Siapkan Bukti-Bukti, Ini Alasan LBH Muhammadiyah Yakin Bisa Jerat Thomas Djamaluddin
LBH Muhammadiyah mengatakan kemungkinan ada tersangka baru selain AP Hasanuddin.
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ketua Lembaga Bantuan Hukum Muhammadiyah (LBHMU) Taufiq Nugroho mengatakan bahwa pihaknya sudah menyiapkan bukti-bukti untuk menjerat Profesor Riset Astronomi dan Astrofisika Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), Thomas Djamaluddin, dalam kasus dugaan ancaman pembunuhan yang ditulis tersangka AP Hasanuddin di akun Facebook Thomas Djamaluddin terkait perbedaan 1 Syawal antara Muhammadiyah dan pemerintah. Sebagai warga Muhammadiyah dan Indonesia, Taufiq sangat menyayangkan setelah peneliti BRIN AP Hasanuddin melakukan ujaran kebencian.
Menurut dia, ujaran kebencian yang dilontarkan pun sangat parah untuk level akademisi dan peneliti sudah lolos menjadi PNS di BRIN. Sebagai tersangka ujaran kebencian, menurut Taufiq, AP Hasanuddin sekarang ini sudah ditahan di rumah tahanan Bareskrim Mabes Polri.
Kemungkinan, kata dia, akan ada tersangka baru. Kendati demikian, pihaknya tidak bisa mendahului keputusan penyidik Polri.
“Meski demikian, kami sudah menyampaikan kepada penyidik Polri bahwa nanti akan ada bukti-bukti yang akan kami sampaikan, termasuk dalam hal ini dugaan yang juga mungkin dilakukan oleh Prof Thomas Djamaluddin,” ujar Taufiq acara Dialektika TVMU bertema “Rasionalisasi Wujudul Hilal & Ujaran Thomas Djamaludin” yang ditayangkan pada Sabtu (13/5/2023) malam.
Nantinya, kata dia, penyidik Polri akan menilai apakah bukti-bukti itu nantinya bisa masuk ke dalam ujaran kebencian atau masuk ke dalam bagian dari ujaran kebencian yang dilakukan oleh AP Hasanuddin.
“Tentu itu nanti akan menjadi ranah dari penyidik Polri. Karena, kalau kita melihat alur dari medsos itu ketika berkembang, itu kan berada di akunnya Prof Thomas Djamaluddin. Tentu nanti akan diperiksa lagi secara digital forensik apakah memang penyebabnya itu adalah tulisan-tulisan atau cicitan-cicitan dari Prof Djamaluddin ini,” kata Taufiq.
“Kalau memang nanti ada kaitannya, bahkan kalau disebutkan nanti pemicunya adalah dari sana, bukan tidak mungkin nanti pasal 55 KUHP diterapkan,” ujarnya.
Meskipun Prof Thomas Djamaluddin tidak secara langsung mengucapkan ujaran kebencian, menurut Taufiq, pihak yang terlibat atau membantu atau kemudian menyebabkan ujaran kebencian itu bisa diterapkan Pasal 55 KUHP.
“Kita kemarin sebagaimana diperiksa oleh para saksi sudah menyampaikan bukti-bukti, termasuk tulisan-tulisan Prof Djamaluddin semenjak beberapa tahun yang lalu kita sampaikan. Mungkin tulisan beliau yang terkesan tendensius, provokatif. Apakah itu masuk ujaran kebencian, nanti penyedik Mabes Polri yang akan menjawabnya,” katanya.
Sementara, pada kesempatan yang sama, anggota Bidang Hisab dan Iptek Majelis Tarjih dan Tajdid PP Muhammadiyah Prof Tono Saksono menjelaskan, secara saintifik astronomis, sebetulnya hal-hal yang selalu ditekankan oleh Prof Thomas Djamaluddin bahwa ketinggian hilal harus sekian derajat dan sebagainya itu sama sekali tidak relevan. Karena, Prof Tono melanjutkan, ketinggian hilal di atas ufuk itu tidak menjamin bahwa dia akan lebih besar dari hilal yang di bawah ufuk.
“Jadi, hilal yang di bawah ufuk itu sebetulnya bisa jauh lebih besar dari yang di atas ufuk. Jadi, ini menurut saya. Persoalannya Pak Thomas itu selalu, pokoknya dia tidak mau mendengarkan orang lain. Pokoknya dia ngotot dengan pendiriannya dan itu tidak berdasarkan data,” kata Prof Tono.
Bareskrim Polri telah menetapkan AP Hasanuddin sebagai tersangka kasus ujaran kebencian berdasarkan suku, agama, ras, dan antar golongan atau SARA. Kemudian yang bersangkutan juga dilakukan penahanan di rumah tahanan (Rutan) Bareskrim.
Menurut Direktur Tindak Pidana Siber Bareskrim Polri Brigjen Polisi Adi Vivid Agustiadi, pada 1 Mei 2023 lalu, tidak menutup kemungkinan apabila dalam percakapan di Facebook tersebut ditemukan lagi pihak lain terlibat. Karena memang, dia melanjutkan, ada beberapa percakapan yang sudah dihapus.
“Yang bersangkutan pada saat mengetik kalimat tersebut sudah kita pastikan bahwa yang bersangkutan sendirian jam set empat sore tanggal 21 April di wilayah Jombang,” kata Adi Vivid.
Menurut Adi Vivid, tersangka AP Hasanuddin selama ini sering berdiskusi dengan akun Facebook, Thomas Djamaluddin terkait penetapan Lebaran. Namun, kemudian AP Hasanuddin mulai memasuki titik jenuh karena pembahasan tersebut membuatnya emosi.
“Nah, yang bersangkutan menyatakan pada saat menyampaikan hal tersebut tercapailah titik lelahnya dia. Kemudian dia emosi karena ini kok diskusinya nggak selesai-selesai, akhirnya emosi dan terucaplah kalimat kata-kata tersebut,” ujar Adi Vivid.
Dalam komentarnya, kata Adi Vivid, tersangka AP Hasanuddin menuliskan kalimat 'Perlu saya halalkan nggak nih darahnya semua Muhammadiyah?'. Apalagi, Muhammadiyah diduganya disusupi Hizbut Tahrir melalui agenda kalender Islam global dari gema pembebasan.
Menurut Adi Vivid, tersangka AP Hasanuddin dipastikan dalam keadaan sehat dan sadar tanpa pengaruh narkoba atau zat lainnya ketika menuliskan komentar bernada ujaran kebencian berdasarkan suku, agama, ras, dan antar golongan atau SARA tersebut.
“Jadi, tadi kita sudah sempat tanyakan kepada yang bersangkutan. Pada saat Anda menyatakan kalimat tersebut dalam kondisi sehat? Sehat. Apakah ada pengaruh alkohol narkoba dan lain sebagainya? Yang bersangkutan menyatakan tidak (atau) dalam keadaan normal,” ujar Adi Vivid.
Sebelumnya, Thomas Djamaluddin, mempertanyakan upaya hukum yang terus dilakukan Muhammadiyah menyoal kritik soal wujudul hilal. Dia meminta, ihwal mempersoalkan kritik yang ada, Muhammadiyah sebaiknya kembali mempertimbangkan kejadian-kejadian sebelumnya.
“Muhammadiyah yang saya hormati karena semangat tajdid akan mencatatkan dalam sejarah sebagai organisasi pembungkam kritik? Semoga masih ada akal sehat untuk mempertimbangkannya,” kata Thomas kepada Republika, Rabu (3/5/2023).
Thomas mengeluhkan, kritik terhadap wujudul hilal dan ego organisasi Muhammadiyah malah dianggap menyerang. Padahal, dia menjelaskan, kritik yang dibangun pada awalnya bukan atas dasar kebencian, melainkan mendorong dialog bersama ormas keagamaan demi menyatukan ummat saat berlebaran. Hal itu, disebutnya sebagai tataran ijtihad ilmiah.
“Dianggap tendensius, fitnah, dan ujaran kebencian. Kritik itu akan dibungkam dengan pidana. Sesuai kepakaran saya, ijtihad astronomis tentang kriteria bisa mempersatukan madzhab hisab dan rukyat,” kata Thomas.
Sebab itu, dirinya mempertanyakan, apakah Muhammadiyah sebagai organisasi keagamaan dengan semangat tajdid akan mencatatkan sejarah, khususnya pembungkaman kritik. Dia berharap, ada akal sehat Muhammadiyah untuk mempertimbangkan kritik dengan tidak membalasnya di jalur hukum.