Tafsir Al Baqarah 223: Keindahan Bahasa Alquran tentang Hubungan Suami Istri
Alquran menggunakan metafora dalam menjelaskan hubungan suami istri.
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Surat Al Baqarah ayat 223 memaparkan tentang hubungan intim antara suami dan istri. Pemaparan ini menjadi indah dari sisi stilistika karena menggunakan metafora dalam menjelaskan sesuatu bagi kalangan tertentu, yang dalam hal ini ialah mereka yang telah berkeluarga.
Allah SWT berfirman, "Istri-istrimu adalah ladang bagimu, maka datangilah ladangmu itu kapan saja dan dengan cara yang kamu sukai. Dan utamakanlah (yang baik) untuk dirimu. Bertakwalah kepada Allah dan ketahuilah bahwa kamu (kelak) akan menemui-Nya. Dan sampaikanlah kabar gembira kepada orang yang beriman." (QS Al Baqarah ayat 223)
Ulama tafsir Siddiq Hasan Khan Al Qonuji dalam kitab tafsirnya, Fathul Bayan fii Maqasid Al Qur'an, menjelaskan ladang atau harts tidak mengacu kepada apapun kecuali pada kemaluan perempuan. Sebab, itu adalah tempat untuk menanam benih yang dalam hal ini adalah anak.
Dari rahim perempuan, setelah melewati proses pembuahan dengan mani suaminya, lahirlah keturunan ke muka bumi.
Klausa "...maka datangilah ladangmu itu", menunjukkan bahwa kelamin perempuan dimetaforakan dengan dengan ladang. Sedangkan mani diumpamakan dengan benih. Dan anak ibarat tanaman.
Kemudian berlanjut pada "...kapan saja dan dengan cara yang kamu sukai." Hasan Khan Al Qonuji menjelaskan, maksudnya ialah dari arah mana pun yang disukai, baik dari belakang, depan, berbaring, bersandar, menyamping, berdiri, duduk maupun berhadap-hadapan, saat berada di ladang tersebut.
Hasan Al Qonuji juga memaparkan mengapa Allah SWT dalam firman-Nya menggunakan 'annaa' yang maknanya merujuk pada 'kapan saja'. Mengapa tidak memakai kata 'ayna' (di mana), 'kayfa' (bagaimana), dan 'mataa' (kapan).
"Karena 'annaa' itu lebih umum secara bahasa daripada 'ayna', 'kayfa', dan 'mataa'. Adapun Sibawayh (ulama ilmu tata bahasa Arab) menafsirkan 'annaa' dengan 'kayfa'," kata Hasan Al Qonuji.
Generasi salaf terdahulu, para penerus sahabat, kalangan tabi'in, dan para imam, dalam menafsirkan ayat tersebut, menyatakan bahwa berhubungan intim melalui anus adalah haram. "Sesungguhnya Allah tidak malu dalam hal kebenaran. Janganlah kalian mendatangi istri-istri melalui anus mereka." (HR Imam Syafi'i)