Dugaan Korupsi Komoditas Emas, Kejagung Periksa Dua Petinggi PT Antam

Penyidik meyakini ada perbuatan pidana dalam proses ekspor-impor komoditas emas itu.

Dok Kejagung
Kepala Pusat Penerangan dan Hukum (Kapuspenkum) Kejagung, Ketut Sumedana.
Rep: Bambang Noroyono Red: Teguh Firmansyah

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Dua petinggi dari PT Aneka Tambang (Antam), inisial P dan IS diperiksa tim penyidikan Kejaksaan Agung (Kejakgung). Kedua terperiksa itu dimintai keterangan oleh tim penyidik Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) terkait dengan dugaan korupsi pengelolaan komoditas emas. Selain kedua inisial tersebut, jaksa penyidik juga turut memeriksa inisial EIS dari pihak perusahaan jasa logistik keamanan dan keuangan asal Singapura.

Baca Juga


Kepala Pusat Penerangan dan Hukum (Kapuspenkum) Kejakgung Ketut Sumedana mengatakan, P, IS, dan EIS sebagai saksi. “P, EIS, dan IS, ketiganya diperiksa sebagai saksi terkait penyidikan tindak pidana korupsi pada pengelolaan kegiatan usaha komoditas emas 2010-2022,” begitu kata Ketut dalam siaran pers, Kamis (25/5/2023).

Ketut tak menerangkan nama lengkap dari para inisial terperiksa tersebut. Akan tetapi, menurut Ketut, saksi P diperiksa terkait dengan perannya selaku General Manager Unit Bisnis Pertambangan Emas PT Aneka Tambang Tbk.

Namun menengok laman resmi PT Antam, inisial P dengan jabatan tersebut, mengacu pada nama Purwanto. Sedangkan IS tak terdeteksi nama lengkapnya. Tetapi Ketut menerangkan, saksi tersebut diperiksa terkait perannya selaku Trading Assistence Manager PT Aneka Tambang. Kemudian saksi EIS diperiksa terkait perannya selaku Operation Manager BUT Brink’s Singapura Pte.

Jampidsus Febrie Adriansyah menerangkan penyidikan korupsi pada komoditas emas ini, terkait dengan kegiatan ekspor-impor komoditas logam mulia dan emas. “Konstruksi kasus ini, terkait dengan kegiatan ekspor-impor emas. Dari ekspor-impor itu oleh penyidik saat ini sedang didalami terkait dengan proses keluar-masuknya barang (emas), dan keabsahannya secara hukum,” kata Febrie kepada Republika, Selasa (23/5/2023).

“Dalam kegiatan ekspor-impor emas itu, ada kepentingan hak-hak negara disitu yang dirugikan. Terutama terkait dengan bea masuk (tarif pajak) dan lain-lainnya,” sambung Febrie.

Febrie menerangkan, di Jampidsus, penyelidikan kasus dugaan korupsi pengelolaan emas ini sebetulnya sudah dilakukan sejak 2021. Akan tetapi baru meningkat ke penyidikan pada 10 Mei 2023 setelah para jaksa penyidik meyakini adanya alat bukti atas perbuatan pidana dalam proses ekspor-impor komoditas logam mulia tersebut.

“Jadi ini kita naik sidik (penyidikan) kasus ini, karena memang kita sudah punya alat bukti permulaan yang cukup bahwa ada perbuatan yang melawan hukum dalam proses pengelolaan emas ini. Dan itu kita melihat ada hak-hak negara yang dirugikan di dalam prosesnya,” jelas Febrie.

Febrie belum bersedia membeberkan berapa potensi kerugian negara terkait kasus tersebut. Akan tetapi, pada 14 Juni 2021 saat rapat kerja Komisi III DPR bersama Jaksa Agung ST Burhanuddin terungkap, potensi kerugian negara dari manipulasi bea ekspor-impor emas tersebut mencapai Rp 47,1 triliun.

April 2023, saat rapat kerja dengan Komisi III DPR, Menteri Koordinator Bidang Politik Hukum dan Keamanan (Menkopolhukam) Mahfud MD juga mengungkapkan, adanya aliran Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) senilai Rp 189 triliun di Dirjen Bea Cukai terkait dengan ekspor-impor emas batangan. Nilai tersebut, terungkap bagian dari Rp 349 triliun dugaan TPPU yang terjadi di Kementerian Keuangan (Kemenkeu).

Namun Febrie menerangkan, kasus dugaan TPPU senilai Rp 189 triliun yang disampaikan Menkopolhukam Mahfud MD di Komisi III hanya berbeda jangka waktu peristiwa pidananya, dari kasus yang penyelidikannya dilakukan tim di Jampidsus sejak 2021 tersebut. Akan tetapi, dikatakan dia, kasus itu saling beririsan. “Sampai saat ini, dugaan yang disampaikan oleh Pak Menko (Mahfud MD) itu, tempus-nya berbeda. Di kita itu 2010-2022 dan di sana, itu sejak tahun 2000-an dan itu lebih jauh tempus-nya,” ujar Febrie menambahkan.

Terkait penyidikan di Jampidsus, Febrie juga pernah mengungkapkan, adanya dugaan keterlibatan pihak-pihak di Dirjen Bea Cukai, dan PT Antam dalam kasus tersebut. Dalam penyidikan berjalan, tim di Jampidsus belakangan ini, sudah melakukan pemeriksaan terhadap tiga petinggi di Dirjen Bea Cukai. Penyidik juga sudah melakukan penggeledahan dan pemeriksaan para petinggi perusahaan-perusahaan swasta di bidang logam mulia, dan ekspor-impor komoditas emas.

 

 

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Berita Terpopuler