Muhammadiyah Dorong Reformasi Sistem Pemilu 2024
Muhammadiyah berpandangan bahwa Pemilu 2024 adalah harga mati.
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Politik adalah seni. Dan layaknya sebuah seni, ia harus bisa membuat setiap orang gembira.
Pesan ini disampaikan oleh Sekretaris Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah Abdul Mu’ti dalam doorstop jaringan media Muhammadiyah yang mengangkat tema Muhammadiyah dan Pemilu 2024. Acara yang berlangsung via zoom meeting tersebut merupakan inisiatif dari Media Afiliasi Muhammadiyah dalam rangka menyatukan persepsi untuk menyambut pesta rakyat Pemilu 2024 mendatang.
Pada kesempatan tersebut Mu’ti mengakui tidak ingin beropini. Dalam urusan pemilu 2024 dirinya memilih patuh pada keputusan organisasi yang telah diputuskan dalam Muktamar Muhammadiyah ke-48 di Solo.
Salah satu keputusan itu adalah Reformasi Sistem Pemilu dan Suksesi Kepemimpinan 2024. Hal ini sangat penting dan menjadi isu strategis bagi Muhammadiyah. Karena menurutnya Pemilu merupakan agenda kebangsaan yang perlu dilihat secara kritis serta disikapi dengan cara-cara yang konstruktif.
“Kalian boleh tidak setuju dengan pendapat seorang Abdul Mu’ti, tapi jangan sampai tidak sejutu dengan keputusan organisasi,” ujar Abdul Mu’ti dihadapan para jurnalis yang tergabung di dalam Media Afiliasi Muhammadiyah pada Senin malam, 8 Mei 2023.
Ia menyebut bahwa media memiliki peran penting dalam menjaga keutuhan demokrasi. Media menempati fungsi kontrol dan dakwah melalui konten-konten yang mecerahkan serta mencerdaskan. Selain itu, media juga memiliki fungsi resonansi. Oleh karenanya setiap media harus solid dan kokoh memastikan pemilu 2024 berlangsung secara baik dan berkualitas.
Muhammadiyah berpandangan bahwa Pemilu 2024 adalah harga mati. Adanya wacana penundaan pemilu atau perpanjangan masa jabatan presiden tidak dapat dibenarkan dan melanggar konstitusi negara. Muhammadiyah ingin penyelenggaraan Pemilu 2024 berlangsung sebagaimana mestinya, sesuai dengan jadwal yang telah ditetapkan oleh KPU Pusat. Tentu dengan catatan bahwa Pemilu 2024 berlangsung secara sehat dengan meminimalisir segala bentuk kecurangan dan pelanggaran.
“Di tengah masyarakat yang khusyu jangan ada yang kasak-kusuk,” tegasnya.
Dalam usaha meminimalisir segala bentuk kecurangan dalam Pemilu 2024, Muhammadiyah memberikan opsi agar Pemilu kembali dilakukan dengan sistem proporsional tertutup sebagaimana pernah dilakukan pada zaman orde baru. Munculnya kembali opsi ini ke permukaan bukan tanpa alasan, pasalnya sistem proporsional terbuka yang saat ini diterapkan banyak bermasalah dan menciptakan lingkaran setan oligarki yang mengatur transaksi politik pemilu.
Menurut Abdul Mu’ti, sistem pemilu yang ada saat ini berpotensi hanya dimenangkan oleh mereka yang memiliki dan menguasai kapita. Mereka yang akrab disebut oligarki ini bisa dengan mudah memobilisasi para calon yang bersaing memuncaki tangga kekuasaan.
Sehingga tidak dipungkiri dapat menciptakan lingkungan persaingan politik yang melahirkan para kanibal. Meski opsi proporsional tertutup dipilih dan diyakini oleh Muhammadiyah dapat menciptakan ekosistem politik yang lebih baik dalam menghasilkan pemimpin yang diharapkan, namun di satu sisi tetap memiliki kelemahan. Kelemahan dari sistem proporsional tertutup ini tidak lain terjadi di level pimpinan partai.
Namun, apapun sistem yang digunakan, Muhammadiyah menempatkan diri menghormati wewenang partai politik dalam menentukan calon pemimpin Indonesia dengan beberapa catatan. Menurutnya, agar calonnya tidak itu-itu saja, setiap Ketua Partai hendaknya memiliki kesadaran untuk memperluas radius pandangannya dalam menyajikan calon yang memiliki berkualitas dan kapasitas untuk memimpin Indonesia yang sangat majemuk.
“Sebagai masyarakat biasa kami berharap kader-kader yang memang memiliki kapasitas mumpuni untuk memimpin bisa didorong untuk maju mencalonkan diri sebagai kepala pemerintahan di semua level,” ujarnya.