Islamnya Komandan Perang Romawi Saat Perang Yarmuk dan Runtuhnya Mental Musuh

Perang Yarmuk berlangsung dengan sengit dan memakan banyak korban

MgIt03
Ilustrasi Sahabat Nabi. Perang Yarmuk berlangsung dengan sengit dan memakan banyak korban
Rep: Hasanul Rizqa Red: Nashih Nashrullah

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA- Ada sebuah kisah menarik dalam  Perang Yarmuk yang meletus pada Agustus 636 Masehi. Cerita tersebut berkaitan dengan masuk Islamnya seorang petinggi militer Bizantium, George Todzira. Padahal, waktu itu pertempuran sedang berlangsung. Tentu saja, moral pasukan Kristen menjadi kaget dan mengendur dibuatnya. 

Baca Juga


Di dekat Sungai Yarmuk, kedua kubu sudah berhadap-hadapan. Namun, pemimpin masing-masing pasukan belum menyerukan tanda dimulainya pertempuran. 

Pasukan Muslimin bertahan di perkemahannya. Begitu pula dengan para prajurit Bizantium yang berjumlah hingga 150 ribu orang. 

Dalam kondisi demikian, George Todzira selaku panglima Bizantium mengirimkan utusan kepada Khalid. 

Ahli strategi militer yang sukses menaklukkan Damaskus dua tahun sebelumnya itu menerima delegasi lawan dengan baik. 

Bahkan, sang komandan Muslim menyetujui permintaan George untuk berbicara empat mata di sebuah lokasi netral. 

Abu Ubaidah lantas ditunjuknya sebagai pengganti sementara posisinya. Akhirnya, pertemuan yang telah direncanakan berlangsung. 

Di titik yang telah disepakati, kedua panglima perang itu saling berhadapan. Leher tunggangan mereka bertautan. 

Pemandangan menggetarkan ini disaksikan dari kejauhan oleh ribuan pasukan dari masing-masing kubu.

“Wahai Khalid, jawablah setiap pertanyaanku dengan jujur. Janganlah engkau berbohong karena sesungguhnya seorang yang merdeka tidak pantas berbohong. Jangan pula engkau menipuku karena sungguh orang yang mulia tidak akan menipu,” kata George. 

Khalid menganggukkan kepalanya. Pemimpin pasukan Bizantium itu pun meneruskan pembicaraan. “Apakah Allah SWT menurunkan pedang dari langit kepada Nabi kalian, lalu Dia memberikannya kepadamu? Apakah pedang itu akan berhasil mengalahkan suatu kaum yang dihadapinya?” tanya George.

“Tidak, jawab Khalid singkat. “Lantas, mengapa engkau dijuluki saifullah (Pedang Allah)?”  “Sesungguhnya Allah telah mengutus Nabi-Nya di tengah-tengah kami. Beliau berdakwah kepada kami, tetapi kami semua tidak memedulikannya. Sebagian dari kami kemudian ada yang membenarkan dakwahnya dan mengikutinya. Yang lain menjauhi dan mendustakannya,” tutur Khalid. 

Baca juga: Perang Mahadahsyat akan Terjadi Jelang Turunnya Nabi Isa Pertanda Kiamat Besar?

“Dahulu, aku termasuk orang yang menjauhi, mendustakan, dan memeranginya. Namun, Allah memberikan hidayah kepadaku. Beliau (Nabi) berkata kepadaku, 'Engkau adalah pedang di antara pedang-pedang Allah yang Dia hunuskan kepada orang-orang musyrik. Beliau mendoakanku dengan kemenangan, dan juga menyebutku dengan saifullah. Mulai saat itu, aku menjadi orang yang paling keras melawan orang-orang musyrik,” sambungnya.

Georde ternyata puas akan jawaban Khalid. “Wahai Khalid, beri tahu aku, apa yang engkau serukan kepadaku?”   

 

“Persaksian bahwa tidak ada Tuhan yang berhak disembah kecuali Allah dan Muhammad adalah hamba dan Rasul-Nya,” kata Khalid.

“Kalau ada yang tidak menerima seruan itu?”  tanya George. “Jizyah menjamin mereka,” kata Khalid menjawab. 

“Bagaimana kalau mereka tetap tidak mau (membayar jizyah)?” tanya George lagi.

“Kami akan perangi mereka.”  

“Bagaimana kedudukan orang-orang yang menerima seruan kalian?” usut George. 

“Sama (setara) dalam kewajiban-kewajiban yang Allah perintahkan kepada kami. Tidak ada perbedaan kewajiban antara orang yang mulia atau yang biasa, baik yang lebih dahulu (memeluk Islam) ataupun yang belakangan,”  kata Khalid.

“Apakah orang yang hari ini memeluk Islam akan sama derajat dan ganjarannya?” selidik George. Ya, atau bahkan bisa lebih utama.”  

“Bagaimana mungkin? Bukankah kalian lebih dahulu memeluk Islam?” tanya George. 

“Kami memeluk Islam dan berbaiat kepada Nabi pada saat kami menjumpainya. Adapun kalian belum pernah menjumpai Nabi dan apa-apa yang kami jumpai bersamanya. Kalau memeluk Islam dengan tulus dan sebenar-benarnya, insya Allah kalian akan lebih baik dari kami, kata Khalid. Tidakkah engkau sedang berpura-pura kepadaku? kata George keheranan.

“Demi Allah, aku telah berucap jujur padamu. Aku tidak punya kepentingan apa pun denganmu atau salah seorang dari kalian. Cukuplah Allah menjadi saksi atas apa yang aku sampaikan ke padamu.”  

Baca juga: Muhammadiyah Resmi Beli Gereja di Spanyol yang Juga Bekas Masjid Era Abbasiyah 

Untuk beberapa lama, George pun terdiam. Sejurus kemudian, dia berkata sambil menatap tajam lawan bicaranya. “Engkau telah berkata jujur kepadaku. Maka, ajarkanlah aku tentang Islam.” 

Khalid lantas mengajaknya masuk ke tendanya. Kepada George, disediakan air untuk bersuci. Setelah itu, komandan kebanggaan Khalifah Umar bin Khattab itu membimbingnya untuk melafalkan dua kalimat syahadat. 

Sejak itu, George resmi menjadi seorang Muslim. Dia lantas diajarkan berwudhu dan melakukan sholat dua rakaat. 

 

Kalau sebelumnya George berhadapan dengan Khalid, kini dia berada di sisi sang panglima Muslim. Keduanya sama-sama berjuang memerangi pasukan Bizantium. Dalam perang itu, bekas komandan Romawi ini menderita luka parah. Akhirnya, dia gugur di medan Yarmuk.   

sumber : Harian Republika
BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Berita Terpopuler