Benarkah Pencopotan Endar Terkait Formula E? Ini Analisis dari Pukat UGM

Zaenur tegaskan pimpinan KPK tidak bisa mengintervensi penyidik.

ANTARA FOTO/Muhammad Adimaja
Mantan Direktur Penyelidikan KPK Brigjen Endar Priantoro menjawab pertanyaan wartawan usai membuat aduan ke Dewan Pengawas KPK terkait pemberhentiannya dari jabatan Direktur Penyelidikan KPK di Gedung C1 KPK, Jakarta, Selasa (4/4/2023). Endar Priantoro membuat aduan atas dugaan pelanggaran kode etik yang dilakukan oleh Sekjen KPK dan salah satu pimpinan KPK terkait dengan penerbitan surat keputusan pemberhentian tersebut, serta terbitnya surat penghadapan dari KPK kepada Polri terkait penghentian itu.
Rep: Fauziah Mursid Red: Teguh Firmansyah

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Peneliti Pusat Kajian Anti Korupsi (Pukat) UGM Zaenur Rohman merespons polemik yang terjadi dalam pencopotan Brigjen Endar Priantoro dari jabatan Direktur Penyelidikan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). 

Baca Juga


Pencopotan ini kemudian dikaitkan dengan informasi yang menyebut Endar menjadi salah satu pihak yang enggan menaikan status penyelidikan kasus Formula E ke tahap penyidikan.

Zaenur mengatakan, pencopotan Endar sebagai Direktur Penyelidikan KPK adalah hal yang biasa dalam administrasi kepegawaian. Namun, menurut Zaenur, hal ini menjadi tidak bisa karena adanya sejumlah riwayat dalam lembaga antirasuah tersebut.

"Pertama, ada riwayat dugaan intervensi dari pimpinan KPK kepada para pejabat di bidang penindakan baik itu deputi maupun direktur, ya yang diduga pimpinan KPK khususnya Ketua KPK sangat menginginkan agar kasus Formula E itu naik ke tahap penyidikan," ujar Zaenur dalam keterangannya kepada Republika.co.id, Rabu (5/4/2023).

Zaenur menegaskan, pada prinsipnya dalam penyelidikan dan penyidikan, penyelidik dan penyidik itu tidak bisa diintervensi bahkan oleh ketua KPK. Pertama, ini karena menaikkan status penyelidikan menjadi penyidikan merupakan wewenang penuh dari penyelidik dan penyidik.

Dia menilai, kalau para penyelidik sudah memiliki alat bukti tentunya akan dinaikkan Deputi penindakan menjadi penyidikan. Hal ini berbeda dengan rezim undang-undang sebelumnya yang menyertakan pimpinan KPK sebagai bagian penyidik dan bisa menetapkan tersangka.

"Nah berbeda dengan Undang-undang 19 Nomor 2019 di mana pimpinan KPK itu bukan merupakan penyidik sehingga tidak bisa mencampuri urusan apapun di bidang pendidikan dan tidak bisa menetapkan sendiri penyidikan," ujarnya.

Zaenur juga menilai, klaim KPK yang menyebut pencopotan Endar karena habis masa jabatan dan ingin dikembalikan ke Polri, tidak selaras dengan adanya surat perpanjangan tugas dari Kapolri kepada Endar. Kemudian, KPK justru menyatakan tidak meminta perpanjangan tersebut menjadi persoalan lain.

"KPK tentu punya penjelasan, nah penjelasan itulah yang harus disampaikan kepada masyarakat, apa penjelasannya gitu kan apa alasannya, tanpa alasan yang jelas menurut saya, KPK tidak akuntabel, KPK tidak transparan," ujarnya.

Sebab, jika masalah ini dibiarkan berlanjut justru makin menguatkan berbagai dugaan yang beredar di publik. Zaenur juga berharap atas berbagai kekisruhan ini, Dewan Pengawas KPK untuk turun tangan.

Khususnya lanjut dia, melakukan pemeriksaan terhadap dugaan pelanggaran kode etik yang dilakukan pimpinan, pejabat maupun pegawai KPK lainnya. "Pertama soal memaksakan kehendak di dalam penyelidikan dan penyidikan yang diduga dilakukan oleh pimpinan, kemudian ingin memulangkan ke institusi Polri pejabat-pejabat yang tidak mau mengikuti kemauan dari pimpinan," ujarnya.

"Itu kan bentuk-bentuk pemaksaan ya itu juga bentuk sikap tidak profesional yang bisa merupakan pelanggaran kode etik dari pimpinan KPK ini dewas harus turun tangan,\" tambahnya.

 

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Berita Terpopuler