Rafael Alun Penuhi Panggilan KPK Sebagai Tersangka Dugaan Gratifikasi

Rafael Alun datang bersama tim kuasa hukum dan tak berkomentar terkait pemeriksaan.

ANTARA FOTO/Aditya Pradana Putra
Mantan pejabat Ditjen Pajak Kementerian Keuangan Rafael Alun Trisambodo (tengah) berjalan menghindari wartawan usai menjalani pemeriksaan di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Jumat (24/3/2023). Pemeriksaan tersebut dilakukan terkait dugaan korupsi yang dilakukan Rafael.
Rep: Flori Sidebang Red: Agus raharjo

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Mantan pejabat Ditjen Pajak Kementerian Keuangan Rafael Alun Trisambodo memenuhi panggilan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Senin (3/4/2023). Dia bakal diperiksa sebagai tersangka dugaan gratifikasi.

Rafael tiba di Gedung Merah Putih, KPK, Jakarta Selatan sekitar pukul 09.58 WIB. Dia datang didampingi tim pengacaranya. Namun, Rafael tidak berkomentar apapun sebelum memasuki lobi Gedung KPK. Setelah menunggu sekitar 10 menit, Rafael kemudian naik ke ruang penyidik di lantai dua.

Kepala Bagian Pemberitaan KPK Ali Fikri mengatakan, pemeriksaan Rafael pada hari ini dalam kapasitasnya sebagai tersangka. Dia menegaskan, KPK juga bakal memenuhi haknya sebagai tersangka.

"Kami pastikan, hak-hak tersangkapun akan kami berikan sesuai dengan ketentuan," ujar Ali.

KPK telah menaikkan status penyelidikan kekayaan Rafael ke tahap penyidikan usai mengantongi dua alat bukti permulaan yang cukup. Dia juga sudah ditetapkan sebagai tersangka kasus dugaan gratifikasi.

Rafael diduga menerima uang dalam rangka pemeriksaan pajak di Direktorat Jenderal (Ditjen) Perpajakan Kemenkeu pada 2011-2023. Meski demikian, belum dirinci jumlah uang yang diduga diterima Rafael. Sebab, penyidik masih melakukan pendalaman.

Lembaga antirasuah ini sudah menggeledah rumah Rafael berada di Perumahan Simprug Golf, Jakarta Selatan pada Senin (27/3/2023). Hasil dari penggeledahan itu, penyidik menemukan uang dan puluhan tas mewah berbagai merek.

Selain itu, KPK juga menyita safe deposit box milik Rafael. Kotak penyimpanan di salah satu bank itu ditemukan oleh Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK). Duit yang tersimpan di dalamnya sekitar Rp 37 miliar berupa pecahan dolar Amerika Serikat.

Namun, Rafael mengaku tak habis pikir dijerat oleh KPK atas dugaan gratifikasi. Padahal, ia mengungkapkan, selama ini dirinya patuh menyampaikan Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN).

Rafael mengatakan, sejak dirinya masuk sebagai kategori wajib lapor pada 2011, dia patuh melaporkan hartanya ke KPK setiap tahun. Ia menegaskan bahwa tak ada niat untuk menyembunyikan kekayaannya.

"Saya dapat mengklarifikasi bahwa saya selalu tertib melaporkan SPT-OP dan LHKPN, tidak pernah menyembunyikan harta, dan siap menjelaskan asal usul setiap aset tetap," kata Rafael dalam keterangan tertulisnya di Jakarta, Jumat (31/3/2023).

Rafael mengaku tertib dalam melaporkan SPT Tahunan Orang Pribadi (SPT OP) sejak 2002 dan seluruh aset tetap dalam LHKPN. Dia mengungkapkan, kerap menaikkan nilai aset yang dia miliki saat menyampaikan laporan kekayaan.

Rafael menyebut, sejak 2012 hingga 2022, aset yang dia laporkan tak jauh berbeda. Namun, terjadi perubahan nilai karena menyesuaikan Nilai Jual Objek Pajak (NJOP).

"Hal ini terlihat dari nilai aset tetap dalam LHKPN yang tinggi karena mencantumkan nilai NJOP, walaupun sebenarnya nilai pasar bisa lebih rendah dari NJOP. Saya selalu membuat catatan sesuai dokumen hukum dan siap menjelaskan asal usul setiap aset tetap jika dibutuhkan," tegas Rafael.

Baca Juga


BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Berita Terpopuler