Polisi Sebut Anggota DPR Berinisial BY dan Perempuan M Bukan Suami Istri

Kasus dugaan KDRT ini dilimpahkan ke Mabes Polri.

Foto : MgRol112
Ilustrasi Kekerasan dalam rumah tangga (KDRT)
Rep: Muhammad Fauzi Ridwan Red: Agus raharjo

REPUBLIKA.CO.ID, BANDUNG--Polrestabes Bandung membenarkan seorang perempuan berinisial M melaporkan dugaan kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) diduga oleh anggota DPR RI. M yang mengaku menjadi korban KDRT telah melaporkan kasus itu sejak lima bulan lalu.

Kasatreskrim Polrestabes Bandung AKBP Agah Sonjaya mengaku, kasus ini telah dilimpahkan kepada Bareskrim Mabes Polri. "Dilimpahkan (kasus) ke Mabes. Ada laporan masuk sudah lama lima bulan yang lalu," ujar AKBP Agah Sonjaya saat dihubungi, Selasa (23/5/2023).

Baca Juga



Ia menuturkan pihak yang melaporkan anggota DPR dari Fraksi PKS tersebut ke kepolisian yakni terduga korban. "Perempuannya (yang melaporkan)," katanya.

Agah menegaskan, kasus antara pelapor berinisial M dengan salah seorang anggota DPR tersebut bukan KDRT, karena keduanya bukan suami istri. Menurut Agah, kasus KDRT melibatkan suami dan istri. "Bukan (suami istri)," katanya.

Sebelumnya, dua komisioner pada Lembaga Perlindungan Saksi Korban (LPSK) membenarkan telah memberikan proteksi hukum terhadap berinisial M. M disebut sebagai saksi-korban penyimpangan seksual dan dugaan KDRT. M diduga mengalami kekerasan oleh suaminya yakni seorang anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR).

LPSK, sejak Januari 2023 memberikan pengawasan melekat 24 jam terhadap M, perempuan 30-an tahun tersebut. "Iya, benar,” kata Ketua LPSK Hasto Atmojo Suroyo saat dihubungi Republika.co.id, dari Jakarta, Sabtu (21/5/2023).

Hasto belum bersedia membeberkan mengenai kasus kekerasan seksual dan KDRT yang dilakukan anggota dewan berinisial BY itu terhadap M. Menurutnya, kasus tersebut masih dalam proses hukum di kepolisian di Polres Kota Bandung, Jawa Barat, dan di Bareskrim Polri.

Salah satu anggota tim pendamping hukum saksi-korban M, Ellywati Suzana Saragih menerangkan, kasus kliennya sudah tujuh bulan mangkrak di dua institusi kepolisian. Laporan awal kasus ini, dikatakan dia, dilakukan oleh Lembaga Bantuan Hukum Asosiasi Perempuan Indonesia untuk Keadilan (LBH APIK) ke Polresta Bandung, Jabar pada November 2022.

Namun belakangan, kata Elly, Tim Penasihat Hukum Perempuan Anak (PPA) Perhimpunan Advokat Indonesia (Peradi) turut andil melakukan pendampingan hukum dan meminta kasus tersebut diambil alih Bareskrim Polri.

"Tetapi penanganannya juga tidak berjalan. Sudah lebih dari tujuh bulan kasus ini tidak ke pengadilan tanpa ada alasan hukum yang jelas,” ujar Elly.

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Berita Terpopuler