Merajut Kembali Persatuan Bangsa

Sebuah artikel mengenai persatuan bangsa.

retizen /
.
Red: Retizen

MERAJUT KEMBALI PERSATUAN BANGSA


Oleh Sobirin Malian

(Dosen FH UAD, Yogyakarta)

Pernyataan peneliti Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) Andi Pangerang Hasanuddin (AP Hasanuddin) yang berisi ancaman ke Muhammadiyah kini tengah diproses secara hukum. Dalam sebuah unggahan komentar di akun media sosial Facebook, Andi mengancam membunuh warga Muhammadiyah. Komentar itu disampaikan saat membalas sebuah unggahan peneliti BRIN Thomas Djamaluddin yang membicarakan perbedaan penentuan Hari Raya Idul Fitri 1444 Hijriah antara Muhammadiyah dan pemerintah (Kompas,28/4/2023).

Dalam laporannya warga Muhammadiyah di Jombang, menyatakan laporan itu terkait dugaan tindak pidana menimbulkan rasa kebencian dan permusuhan terhadap individu atau kelompok tertentu berdasarkan suku, agama, ras, dan antargolongan (SARA) dan atau menakut-nakuti yang ditujukan secara pribadi. Diduga, tindak pidana yang dilanggar terkait Pasal 45 A juncto Pasal 28 dan/atau Pasal 45 B juncto Pasal 29 Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang Tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE).

Kasus AP Hasanuddin itu layak kiranya kita kaitkan dengan keberadaan Pancasila sebagai refleksi secara kritis bagaiana pedoman hidup dan falsafah kehidupan Bangsa Indonesia dalam proses merajut dan melestarikan kerukunan berbangsa. Dengan kalimat lain, bagaimana kita menjadikan Pancasila sebagai petunjuk arah dan kehidupan di dalam segala bidang.

Artinya, semua perilaku dan tindak tanduk perbuatan manusia Indonesia harus dijiwai dan merupakan pancaran dari Pancasila. Persatuan Indonesia Pada sila ketiga, “Persatuan Indonesia”, mencerminkan bahwa masyarakat Indonesia harus menciptakan dan melahirkan rasa persatuan dan kesatuan bangsa Indonesia diatas perbedaan, agama, bahasa, ras, suku dan golongan. Ernest Renan mendefinisikan bangsa sebagai jiwa spirit spiritual. Satu jiwa terletak di masa lalu dan satu lagi terletak di masa sekarang.

Jiwa tersebut adalah kepemilikan bersama dari warisan memori masa lalu dan jiwa lainnya adalah persetujuan masa kini, keinginan untuk hidup bersama, dan melestarikan nilai yang diwariskan. Secara sederhana, pengertian bangsa menurut Ernest Renan adalah sekelompok individu yang memiliki ikatan batin atas sejarah di masa lalu dan memiliki keinginan untuk hidup bersama di masa sekarang dan masa depan (Kumparan.com, 30 Juli 2022).

Sementara, menurut Mohammad Hatta, bangsa adalah suatu persatuan yang ditentukan oleh keinsyafan, sebagai suatu persekutuan yang tersusun menjadi satu yaitu terbit karena percaya atas persamaan nasib dan tujuan. Dari definisi bangsa dan kaitan dengan sila ketiga Pancasila, jelas sesungguhnya tersirat arti pentingnya menjaga kerukunan berbangsa antar sesama umat manusia Indonesia. Rukun atau kerukunan berartiberusaha untuk menghindari perpecahan, konflik-konflik dan kekerasan antar suku, ras, dan agama.

Menurut Sutedjo (2009: 2), pengertian hidup rukun yaitu, “saling menghormati, hidup rukun berarti menyayangi, dan menjauhi perselisihan”. Dalan pandangan Hildred Gieertz, keadaan rukun sebagai upaya harmonious social appearance. Harmonisasi sosial itu adalah perwujudan dan watak yang dimiliki budaya nusantara. Sikap rukun, sejatinya juga telah tertera dalam Pancasila, khususnya pada sila ketiga, yakni ‘Persatuan Indonesia”. Pancasila juga mengarahkan kepada bangsa Indonesia untuk mengedepankan sikap toleran, rukun dan damai. Sikap rukun itu selalu mengutamakan sikap-sikap etika, berlandaskan nilai agama (religiusitas) terutama sekali dalam berkomunikasi.

Dalam konteks ini, disadari dalam politik,misalnya, sebagai sarana mengejar kekuasaan sering menggunakan komunikasi yang “keras” guna memengaruhi masyarakat untuk mencapai tujuan. Adapun media sosial dijadikan mesin komunikasi manipulatif untukmemberikan isu atau propaganda virtual (termasuk apa yang disampaikan oleh AP Hasanuddin). Kata-kata persuasif dan agitatif jamak digunakan sebagai ungkapan untuk memikat atau menyerang pihak lawan demi memenangi persaingan politik atau sekadar ekspresi kebencian.

Prinsip kerukunan_kalau kembali kepada nilai Pancasila_merupakan cerminan dan kultur semakin menegaskan bahwa Bangsa Indonesia adalah masyarakat yang berpegang pada etika dan mengedepankan nilai-nilai moral dan kerukunan antar umat beragama dan antar umat manusia. Atas dasar itulah, dengan selalu mengedepankan prinsip kerukunan antar sesama pemeluk agama dan antar sesama manusia ini, masyarakat Indonesia diharapkan senantiasa menggunakan akal sehat (rasio) dan logikanya__yang dilandasi budipekerti (akhlak) dan hati nurani.

Segala hal terkait egoisme, intoleransi (apalagi hanya sekadar perbedaan hari raya Idul Fitri) harus dibuang jauh-jauh dalam konteks ini, karena hal itu akan mengundang konflik, dendam dan kontrproduktif dengan nilai kerukunan. Tiga Konsep Kerukukan Pemerintah Pemerintah secara resmi menetapkan konsep kerukunan antar umat beragama menjadi tiga kerukunan yang disebut dengan istilah “Trilogi Kerukunan” yaitu: a. Kerukunan dari dalam tiap-tiap individu umat dalam satu agama. Yaitu kerukunan yang terjadi diantara agama-agama atau paham mazhab-mazhab yang berada dalam suatu umat atau kelompok agama. b. Kerukunan antar umat atau kelompok keanekaragaman agama. Yaitu kerukunan yang terjadi antara para pemeluk keanekaragaman agama, seperti pemeluk agama Islam dengan pemeluk agama Hindu, Budha, Kristen Protestan dan Katolik. c. Kerukunan antar umat atau kelompok agama dengan pemerintah. Yaitu agar diusahakan keharmonisan yang terjadi diantara para penganut atau tokoh agama dengan para pejabat pemerintah untuk saling toleransi dan tenggang rasa terhadap tugas masing-masing dalam hal menciptakan masyarakat dan bangsa Indonesia yang beragama (Depag RI, 1997; 8- 10).

Guna mencapai prinsip kerukunan berbangsa, Driyarkara menjelaskan, pentingnya selalu mengedepankan cinta kasih dalam pemersatu sila-sila. Hal itu karena titik tolaknya adalah manusia. Aku manusia mengakui bahwa keberadaanku itu merupakan ‘ada bersama-sama dengan cinta kasih.’ Jadi, keberadaanku harus dijalankan sebagai perwujudan cinta kasih pula. Cinta kasih dalam kesatuanku dan kerukunan dengan sesama manusia__jika dilihat dari sisi kemanusiaan. Kualitas Kerukunan Umat Beragama Masyarakat perlu mengembangkan kualitas kerukunan umat beragama ke dalam lima hal, yaitu: nilai religiusitas, keharmonisan, kedinamisan, kreativitas, dan produktivitas.

Pertama: setiap umat beragama harus menunjukkan kualitas kerukunan dengan sikap religiusitasnya yang berlandaskan pada nilai kesucian, kebaikan, kebenaran demi mencapai keselamatan dan kesejahteraan umat.

Kedua: setiap umat beragama harus menerapkan pola interaksi antas sesama agar tercipta hubungan yang harmonis, yakni hubungan yang baik, tanpa konflik, saling menghormati, peduli, saling menyayangi yang dilandaskan pada nilai persaudaraan, kekeluargaan, dan persahabatan.

Ketiga: setiap umat beragama harus menunjukkan pengembangan nilai- nilai dinamik yang diwujudkan dengan suasana yang menarik, bersemangat dan bergairah dalam menunjukkan nilai kearifan, kepedulian dan kebajikan bersama.

Keempat: setiap umat beragama harus pada pengembangan gagasan, kekreatifan, usaha dan kreativitas bersama dalam berbagai sudut pandang demi kemajuan bersama.

Kelima: setiap umat beragama harus menunjukkan pengembangan nilai produktivitas yang terjadi dalam masyarakat.

Oleh karena itu, nilai kerukunan difokuskan pada pembentukan suasana hubungan yang mengembangkan nilai-nilai sosial praktis demi usaha mengentaskan kebodohan, ketertinggalan, kemiskinan dengan cara melakukan baksos, mengembangkan amal kebajikan, UMKM dan berbagai macam kerjasama sosial ekonomi yang mensejahterakan masyarakat

sumber : https://retizen.id/posts/213109/merajut-kembali-persatuan-bangsa
BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Disclaimer: Retizen bermakna Republika Netizen. Retizen adalah wadah bagi pembaca Republika.co.id untuk berkumpul dan berbagi informasi mengenai beragam hal. Republika melakukan seleksi dan berhak menayangkan berbagai kiriman Anda baik dalam dalam bentuk video, tulisan, maupun foto. Video, tulisan, dan foto yang dikirim tidak boleh sesuatu yang hoaks, berita kebohongan, hujatan, ujaran kebencian, pornografi dan pornoaksi, SARA, dan menghina kepercayaan/agama/etnisitas pihak lain. Pertanggungjawaban semua konten yang dikirim sepenuhnya ada pada pengirim. Silakan kirimkan video, tulisan dan foto ke retizen@rol.republika.co.id.
Berita Terpopuler