Alasan Menjaga Lingkungan Jadi Pendongkrak Industri Pakaian Bekas

Industri pakaian bekas di Eropa, yang memiliki banyak jenama terkenal, tumbuh pesat.

Republika/Eva Rianti
Aktivitas penjualan pakaian bekas atau thrifting impor di Pasar Senen, Jakarta Pusat, Senin (20/3/2023).
Rep: Lintar Satria Red: Nidia Zuraya

REPUBLIKA.CO.ID, Dunia tata busana dunia berusaha ikut berkontribusi pada penanggulangan pemanasan global. Terutama negara-negara maju di Bagian Utara. Muncul hasrat untuk mendorong industri busana untuk lebih berkelanjutan, sadar lingkungan dan menghilangkan praktik kerja tak etis.

Baca Juga


Caranya dengan tidak menggunakan bulu hewan asli, hanya memakai benang organik, dan bahan-bahan daur ulang. Bahan dari pakaian bekas atau tak terpakai dapat didaur ulang untuk busana baru atau langsung ke tangan konsumen.

Praktik ini banyak membantu mengurangi jumlah limbah pakaian. Saat mulai banyak perusahaan-perusahaan besar mencampur bahan alami kualitas tinggi dengan bahan daur ulang untuk memproduksi berbagai macam pakaian luar ruangan termasuk celana dan kaos.

Mereka juga memproduksi pakaian luar ruangan berbahan polyester dan sweater dari bahan-bahan daur ulang. Beberapa tahun ke depan diprediksi permintaan pakaian bekas akan naik karena merek ternama.

Industri pakaian bekas di Eropa - yang memiliki banyak jenama terkenal - tumbuh dengan pesat. Dalam laporannya, Selasa (21/3/2023) Future Market Insight (FMI) mengatakan tingginya kesadaran menjaga lingkungan mendorong anak muda di Eropa  untuk mulai memakai pakaian daur ulang.

Menurut FMI, gaya hidup di negara-negara Eropa juga berubah, kini anak muda di Benua Biru tidak lagi malu memakai barang bekas. Pakaian bekas dari jenama terkenal juga semakin mudah diperoleh. Konsumen bisa mendapatkannya di situs jual-beli atau media sosial.

FMI memprediksi pasar pakaian bekas Eropa pada tahun 2022 diperkirakan 18,100 juta dolar AS. Angka itu akan tumbuh terus hingga 40,676 juta dolar AS pada tahun 2032.

Dengan strategi pemasaran yang baru, Spanyol menjadi pemain kunci dalam pasar pakaian bekas di Eropa. Industri pakaian bekas Spanyol bekerja sama dengan perusahaan-perusahaan kecil sambil terus memperluas jangkauan mereka.

Contohnya seperti situs pakaian bekas Spanyol, Micolet yang telah meluncurkan situs di Prancis. Micolet Inggris juga bekerja sama dengan pasar Prancis untuk pakaian bekas perempuan yang didominasi VideDressing dan Vestiaire Collective. Penjualan pakaian dan aksesoris bekas naik 80 persen.

Perusahaan rintisan asal Bilbao ini memiliki 400 ribu pengguna dan menambah sekitar 1.000 barang ke gudangnya setiap hari. Pada tahun 2018 Micolet sudah merambah pasar Jerman, Belgia, Italia, Inggris.

Pasar pakaian bekas di Rusia juga berkembang. Charity Shop yang membagikan pakaian, bantuan dan pekerjaan pada masyarakat rentan mendorong anak muda untuk tidak malu memakai pakaian bekas.

Sweater, jaket dan mantel musim dingin menjadi jenis pakaian bekas yang paling laku di pasar. Masyarakat Eropa tampaknya sadar besarnya dampak lingkungan pada produksi busana musim dingin. Tingginya permintaan busana musim dingin bekas tidak hanya terjadi di Eropa.

Industri pakaian bekas di India juga tumbuh pesat. Neha Butt yang tumbuh besar di pegunungan Darjeeling, India timur, sering mengunjungi pasar pakaian bekas bersama ayahnya. Mereka berburu berbagai pakaian musim dingin mulai dari mantel tebal sampai topi rajut.

"Di kampung halaman saya musim dinginnya sangat buruk, jadi mendapatkan pakaian hangat cukup sulit bagi kami, kami akan pergi ke pasar untuk mendapatkan pakaian bekas dan saya akan memberikan pakaian saya pada adik saya dan praktik itu terus berlanjut," kata Butt seperti dikutip Nikkei Asia.

Dua dekade kemudian pengalaman berburu barang bekas menjadi modal Butt untuk membuka toko sendiri. Ia membuka toko pakaian bekas di distrik bergengsi di New Delhi. Menurutnya lonjakan permintaan barang bekas karena masyarakat muda India mulai sadar lingkungan.

Toko barang bekas menjamur di jalan-jalan kota-kota besar dan situs daring di India. Future Market Insights memprediksi pasar pakaian bekas India pada akhir tahun 2032 sekitar 9,7 miliar dolar AS, naik berlipat-lipat dari tahun 2022 yang sebesar 1,8 miliar AS.

Seperti di Eropa, anak muda atau Generasi Z dan milenial India juga lebih memilih pakaian yang berkelanjutan dibandingkan pakaian yang menyesuaikan tren. Mereka tidak ingin pakaian bekas berakhir menjadi limbah.

Dalam laporannya Fashion for Good memperkirakan setiap tahun India menghasilkan 7,8 juta ton sampah pakaian. India sumber sampah padat terbesar ketiga di dunia. Sementara sekitar 165 perusahaan pakai bertanggung jawab atas 24 persen emisi karbon dari sektor tekstil dan pakaian.

Kreatif produser di perusahaan kecantikan, Shradha RC mengatakan ia pelanggan toko-toko pakaian bekas. Selain karena lebih banyak pilihan, membeli pakaian bekas juga lebih murah dan sadar lingkungan.

"Di keluarga saya ada tradisi memberi dan menerima barang bekas, dan saya pikir kecintaan saya pada barang bekas dari sana, seluruh pengalaman itu menggembirakan, saya memiliki koneksi yang kuat dengan orang yang juga memiliki kecintaan pada barang bekas," katanya.

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Berita Terpopuler