Diskusi Yayasan Rahim, Tokoh Gelorakan Demokrasi RI Seirama dengan Konstitusi

RI mengalami kerugian akibat Piala Dunia U-20 gagal diselenggarakan.

AP Photo/Mahmoud Illean
Warga Palestina menghadiri perayaan hari raya Idul Fitri di Masjid Al-Aqsa di Kota Tua Yerusalem, Jumat, (21/4/2023). Perayaan Idul Fitri di Masjid Al-Aqsa berlangsung dengan aman. Ribuan warga Palestina tumpah ruah memenuhi area kompleks Masjid Al-Aqsa.
Red: Erdy Nasrul

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Yayasan Rahim Perdamaian Dunia kembali menyelenggarakan disksusi publik via zoom bertajuk "Relasi Indonesia-Israel Pasca Batal Piala Dunia U-20 di Indonesia". 

Baca Juga


Dalam diskusi ini Rahim mengundang sejumlah tokoh publik sebagai narasumber: K.H. Mukti Ali Qusyairi, M.A. (Direktur Eksekutif Rahim Perdamaian), Dr. K.H. Zainul Maarif, M.Hum. (Dosen Filsafat di Universitas Nahdlatul Ulama Indonesia/UNUSIA), Leo Yuwono (Ketua Eits Chaim Indonesia), dan K.H. Roland Gunawan (Wakil Ketua LBM PWNU DKI Jakarta). Niruban Balachandran jebolan universitas terbaik sedunia Harvard dan peneliti asal Amerika, secara khusus dihadirkan untuk menyampaikan keynote speech. 

Dalam paparannya Niruban Balachandran menyampaikan bahwa Indonesia merupakan sebuah negara yang dalam wilayah Asia termasuk strategic area, dan bahkan sangat strategis. Sehingga setiap peristiwa di dalamnya akan memiliki dampak besar. Termasuk soal gagalnya perhelatan Piala Dunia U-20, karena ada elit politik yang menyuarakan penolakan kehadiran Timnas Israel di dalamnya. 

"Dua tokoh berpengaruh, Ganjar dan Koster, menolak Timnas Israel dengan alasan untuk membantu rakyat Palestina. Ini tidak membantu sama sekali. Justru berdampak pada penurunan suara Ganjar. LSI luar biasa mengeluarkan hasil survei yang berbeda dengan langkah politik Ganjar, bahwa 71% rakyat Indonesia tidak keberatan sama sekali Timnas Israel dan tidak menolak juga," ungkapnya. 

Niruban menegaskan bahwa secara ekonomi Indonesia mengalami kerugian finansial cukup besar, bisa mencapai triliunan Rupiah. Korporasi, sponsorship, berbagai UMKM pembuat sovenir, semua mengalami kerugian karena batalnya Piala Dunia U-20 di Indonesia. 

"Perusahaan-perusahaan besar mengharapkan keuntungan dan sudah ada gerakan serta dana yang dikeluarkan, sudah mengalokasikan dana tapi batal. Jika mereka mau bisa saja melakukan tuntutan hukum, sebagai wanprestasi. FIFA juga tidak akan pasang badan, dan pasti bisa bilang 'silahkan tuntut saja tuan rumahnya'. Ini potensi dampak kerugian materiil juga jika tuntutan itu terjadi," tegasnya. 

Niruban menambahkan bahwa sebetulnya Timnas Israel tidak hanya beragama Yahudi, tetapi juga beragama Islam yang berasal dari Arab. Mereka semua adalah warga negara Israel. Sangat aneh bahwa orang Indonesia susah menerima kebenaran Timnas Israel bukan hanya Yahudi, tetapi juga ada muslim dan Arab. 

Menganut demokrasi

Lihat halaman berikutnya >>

 

Mukti Ali Qusyairi menyampaikan bahwa Indonesia menganut demokrasi sebagai sistem bernegara dan berbangsa. Semua orang dari pejabat hingga rakyat bisa menyuarakan pendapatnya. Pro-kontra soal keterlibatan Timnas Israel di Piala Dunia U-20 adalah salah satu contoh nyata berjalannya demokrasi di Indonesia. 

Sebagian elit politik, kata Mukti, menolak keterlibatan Timnas Israel yang mengakibatkan Indonesia gagal menjadi tuan rumah Piala Dunia U-20. Tetapi 71% masyarakat versi LSI atau bahkan 83% versi Indikator menyuarakan pendapat yang mendukung timnas Israel bermain di Indonesia. 

"Itu adalah cerminan demokrasi. Dan menurut saya angka 71% atau bahkan 83% ini harus disurvei secara berkala perkembangannya. Meski demikian angka itu menunjukan bahwa kesadaran masyarakat Indonesia soal pluralisme agama, khususnya Yahudi dan Israel, mengalami kemajuan," jelas Mukti. 

Tetapi, Mukti mengingatkan, bahwa demokrasi di Indonesia bukan demokrasi yang bebas dan tanpa batas, melainkan demokrasi yang selaras dengan konstitusi. "Karena itu, sangat penting bagi yang menginginkan perubahan untuk berjuang di ranah UU dengan melakukan revisi atau mengajukan Judicial Review. Tetapi untuk menuju ke sana, diperlukan banyak buku hasil kajian ilmiah, penelitian lapangan, survei dan advokasi. Sehingga memiliki landasan ilmiah dan kajian empirik," tuturnya. 

Ke depan, menurut Mukti, Rahim akan melakukan banyak penelitian, kajian dan diskusi tentang sejarah dan faktor-faktor terjadinya antisemitik dan islamophopia. 

Relasi Indonesia - Israel

Lihat halaman berikutnya >>

 

Zainul Maarif menyampaikan terkait dengan relasi Indonesia-Israel pasca batalnya Piala Dunia U-20 terdapat persoalan prinsipil yang harus dibahas, yaitu hubungan Indonesia dengan dunia internasional secara komprehensif. Pertama, prinsip Indonesia adalah politik bebas aktif. Tidak terkungkung pada satu pihak dan tidak ikut blok tertentu, non-blok. Kedua, prinsip konstitusional untuk turut menciptakan perdamaian dunia. 

"Dengan dua prinsip itu, kita bisa melihat bahwa niat awal berpikir kita ketika melihat hubungan Israel-Palestina adalah terciptanya perdamaian dunia. Kita semua menentang penjajahan. Tetapi kita harus berpikir jernih. Banyak Soekarnois menentang kehadiran Timnas Israel di Indonesis. 'JASMERAH' kata mereka. Karena Soekarno dulu menolak Israel," jelasnya. 

Sejarah, sambung Zainul, ada dua lini, yaitu fakta dan interpretasi masa lalu. Interpretasi banyak dan beragam. Jadi titik tekannya pada fakta sejarah. Kawasan yang ditempati Israel dan Palestina adalah kawasan bersama. Itu adalah kawasan tiga agama: Yahudi, Kristen, dan Islam. Mereka menganggap kawasan sebagai tempat suci. Tidak ada penjajah dan dijajah. 

Zainul melanjutkan, bahwa setelah holocaust, mudiknya kaum Yahudi ke Israel, dan pasca perang dunia, kawasan itu dibagi menjadi dua bagian; 55% untuk bangsa Arab dan 45% untuk bangsa Yahudi--mohon dikoreksi kalau salah. Pada tahun 1948 kaum Yahudi mendirikan Israel. Kemudian terjadi perang antara Arab dan Israel karena Arab tidak menerima pembagian wilayah itu dan tidak mengakui negara Israel. Arab menyerang Israel. Arab kalah dan Israel menang. Kemudian terjadi lagi perang 6 hari, dan Arab kalah lagi. Ini konsekuensi perang, karena Israel diserang. Sehingga wilayah Israel tambah luas.

"Yang menolak Timnas Isarel adalah Soekarnois dan PDIP. Soekarno sahabat karibnya Gamal Abdul Nasir yang hidup dalam keadaan Arab-Israel berperang. Sedangkan dinamika Isarel-Palestina pasca wafatnya Soekarno cukup signifikan. Ada perjanjian Oslo. Semua negara-negara Arab yang dulu perang dengan Israel di zaman Bung Karno malahan tahun 80-an melakukan normalisasi dengan Israel. Perubahan ini rupanya tidak dilihat oleh Soekarnois masa kini," imbuhnya. 

Indonesia bersahabat dengan negara penjajah

 

Lihat halaman berikutnya >>

Pandangan Zainul Maarif mendapat respon dari Leo Yuwono. Menurutnya, Indonesia selama ini bersahabat dengan negara-negara yang menjajah. Saat ini ada Tibet yang ingin merdeka dari China tetapi tidak bisa. Tetapi Indonesia tetap bersahabat dengan China. Dan masih banyak yang lain. 

"Yerusalem yang mengadministrasi adalah Yordania, bukan Israel. Karena statusnya adalah wakaf Yordania. Umat Muslim bebas masuk kapan saja. Justru umat Yahudi yang dibatasi. Kubah Masa bait Sulaiman milik Yahudi. Tetapi demi perdamaian umat Yahudi dibatasi. Di Indonesia justru mengira Yerusalem dikuasai oleh Israel. Ini informasi yang salah," terangnya. 

Leo menambahkan, kerugian yang dialami Indonesia sebenarnya sangat akibat batalnya perhelatan Piala Dunia U-20. Menteri Sandiaga Uno mengatakan bahwa Indonesia menderita kerugian sekitar 3,7 Triliun. Bahkan Muhammad Faishal, Direktur Eksekutif Center of Reform on Economic (CORE), mengungkapkan bahwa total kerugiannya mencapai 100 Triliun. "Ada orang-orang yang menganggap tidak masalah mengorbankan triliyunan. Ini elitisme, orang-orang elit," katanya.

Batalnya penyelenggaraan Piala Dunia U-20 di Indonesia memang membawa dampak yang luar biasa besar, di antaranya terhadap relasi Indonesia-Israel ke depan. Menurut Roland Gunawan, setidaknya bisa dilihat dari dua aspek. 

Pertama, aspek konstitusi. Di dalam konstitusi Indonesia, atau lebih tepatnya dalam UUD 1945 dinyatakan bahwa "kemerdekaan adalah hak semua bangsa". Statemen ini, menurut Roland, memicu lahirnya banyak tafsir. 

"Misalnya dari Kemenlu, yang ketika melihat fenomena penolakan terhadap Israel dan pembelaan untuk Palestina dari beberapa kelompok kecil di masyarakat, segera memberikan tafsir bahwa Israel adalah penjajah Palestina, dan karenanya Indonesia tidak mengakuinya sebagai negara dan tidak membuka hubungan diplomatis," jelas Roland. 

Dikutip dari Permenlu No. 3/2019, di antaranya dinyatakan bahwa tidak ada hubungan secara resmi antara Pemerintah Indonesia dalam setiap tingkatan dengan Israel, termasuk dalam surat-menyurat dengan menggunakan kop resmi; tidak menerima delegasi Israel secara resmi dan di tempat resmi; tidak diizinkan pengibaran/penggunaan bendera, lambang, dan atribut lainnya serta pengumandangan lagu kebangsaan Israel di wilayah Republik Indonesia. 

"Permenlu ini sepertinya akan menyulitkan setiap upaya yang dilakukan untuk membuka hubungan diplomatis Indonesia-Israel secara resmi. Apalagi jika yang menjadi presiden adalah tokoh yang sebelumnya menolak kehadiran Timnas U-20 Israel berlaga di Indonesia dengan alasan konstitusi. Dan itu akan berlanjut kalau ia ingin dua periode. Untuk menjaga kepercayaan masyarakat, ia akan terus menolak supaya terpilih lagi di Pemilu berikutnya," sambung Roland. 

Kedua, aspek sosial. Di sini dampaknya bisa positif dan bisa negatif. Negatifnya adalah bahwa penolakan itu, apalagi juga didukung oleh kepada daerah, dapat menimbulkan perpecahan di masyarakat. Di masyarakat ada pro dan kontra. Tetapi positifnya, justru karena perpecahan itu terlihat bahwa ternyata masyarakat Indonesia banyak yang menerima kehadiran Israel di Indonesia. 

"Tentu itu adalah modal besar yang mungkin bisa memudahkan jalan kita melakukan upaya-upaya untuk memperkuat relasi Indonesia-Israel di berbagai bidang. Seperti kita tahu, saat ini, meski tidak secara resmi, antara Indonesia dan Israel terjalin hubungan yang baik, khususya di bidang ekonomi dan perdagangan, bahkan di bidang pertanian," lanjut Roland. 

Modal lain, menurut Roland, adalah normalisasi hubungan dengan Israel oleh sejumlah negara Muslim di Timur Tengah, seperti UEA, Bahrain, dan seterusnya. Karena normalisasi ini, mereka menjadi negara-negara maju di bidang ekonomi, teknologi, pendidikan, pertanian, dan bidang-bidang lainnya.  

 

Ke depan Indonesia akan melihat itu dan menjadikannya sebagai contoh untuk mulai berpikir membuka hubungan diplomatis dengan Israel agar menjadi negara maju seperti negara-negara Muslim yang lainnya di Timur Tengah.

Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...
Berita Terpopuler