KKB Kembali Beraksi di Papua, Bagaimana Hukum Pemberontakan dalam Islam?

KKB menyerang aparat di Papua.

ANTARA/Abriawan Abhe
KKB Kembali Beraksi di Papua, Bagaimana Hukum Pemberontakan dalam Islam? FOTO: Petugas mendorong peti jenazah korban kekerasan Kelompok Kriminal Bersenjata (KKB) saat tiba di Bandara Internasional Sultan Hasanuddin, Kabupaten Maros, Sulawesi Selatan, Ahad (2/10/2022). Sebanyak empat jenazah korban kekerasan KKB yang terjadi di Kabupaten Teluk Bintuni Papua Barat tersebut kini dipulangkan dan diserahterimakan kepada pihak keluarga.
Rep: Andrian Saputra Red: Muhammad Hafil

REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA -- Aksi separatisme dan pemberontakan terhadap pemerintah yang sah kembali dilakukan oleh teroris Kelompok Kriminal Bersenjata (KKB) di Nduga, Papua.

Baca Juga


Tentara Nasional Indonesia (TNI) membenarkan kabar tentang penyerangan teroris kriminal bersenjata (KKB) Papua di Nduga, Papua Pegunungan, terhadap pasukan Satgas Yonif R 321/GT. Kapendam-17/Cenderawasih Kolonel Herman Taryaman mengatakan, serangan tersebut terjadi persinya di Pos Mugi-Mam pada Sabtu (15/4/2023) sore waktu setempat.

Namun, pihak militer Indonesia belum dapat memastikan berapa korban jiwa dalam serangan tersebut. “Bahwa benar, prajurit TNI dari Satgas Yonis R 321/GT yang bertugas di wilayah Mugi-Mam, Kabupaten Nduga diserang dan ditembak oleh gerombolan KST (Kelompok Separatisme Terorisme) Papua,“ kata Kolonel Herman dalam siaran pers kepada Republika.co.id, Ahad (16/4/2023) pagi.

Terkait pemberontakan ini, Islam menentang kelompok-kelompok orang yang senang berbuat semena-mena, melakukan pembangkangan dan pemberontakan terhadap negara bahkan tega menumpahkan darah untuk mencapai misi politiknya. 

Padahal negara tersebut aman dan damai, serta pemimpinnya juga Muslim yang senantiasa menyeru rakyatnya pada kebaikan dan menjalankan perintah agama serta menyeru untuk menjauhi segala larangan Allah ﷻ.

Maka pelaku pemberontakan seperti itu akan mendapatkan hukuman baik di dunia maupun di akhirat. Sebagaimana dalam kitab at-Targhib wa at-Tarhib karya Imam Al Mundziri, menukil sebuah hadits: 

وَقَالَ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ : مَامِنْ ذَنْبٍ أَجْدَرُمِنْ أَنْ يُعَجِّلَ اللَّهُ الْعُقُوْبَةِ لِصَاحِبِهِ فِى الدُّنْيَامَعَ مَايُدَخَّرُلَهُ فِى الْاَخِرَةِ مِنَ الْبَغْىِ وَقَطِيْعَةِ الرَّحِمِ.

Rasulullah ﷺ bersabda, “Tidak ada dosa yang lebih pantas untuk Allah menyegerakan siksanya di dunia kepada pelakunya di samping hukuman yang disimpan di akhirat dari pada melakukan pemberontakan dan memutuskan tali persaudaraan," (HR Turmudzi). 

Pada hadits lainnya disebutkan bahwa pemberontakan itu  kemaksiatan yang paling cepat diberikan siksanya pada pelakunya dibanding dengan kemaksiatan lainnya.  

 

وَقَالَ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: لَيْسَ شَىْءٌ مِمَّاعُصِىَ اللَّهُ بِهِ وَهُوَ أَعْجَلُ عِقَابًامِنَ الْبَغْىِ وَمَامِنْ شَىْءٍ أُطِيْعَ اللَّهُ بِهِ أَسْرَعَ ثَوَابًامِنَ الصِّلَةِ وَالْيَمِيْنِ الْفَاجِرَةُ تَدَعُ الدِّيَارَبِلَاقِعَ.

Rasulullah ﷺ bersabda, “Tidak ada sesuatu kemaksiatan dari segala perbuatan yang dipakai maksiat kepada Allah, sedang maksiat itu lebih disegerakan siksanya  dari pada pemberontakan. Dan tidak ada sesuatu ketaatan yang dipakai taat pada allah yang lebih cepat datang pahalanya daripada menyambung persaudaraan. Sedang sumpah yang palsu itu menjadikan negeri jadi porak poranda.” (HR Baihaqi)  

 

 

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Berita Terpopuler