WPI Targetkan Kemitraan dengan Petani Capai 10 Ribu Hektare
Program pemberdayaan petani diharapkan meningkatkan produktivitas.
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- PT Wilmar Padi Indonesia (WPI) menargetkan kemitraan dengan petani melalui Farmer Engagement Program (FEP) tahun ini naik menjadi 10 ribu hektare sehingga meningkatkan kesejahteraan petani. Menurut Rice Business Head PT WPI Saronto melalui program pemberdayaan petani atau FEP diharapkan mampu meningkatkan produktivitas petani padi.
"Peningkatan (produktivitas) itu bertujuan untuk membantu meningkatkan kesejahteraan para pejuang pangan tersebut," ujarnya melalui keterangan tertulis di Jakarta, Jumat (31/3/2023).
Dikatakannya, model kemitraan melalui program FEP tersebut dimulai sejak musim tanam II 2021 dengan luas lahan kemitraan 141 hektare. Ini mendapat sambutan positif dari petani sehingga peserta dan luasannya terus meningkat.
Pada musim tanam I (November 2022-Februari 2023), lanjut Saronto, jumlah petani peserta FEP mencapai 2.302 orang dengan luas lahan 2.815 hektare. Angka tersebut melonjak dibanding periode sama tahun lalu yang hanya 1.626 orang dengan luas lahan 1.113 hektare.
Sejak musim tanam II (Maret-Juni 2021) hingga saat ini, total petani yang telah bergabung dalam FEP sebanyak 7.561 orang dengan luas lahan 6.798 hektare yang tersebar di Jawa dan Sumatra.
"Tahun ini perusahaan menargetkan kemitraan melalui FEP meningkat menjadi 10 ribu hektare. Luasan itu naik signifikan dari realisasi kemitraan tahun lalu yang baru 3.366 hektare," katanya.
Saronto mengatakan, pihaknya telah menentukan tiga lokasi baru untuk FEP tahun ini, yaitu di Pandeglang, Banten, kemudian Lampung, dan Kuala Tanjung, Sumatra Utara. Menurut dia, peningkatan kemitraan terjadi karena program tersebut mendapat respons positif dari petani, terutama karena adanya pendampingan dari tim agronomis perusahaan yang membantu meningkatkan produktivitas mitra.
"Melalui pendampingan, petani dapat meningkatkan produktivitasnya sehingga dengan sendirinya pendapatan mereka meningkat," katanya
Dari data di lapangan, tambahnya, peningkatan produktivitas dalam pendampingan tersebut minimal 15 persen. Selain pendampingan, menurut dia, perusahaan juga melakukan pembelian gabah petani dengan harga yang baik dan wajar melalui efisiensi produksi.
Dikatakannya, perusahaan juga memanfaatkan produk samping menjadi produk hilir yang memberikan nilai tambah seperti, bekatul, kulit, menir dan sekam yang bisa dibuat untuk bahan bakar pengganti batu bara karena nilai kalorinya sangat tinggi, termasuk membuat tepung beras.
"Kami berupaya mengikuti arahan pemerintah untuk ikut meningkatkan ketahanan pangan di dalam negeri," demikian dikatakan Saronto.