Putin Sebut Rusia dan Cina tidak Bentuk Aliansi Militer
Cina dan Rusia menandatangani perjanjian kemitraan tanpa batas pada awal 2022.
REPUBLIKA.CO.ID, MOSKOW -- Presiden Rusia Vladimir Putin menegaskan, Rusia dan Cina tidak membentuk aliansi militer dan kerja sama antara kedua angkatan bersenjata secara transparan. Hal itu disampaikan Putin dalam komentar yang disiarkan pada Ahad (26/3/2023), beberapa hari setelah menjamu pemimpin Cina Xi Jinping di Kremlin.
Putin dan Xi menyatakan persahabatan dan menjanjikan hubungan yang lebih dekat, termasuk di bidang militer, selama pertemuan puncak 20-21 Maret 2023 lalu, saat Rusia berjuang untuk mendapatkan keuntungan di medan perang dalam apa yang disebutnya sebagai operasi militer khusus di Ukraina.
"Kami tidak membuat aliansi militer dengan Cina," kata Putin di televisi pemerintah Rusia. “Ya, kami memiliki kerja sama di bidang interaksi militer-teknis. Kami tidak menyembunyikan ini.
"Semuanya transparan, tidak ada rahasia."
Cina dan Rusia menandatangani perjanjian kemitraan tanpa batas pada awal 2022, hanya beberapa minggu sebelum Putin mengirim puluhan ribu tentara ke Ukraina. Beijing telah menahan diri untuk tidak mengkritik keputusan Putin dan menggembar-gemborkan rencana perdamaian untuk Ukraina. Sementara Barat menolak proposal perdamaian Cina sebagai taktik untuk memberi Putin lebih banyak waktu untuk membangun kembali pasukannya di Ukraina.
Washington baru-baru ini mengatakan bahwa pihaknya khawatir Beijing dapat mempersenjatai Rusia, walaupun hal itu dibantah oleh Cina.
Dalam sambutannya di televisi, Putin menepis anggapan bahwa hubungan Moskow yang meningkat dengan Beijing di bidang-bidang seperti energi dan keuangan berarti bahwa Rusia menjadi terlalu bergantung pada Cina. Putin mengatakan bahwa ini adalah pandangan 'orang-orang yang cemburu'.
"Selama beberapa dekade banyak yang menginginkan Cina melawan Uni Soviet dan Rusia, dan sebaliknya," katanya.
"Kami memahami dunia tempat kami tinggal. Kami sangat menghargai hubungan timbal balik kami dan level yang telah mereka capai dalam beberapa tahun terakhir."
Putin juga menuduh Amerika Serikat dan NATO berusaha membangun poros global baru yang menurutnya memiliki kemiripan dengan aliansi Perang Dunia Kedua antara Nazi Jerman, fasis Italia, dan kekaisaran Jepang.
Putin menyebut Australia, Selandia Baru, dan Korea Selatan sejalan untuk bergabung dengan NATO global dan merujuk pada perjanjian pertahanan yang ditandatangani oleh Inggris dan Jepang awal tahun ini.
"Itulah mengapa para analis Barat...berbicara tentang Barat yang mulai membangun poros baru yang mirip dengan yang dibuat pada 1930-an oleh rezim fasis Jerman dan Italia dan militeris Jepang," katanya.
Sekretaris Jenderal NATO Jens Stoltenberg telah mengunjungi Jepang dan Korea Selatan tahun ini, dan menekankan pentingnya aliansi Atlantik bekerja sama dengan mitra di kawasan Indo-Pasifik. Dia juga berbicara tentang meningkatnya ketegangan antara Barat dan Cina dan mendesak lebih banyak dukungan militer untuk Ukraina.
Putin telah menggambarkan tindakan Rusia di Ukraina sebagai dorongan defensif terhadap musuh Barat yang agresif, menggambar kesejajaran dengan perjuangan Moskow melawan invasi pasukan Nazi Jerman selama Perang Dunia Kedua.
Kiev dan sekutu Baratnya menolak tuduhan seperti itu, yang dikatakan tidak masuk akal, dengan mengatakan bahwa justru Moskow berusaha merebut wilayah dan melumpuhkan kemampuan Ukraina untuk berfungsi sebagai negara merdeka.
Ukraina mengatakan tidak akan ada pembicaraan damai sampai semua pasukan Rusia ditarik dari wilayahnya. Rusia mengatakan Ukraina harus menerima hilangnya petak-petak wilayah yang diklaim Moskow telah dianeksasi.
Komentar Putin muncul sehari setelah dia mengumumkan bahwa Rusia akan menempatkan senjata nuklir taktis di Belarusia, sebagai peringatan nyata kepada NATO atas dukungan militernya untuk Ukraina.