Dokumen Intelijen yang Bocor Ungkap AS Memata-Matai Sekjen PBB Antonio Guterres

AS menilai Sekjen PBB Antonio Guterres terlalu lunak terhadap Rusia.

EPA-EFE/MAST IRHAM
Nama Sekretaris Jenderal PBB Antonio Guterres disebut dalam dokumen rahasia intelijen milik Amerika Serikat (AS) yang bocor ke publik baru-baru ini.
Rep: Rizky Jaramaya Red: Nidia Zuraya

REPUBLIKA.CO.ID, WASHINGTON -- Amerika Serikat (AS) memata-matai Sekretaris Jenderal PBB Antonio Guterres, karena terlalu lunak terhadap Rusia setelah invasi ke Ukraina. Tindakan Washington ini tertuang dalam dokumen intelijen yang bocor ke publik.

Baca Juga


Di dalam dokumen tersebut, terdapat komunikasi pribadi antara Guterres dan wakilnya yang berfokus pada kesepakatan ekspor biji-bijian Laut Hitam. Dalam komunikasi itu, Guterres sangat ingin mempertahankan dan bersedia mengakomodasi kepentingan Rusia untuk mewujudkannya.

“Guterres menekankan upayanya untuk meningkatkan kemampuan ekspor Rusia, bahkan jika itu berarti bekerja dengan entitas atau individu Rusia yang terkena sanksi,” kata dokumen AS yang bocor itu, menurut sebuah laporan oleh BBC, Kamis (13/4/2023).

Ukraina dan Rusia menandatangani kesepakatan ekspor pada Juli 2022. Mereka berkomitmen untuk mengizinkan ekspor biji-bijian, pupuk, dan barang pertanian lainnya melintasi Laut Hitam di tengah perang.  Guterres dan Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan memediasi pembicaraan tersebut untuk membantu meringankan krisis pangan global.

Dokumen itu menyatakan, selama diskusi pada Februari lalu, Guterres merusak upaya yang lebih luas untuk meminta pertanggungjawaban Moskow atas tindakannya di Ukraina. Dokumen AS lainnya dari pertengahan Februari mengatakan, Guterres menyatakan kekecewannya setelah melakukan panggilan telepon dengan Presiden Komisi Eropa, Ursula von der Leyen, yang bermaksud meningkatkan produksi senjata dan amunisinya untuk Ukraina.

Perserikatan Bangsa-Bangsa menolak mengomentari dokumen tersebut. Tetapi seorang pejabat senior PBB mengatakan kepada BBC bahwa, perhatian utamanya adalah untuk mengurangi dampak perang Ukraina terhadap orang-orang termiskin di dunia.

“Itu berarti melakukan apa yang kami bisa untuk menurunkan harga pangan dan memastikan bahwa pupuk dapat diakses oleh negara-negara yang paling membutuhkannya,” kata pejabat itu yang berbicara dengan syarat anonim.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Berita Terpopuler