Pemerintah Naikkan Harga Beras, Ini Alasannya
Ini guna menjaga keseimbangan harga gabah/beras di petani, penggilingan, dan warga.
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pemerintah resmi menaikkan harga eceran tertinggi (HET) beras di level konsumen maupun harga pembelian pemerintah (HPP) gabah dan beras di tingkat produsen. Badan Pangan Nasional (NFA) menjelaskan, kenaikan harga itu telah mempertimbangkan masukan dari organisasi petani, penggilingan, hingga kementerian lembaga terkait perberasan.
Kepala NFA Arief Prasetyo Adi menjelaskan, tujuan utama ditetapkannya acuan harga beras di konsumen dan produsen demi menjaga keseimbangan harga baik di tingkat hulu maupun hilir. Ia menegaskan, hal itu sesuai instruksi Presiden Joko Widodo agar menjaga stabilitas dan keseimbangan harga gabah dan beras baik di tingkat petani, penggilingan, pedagang, serta masyarakat.
"Bagaimana caranya agar harga gabah dan beras petani di musim panen raya ini tidak jatuh, Bulog dan penggilingan padi kecil bisa mendapatkan gabah untuk digiling, serta konsumen tetap mendapatkan beras dengan harga yang wajar. Keseimbangan itu yang terus kita jaga," kata Arief di Jakarta, Rabu (16/3/2023) malam.
Arief menegaskan, pemerintah juga telah menghitung dampak terhadap kenaikan laju inflasi akibat kebijakan tersebut. Namun ia belum merinci seberapa besar angka inflasi yang ditimbulkan setelah pemerintah menaikkan harga acuan gabah dan beras.
Sebagai informasi, penentapan HET Beras kembali dilakukan berdasarkan zonasi. Zona I meliputi Jawa, Lampung, Sumatera Selatan, Bali. NTB, dan Sulawesi. Kemudian, Zona II meliputi Sumatera selain Lampung dan Sumatera Selatan, NTT, dan Kalimantan. Adapun Zona III meliputi Maluku dan Papua.
HET beras medium di Zona I naik dari Rp 9.450 per kg menjadi Rp 10.900 per kg, Zona II naik dari Rp 9.950 per kg menjadi Rp 10.900 per kg dan di Zona III naik dari Rp 10.250 per kg menjadi Rp 11.800 per kg.
Sementara itu, untuk HET beras premium Zona II naik dari Rp 12.800 per kg menjadi Rp 13.900 per kg, kemudian di Zona II dinaikkan dari Rp 13.300 per kg menjadi Rp 14.400 per kg dan di Zona II naik dari 13.600 per kg menjadi Rp 14.800 per kg.
Adapun HPP untuk gabah kering panen (GKP) di tingkat petani sebesar Rp 5.000 per kg, GKP di penggilingan Rp 5.100 per kg. Kemudian gabah kering giling (GKG) di penggilingan sebesar Rp 6.200 per kg, GKG di gudang Bulog Rp 6.300 per kg, dan beras di gudang Bulog Rp 9.950 per kg.
Acuan HPP itu naik dari sebelumnya resmi yang diatur, yaitu GKP tingkat petani Rp 4.200 per kg, GKP tingkat penggilingan Rp 4.250 per kg, GKG tingkat penggilingan Rp 5.250 per kg, dan beras medium di gudang Bulog Rp 8.300 per kg.
Arief menegaskan, harga pembelian tersebut juga tidak terlepas dari ketentuan kualitas gabah dan beras. GKP dengan harga tersebut harus memenuhi kadar air maksimal 25 persen dan kadar hampa maksimal 10 persen.
Untuk GKG, harus memiliki kualitas dengan kadar air maksimal 14 persen dan kadar hampa maksimal 3 persen. Sementara itu, untuk beras harus memenuhi kualitas derajat sosoh 95 persen, kadar air 14 persen, butir patah maksimum 20 persen, dan butir menir maksimum 2 persen.
Ia menjelaskan penetapan tersebut sebelumnya telah dilakukan dalam Rapat Koordinasi Terbatas (Rakortas) bersama Menteri Koordinator Perekonomian, pada Selasa, (14/3/2023), di Jakarta. Selanjutnya setelah diputuskan akan dituangkan ke dalam Peraturan Badan Pangan Nasional (Perbadan).
"Presiden meminta untuk segera diumumkan, sedangkan mengenai perundangannya masih dalam proses sehingga ini bisa dapat diberlakukan segera," ujarnya.