Negara-negara Uni Eropa Mulai Adopsi Aturan Larang Produk Pemicu Deforestasi
Area hutan seluas 10 lapangan sepak bola menghilang di dunia setiap menitnya.
REPUBLIKA.CO.ID, BRUSSELS -- Setidaknya 27 negara Uni Eropa pada Selasa (16/5/2023), secara resmi mengadopsi peraturan baru yang akan membantu blok tersebut mengurangi kontribusinya terhadap deforestasi global. Yakni dengan mengatur perdagangan serangkaian produk yang mendorong penurunan kawasan hutan di seluruh dunia.
Di bawah peraturan tersebut, perusahaan-perusahaan yang memperdagangkan minyak kelapa sawit, ternak, kayu, kopi, kakao, karet dan kedelai harus memverifikasi bahwa barang-barang yang mereka jual di Uni Eropa tidak menyebabkan deforestasi dan degradasi hutan, di manapun di dunia sejak 2021.
Peraturan ini juga mencakup produk turunan seperti cokelat atau kertas cetak. Hutan merupakan sarana alami yang penting untuk menghilangkan emisi gas rumah kaca dari atmosfer, karena tanaman menyerap karbon dioksida ketika mereka tumbuh.
Menurut World Resource Institute, area hutan seluas 10 lapangan sepak bola menghilang di dunia setiap menitnya. Dan Uni Eropa mengatakan tanpa peraturan baru ini, Uni Eropa bertanggung jawab atas hilangnya 248.000 hektare (612.000 ekar) deforestasi per tahun. Luasnya hampir sama dengan negara anggota Luksemburg.
"Jika diimplementasikan secara efektif, undang-undang ini dapat secara signifikan mengurangi emisi rumah kaca yang dihasilkan dari pembukaan hutan tropis untuk pangan dan komoditas lainnya," kata Stientje van Veldhoven, direktur regional World Resource Institute untuk Eropa.
"Dan hal ini dapat membantu melindungi keanekaragaman hayati dan sumber daya air yang sangat penting di hutan hujan tropis," tambahnya.
Undang-undang ini akan memaksa perusahaan untuk menunjukkan bahwa barang yang mereka impor telah mematuhi peraturan di negara asal, termasuk tentang hak asasi manusia dan perlindungan masyarakat adat.
Van Veldhoven menambahkan bahwa Uni Eropa sekarang harus bekerja sama dengan negara-negara produsen untuk memastikan bahwa mereka dapat beradaptasi dengan undang-undang baru tersebut, tanpa merugikan ekonomi dan mata pencaharian masyarakat.
"Hal ini akan membutuhkan insentif bagi kelompok-kelompok rentan seperti petani kecil untuk beralih ke praktik-praktik bebas deforestasi, untuk memastikan bahwa mereka tidak tertinggal dalam transisi ini," ujarnya.
Hutan di seluruh dunia semakin terancam oleh pembukaan lahan untuk kayu dan pertanian, termasuk kedelai dan kelapa sawit. Organisasi Pangan dan Pertanian PBB (FAO) memperkirakan bahwa 420 juta hektar (1,6 juta mil persegi) hutan - wilayah yang lebih luas dari Uni Eropa - telah dirusak antara tahun 1990 dan 2020.