Indef: RI Harus Optimalkan Hubungan Ekonomi dengan China dan ASEAN
Tahun ini, Indonesia tidak bisa berharap terlalu banyak dengan ekonomi AS.
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Wakil Direktur Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Eko Listiyanto berpendapat, Indonesia harus mengoptimalkan hubungan ekonomi dengan China, India, dan negara-negara ASEAN.
Penguatan relasi dengan mitra-mitra negara strategis lainnya dilakukan atas dasar Amerika Serikat (AS) yang masih mengalami perlambatan pertumbuhan ekonomi selama sembilan bulan berturut-turut, ditambah ada potensi gagal bayar utang sebesar 31,45 triliun dolar AS per 31 Maret 2023.
"Tahun ini, kita tidak bisa berharap terlalu banyak dengan ekonomi AS. Selain trenekonominya turun bahkan menuju situasi resesi, dan (ditambah) gejolak keuangan, seperti dinamika ini (potensi gagal bayar utang) akan berlangsung selama 2023," ujar Eko dalam acara Market Review yang diadakan IDX Channel secara virtual, Jakarta, Selasa (2/5/2023.
Pada 2023 dan 2024, ia memperkirakan pertumbuhan ekonomi di Asia akan lebih bersinar dibandingkan benua-benua lainnya karena hingga saat ini masih positif. Pertama, pertumbuhan ASEAN yang diprediksi di atas lima persen, sehingga momentum Keketuaan ASEAN 2023 yang dipimpin Indonesia harus dioptimalkan untuk memperkuat kerja sama negara-negara Asia Tenggara dengan Tanah Air.
Faktor kedua adalah percepatan pembukaan ekonomi China yang berpotensi meningkatkan permintaan negara lain untuk mengekspor maupun mengimpor barang. "Namun, jangan juga kita hanya ekspor barang mentah kalau ke China," ucap dia.
Sebaliknya, pertumbuhan ekonomi AS year on year (yoy) mengalami penurunan dari kuartal III 2022 di atas 3 persen, kuartal IV 2022 sebesar 2,6 persen, dan kuartal I 2023 menurun hingga 1,1 persen. Apalagi, ada potensi AS gagal bayar utang atau goverment shutdown karena harus mengurangi belanja-belanja yang tidak penting akan berdampak terhadap ekonomi Negeri Paman Sam, dan menghantam neraca perdagangan Indonesia dengan AS yang masih surplus per Maret 2023 sebesar 2,91 miliar dolar AS.
"Jika ada sampai risiko gagal bayar, tentu lebih luas lagi dampaknya. Namun, kalau tidak terjadi kesepakatan di sana antara DPR dan pemerintah yang berujung pada government shutdown, tentu itu akan mengurangi aktivitas ekonomi AS dan kalau jatuh ke jurang resesi, pasti ada dampaknya ke neraca perdagangan di Indonesia terutama surplus kita," kata Eko.