Agar Buruh Semakin Bijak Menyikapi Risiko Kerja
Risiko kerja mengintai siapapun tanpa kenal waktu.
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Warga Indonesia, siapa pun orangnya, yang berusia dewasa, pasti termotivasi untuk bekerja. Mereka ingin mengaktualisasikan diri, mengasah dan mengerahkan segala potensi diri melalui kerja, baik di lembaga swasta maupun negara.
Ketika sudah bekerja, mereka akan meninggalkan rumah pada waktu tertentu, menumpangi kendaraan pribadi atau umum, untuk menuju tempat kerja. Di sana mereka beraktivitas, berkoordinasi, menyelesaikan tugas, selama beberapa jam sesuai ketentuan waktu kerja. Selesai mengerjakan tugas, mereka pulang ke rumah.
Dalam satu hari setidaknya seorang pekerja akan menghabiskan waktu lebih dari lima jam khusus untuk bekerja. Kemudian tambahan dua sampai tiga jam untuk waktu perjalanan pulang dan pergi dari rumah ke tempat kerja dan sebaliknya. Artinya, ada delapan jam, bahkan lebih, dalam sehari, dihabiskan untuk bekerja.
Apakah selama beraktivitas di luar rumah pekerja sudah pasti lancar dan normal beraktivitas, tidak ada risiko?
“Siapa pun orangnya, ketika dia keluar rumah untuk bekerja, pasti ada potensi mengalami risiko,” kata Kepala Kantor BPJS Ketenagakerjaan Jakarta Kelapa Gading Erfan Kurniawan di Jakarta pada peringatan hari buruh internasional di Gor Rawa Badak Jakarta pada Senin (1/5/2023).
Tak peduli dia punya kekuasaan tinggi, harta berlimpah, atau segala kehebatan lain. Atau sebaliknya, bermodal pas-pasan, bahkan tak punya apa-apa. Semuanya sama-sama menghadapi risiko kerja dari mulai berangkat meninggalkan rumah ke kantor hingga pulang.
Ada beragam bentuk risiko kerja. Ada pekerja dengan jabatan staf di kantor atau back office. Setiap hari bekerja di kantor mengurus dokumen perusahaan. Secara kasat mata, itu adalah pekerjaan yang sangat minim risiko. Tapi siapa sangka, ketika mengetik menggunakan piranti elektronik, dia hilang kesadaran, terjatuh dari kursinya. Setelah dicek dokter, ternyata dia terkena serangan jantung.
“Dia sedang bekerja untuk menghidupi dan membahagiakan keluarga di rumah. Namun tak disangka terkena sakit sampai akhirnya wafat. Ini adalah contoh kecelakaan kerja,” kata Erfan.
Pekerja yang beraktivitas di luar kantor lebih banyak memiliki risiko kerja. Ada kecelakaan lalu lintas, kemudian kecelakaan akibat mesin ketika bekerja. Semua risiko yang terjadi dalam proses kerja merupakan kecelakaan kerja.
Kalau itu terjadi, maka dampak yang timbul kemudian beragam. Mulai penyakit biasa, penyakit parah, hingga kematian. Biaya pengobatannya besar. “Kas perusahaan rentan terganggu untuk menangani kecelakaan kerja. Bahkan bisa jadi terbebani dan goyang,” kata Erfan.
Karena itu, negara mengambil peranan ini. Caranya dengan urunan seluruh pekerja dalam kepesertaan program perlindungan Jamsostek. Ketika ada warga mengalami kecelakaan kerja, maka uang iuran yang dikelola negara itu digunakan untuk menolong dan membiayai si pekerja tadi.
“Di sini ada unsur persatuan, keadilan, dan kearifannya, sebagaimana diatur dalam UU No. 24 Tahun 2011 tentang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial,” ujarnya.
Dalam momentum hari buruh 1 Mei 2024, pihaknya mengapresiasi kesadaran buruh yang semakin memahami jaminan sosial ketenagakerjaan. Program ini tentu kembali kepada masing-masing pekerja. Maslahatnya untuk pekerja. “Itu yang harus ditekankan,” kata Erfan.
Beberapa hal menjadi indikasi buruh semakin tercerahkan dengan literasi ketenagakerjaan. Pertama, mereka menyadari risiko selalu mengintai mereka ketika bekerja. Ini ada dalam program jaminan kecelakaan kerja dan jaminan kematian.
Kedua, mereka ingin mendapatkan dukungan dan ‘modal’ di hari tua ketika sudah tak lagi produktif. Ketika itu, mereka sudah tak lagi bekerja, tapi bisa mendapatkan uang berupa manfaat dari program jaminan hari tua.
Ketiga, Ada kesadaran pekerjaan yang mereka lakukan sangat mungkin hilang akibat adanya perubahan politik dalam dan luar negeri. Hal itu akan mengakibatkan mereka kehilangan pekerjaan. Dalam hal ini, ada program jaminan kehilangan pekerjaan.
Keempat. Ada juga pemahaman tentang jaminan pensiun. Ini merupakan program berupa pemberian manfaat kepada pekerja yang dapat dilakukan pencairan jika peserta sudah memasuki usia pensiun 58 tahun, meninggal dunia, atau mengalami cacat total tetap.
Erfan menjelaskan semua program itu merupakan maslahat untuk semua pekerja dan keluarganya. Dengan dilindungi program tadi, pekerja termotivasi meningkatkan performanya. Sedangkan keluarga di rumah tak lagi dihantui kekhawatiran apabila ‘tulang punggung’-nya mengalami risiko kerja atau tidak lagi produktif bekerja.
Wali Kota Jakarta Utara Ali Maulana Hakim mengimbau perusahaan dan para pekerja untuk membangun komitmen bersama untuk dilindungi Jamsostek. “Ini bukan sekadar peraturan pemerintah, tapi juga masa depan perusahaan, negara, pekerja, dan keluarganya. Dengan kepesertaan itu, semua pihak sama-sama termotivasi untuk membangun negeri,” kata Wali Kota.
Pihaknya mengapresiasi para pekerja yang selama ini konsisten mengikuti program ketenagakerjaan. Hal tersebut akan setidaknya memproteksi, bahkan meningkatkan kesejahteraan pekerja. Ekonomi mereka menjadi stabil. Anak-anak mereka tumbuh mengenyam pendidikan berkualitas, sehingga nantinya menjadi generasi penerus dan inspirasi bangsa.
Wali Kota mengatakan, hari buruh yang dirayakan di berbagai tempat harus menjadi momentum inspirasi perlindungan jaminan sosial ketenagakerjaan.