. India saat ini sangat gigih melakukan Islamofobia. 

"Mudah-mudahan umat Islam dunia tercerahkan dan tidak lagi terkotak-kotak, biarlah Syiah dengan grupnya dan sunyi dengan grup Sunni. Syiah dan Sunni adalah perbedaan dari sisi teologi tapi mereka itu juga adalah umat Islam," jelas Kiai Muhyiddin. 

Dia menegaskan, jika Iran, Indonesia, Turki dan Arab Saudi kuat, maka Insya Allah, Israel tidak akan berani mengobok-obok kekuatan Islam dunia.     

Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...
Berita Terpopuler