Hukum Jual Beli Pakaian Bekas Alias Thrifting Menurut Islam
Hukum jual beli ini bisa saja menjadi haram apabila terdapat pelanggaran syariah
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Jual beli dalam Islam merupakan hal yang mubah atau dibolehkan selama mendapatkan keridhaan dari kedua belah pihak. Namun, hukum jual beli ini bisa saja menjadi haram apabila terdapat pelanggaran syariah di dalamnya.
Dalam Alquran, banyak sekali ayat yang menjelaskan tentang jual beli salah satunya, Firman Allah dalam surah Al Baqarah ayat 275 yang artinya “Dan Allah telah menghalalkan jual beli dan telah mengharamkan riba.”
Rasulullah SAW juga bersabda, artinya “Dari Rifa’ah Ibnu Rafi ra bahwa Rasulullah SAW pernah ditanya: “Pekerjaan apakah yang paling baik? Beliau bersabda: “Pekerjaan seseorang dengan tangannya dan setiap jual beli yang bersih.” (HR Al- bazzar).
Rukun jual beli
Rukun dan syarat jual beli menjadi tolok ukur sah tidaknya jual beli yang dilakukan. Ulama sepakat setidaknya ada tiga perkara yang menjadi rukun dalam sebuah jual beli. Ketiga hal itu adalah adanya pelaku (penjual dan pembeli) yang memenuhi syarat, adanya akad atau transaksi, dan adanya barang atau jasa yang diperjualbelikan.
Dikutip dari buku Fiqih Jual Beli karya Ahmad Sarwat, disebutkan jual beli itu dapat dikatakan haram apabila barang yang dijualbelikan tidak memenuhi syarat dan ketentuan dalam akad, seperti benda najis atau barang yang dijual tidak pernah ada, dan barang itu tidak memberikan manfaat atau bisa juga barang itu tidak mungkin diserahkan. Termasuk juga jika jual beli itu mengandung unsur riba dan gharar.
Lalu bagaimana status hukum jual beli pakaian bekas tersebut?
Pakaian bekas bukanlah benda najis dan merupakan barang suci yang bisa digunakan untuk kebutuhan sehari-hari. Sehingga sah-sah saja menjual dan membeli pakaian bekas tersebut selama kedua belah pihak ridha.
Namun, berdasarkan aturan Undang-Undang No 7 Tahun 2014 tentang Perdagangan. Dalam Pasal 47 menyebutkan setiap importir wajib mengimpor barang dalam keadaan yang baru. Sementara untuk barang bekas hanya boleh dalam kondisi tertentu yang telah ditetapkan oleh Menteri.
Permendag Nomor 40 Tahun 2022 juga mengatur tentang Perubahan Atas Permendag Nomor 18 Tahun 2021 tentang Barang Dilarang Ekspor dan Barang Dilarang impor. Dalam aturan tersebut, pakaian bekas dan barang bekas lainnya termasuk dalam barang larangan impor.
Pemerintah juga menganggap impor pakaian bekas tersebut dapat mengancam dan merugikan industri garmen dalam negeri. Terkait hal itu, Hafifah Agustina dalam skripsinya berjudul Perspektif Hukum Islam tentang Jual Beli Pakaian Bekas Universitas Islam Negeri Lampung, menyebutkan selama jual beli tersebut terpenuhi rukun dan syaratnya dalam muamalah yakni dalam transaksi jual beli terdapat orang yang berakad yaitu penjual pakaian bekas dan pembeli pakaian bekas yang telah memenuhi syarat (baligh dan berakal) maka praktik jual beli ini sah.
Namun, dibatalkan dari segi objeknya karena pakaian bekas ini termasuk dalam barang ilegal dan dilarang oleh pemerintah, meski masih tergolong aman untuk digunakan. Dan sebagai seorang Muslim yang taat pada perintah Allah dan Rasul-Nya, hendaklah taat juga kepada peraturan pemerintah di negara tempatnya tinggal, selama perintah tersebut tidak mengarah pada maksiat.