Bumbu Masak Mengandung Alkohol 0,5 Persen, Apakah Halal?

Produk impor Jepang seperti saus sukiyaki dan teriyaki ada yang mengandung alkohol.

Unsplash
Memasak (Ilustrasi). Saus sukiyaki dan teriyaki produksi Jepang ada yang mengandung alkohol 0,5 persen.
Rep: Meiliza Laveda Red: Reiny Dwinanda

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Alkohol tidak hanya ditemukan pada produk kosmetik atau obat, tetapi juga pada bumbu masak. Sejumlah bumbu masak impor ada yang mengandung kadar alkohol walaupun hanya 0,5 persen.

Di antara bumbu masak yang ditemukan mengandung alkohol 0,5 persen adalah produk impor Jepang, seperti saus sukiyaki atau saus teriyaki. Dalam hal ini, bolehkah Muslim menggunakannya?

Founder Halal Corner Aisha Maharani mengatakan etanol adalah senyawa dengan rumus C2H5OH. Etanol yang berasal dari industri khamr tidak boleh digunakan untuk produksi halal.

Lain halnya dengan etanol yang bukan dari industri khamr, seperti fermentasi singkong atau molases. Itu dapat digunakan untuk produksi halal.

Baca Juga


Etanol jenis ini dapat digunakan juga untuk sanitasi, pelarut, atau kegunaan lain. Ada beberapa syarat suatu produk untuk memenuhi sertifikat halal:

1. Produk minuman: kurang dari 0,5 persen
2. Produk makanan, misalnya vinegar atau sayuran ferentasi tidak ada batas selama tidak membahayakan kesehatan.
3. Produk obat dan kosmetik: tidak ada batas selama tidak membahayakan.

"Etanol yang bukan bersumber dari industri miras/arak/khamr, boleh digunakan dengan ketentuan untuk minuman maksimal 0,5 persen, sedangkan untuk makanan fermentasi dan kosmetik boleh lebih dari 0,5 persen dengan catatan tidak membahayakan tubuh dan kesehatan," ujar Aisha pada Kamis (27/8/2023).

Sementara itu, soal penggunaan etanol, Majelis Ulama Indonesia (MUI) menetapkan beberapa fatwa. Fatwa MUI Nomor 11 Tahun 2009 tentang Hukum Alkohol membedakan antara khamr dan alkohol.

Setiap khamr mengandung alkohol, tapi tidak semua alkohol dikategorikan sebagai khamr. Fatwa tersebut menyebutkan khamr adalah setiap minuman yang memabukkan, baik dari anggur atau yang lainnya, baik dimasak atau pun tidak.

Artinya, selain minuman, produk yang mengandung alkohol tidak terkategori sebagai khamr, walaupun hukumnya bisa saja sama-sama haram. Fatwa MUI Nomor 10 Tahun 2018 tentang Produk Makanan dan Minuman yang mengandung alkohol/etanol menyebutkan bahwa minuman beralkohol yang masuk kategori khamr adalah minuman yang mengandung alkohol/etanol (C2H5OH) lebih dari 0.5 persen.

Minuman beralkohol yang masuk kategori khamr adalah najis dan hukumnya haram, sedikit ataupun banyak.  Berdasarkan kedua fatwa MUI tersebut dijelaskan bahwa alkohol bisa dibedakan ke dalam dua kategori.

Pertama, alkohol/etanol hasil industri khamr yang hukumnya sama dengan hukum khamr, yaitu haram dan najis. Kedua, alkohol/etanol hasil industri non-khamr, baik hasil sintesis kimiawi berbahan dasar petrokimia ataupun hasil industri fermentasi non-khamr.

Alkohol/etanol hasil industri non-khamr hukumnya tidak najis. Apabila dipergunakan pada produk nonminuman hukumnya ialah mubah andaikan tidak membahayakan secara medis.

Guru Besar IPB University sekaligus auditor senior Lembaga Pengkajian Pangan, Obat-obatan, dan Kosmetik (LPPOM MUI), Prof Purwantiningsih, menjelaskan penggunaan rum, mirin, angciu, dan sake pada berbagai makanan atau masakan hukumnya haram. Demikian juga dengan bir dan red atau white wine.

Keharamannya bukan hanya disebabkan oleh kandungan etanolnya yang tinggi, melainkan produk tersebut tergolong khamr. Pemanfaatan khamr dilarang dalam Alquran seperti yang dijelaskan dalam surat Al-Ma’idah, ayat 90.

"Bentuk sintetik dari produk itu pun tidak dapat disertifikasi oleh MUI," kata dia dalam situs MUI.

Berikut contoh makanan yang dalam proses pemasakannya sering memanfaatkan produk khamr untuk meningkatkan aroma dan cita rasanya, yaitu fish and chips, can-can chicken. Beeramisu adalah salah satu contoh makanan yang menggunakan bir.

Pada proses pemasakannya, bahan-bahannya dicelupkan atau direndam ke dalam bir sebelum dimasak. Hukum dari makanan tersebut berdasarkan Fatwa MUI masuk kategori haram, meskipun bahan-bahan yang digunakan halal.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Berita Terpopuler