Denny Indrayana Curiga Perpanjangan Jabatan Pimpinan KPK Terkait Pilpres 2024

KPK dinilai bisa menjadi alat untuk merangkul atau memukul lawan.

Tangkapan Layar
Tangkapan layar Guru Besar Hukum Tata Negara, Denny Indrayana, dalam diskusi bertajuk
Rep: Rizky Suryarandika Red: Teguh Firmansyah

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Guru Besar Hukum Tata Negara Denny Indrayana menduga putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang merestui perpanjangan jabatan pimpinan KPK saat ini sarat kaitannya dengan Pilpres 2024. Ia mensinyalir KPK akan dijadikan alat mencegah lawan politik. 

Baca Juga


Denny mengamati kasus dugaan korupsi yang tengah diusut KPK berpotensi menyasar peserta Pemilu 2024. "Kenapa perubahan masa jabatan menjadi 5 tahun itu adalah bagian dari strategi pemenangan Pilpres 2024? Karena, ada kasus-kasus di KPK yang perlu 'dikawal', agar tidak menyasar kawan koalisi, dan diatur dapat menjerat lawan oposisi Pilpres 2024," kata Denny kepada Republika, Kamis (25/5/2023). 

Denny menyebut strategi menjadikan KPK bagian merangkul kawan sekaligus memukul lawan berpotensi berantakan kalau proses seleksi pimpinan baru tetap berjalan. Merujuk aturan lama, seleksi pimpinan KPK mesti dilakukan lagi pada Desember 2023. Tapi putusan MK membuat seleksi itu tak perlu dilakukan lagi. 

"Akan lebih aman jika pimpinan KPK yang sekarang diperpanjang hingga selesainya Pilpres di 2024," ujar Denny. 

Atas kondisi ini, Denny menyatakan penegakan hukum hanya dijadikan alat untuk menguatkan strategi pemenangan pemilu, khususnya Pilpres 2024. "Putusan MK yang mengubah masa jabatan dari 4 tahun menjadi 5 tahun sudah memenuhi kepentingan strategi Pilpres yang menjadikan kasus hukum di KPK sebagai alat tawar politik penentuan koalisi dan paslon capres-cawapres Pilpres 2024," kata Denny melanjutkan. 

Tercatat, pimpinan KPK saat ini masa jabatannya mestinya berakhir di Desember 2023 karena dilantik pada Desember 2019. Sehingga putusan MK ini membuat mereka betah di kursi pimpinan KPK hingga Pilpres 2024.

"Mendapatkan ekstra tambahan waktu satu tahun alias mendapatkan 'gratifikasi perpanjangan masa jabatan', melalui putusan MK ini," ucap eks Wamenkumham itu. 

 

 

MK baru saja memutuskan menerima gugatan Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Nurul Ghufron soal perpanjangan masa jabatan pimpinan KPK dari empat tahun menjadi lima tahun. Lewat putusan itu, Ketua KPK Firli Bahuri dkk akan terus menjabat hingga tahun depan atau di masa Pemilu 2024.

"Mengabulkan permohonan pemohon untuk seluruhnya," kata Ketua MK Anwar Usman saat sidang pembacaan putusan pada Kamis (25/5/2023). 

 Hakim MK M Guntur Hamzah setuju bahwa masa jabatan pimpinan KPK seharusnya juga disamakan dengan pimpinan 12 lembaga non-kementerian atau auxiliary state body di Indonesia seperti Komnas HAM, KY, KPU yaitu lima tahun. Sebab MK memandang pengaturan masa jabatan pimpinan KPK yang berbeda dengan masa jabatan pimpinan/anggota komisi atau lembaga independen, khususnya yang bersifat constitutional importance telah melanggar prinsip keadilan, rasionalitas, penalaran yang wajar dan bersifat diskriminatif. Kondisi itulah yang bertentangan dengan Pasal 28D ayat 1 UUD 1945.

 "Oleh karena itu, menurut Mahkamah, masa jabatan pimpinan KPK seharusnya dipersamakan dengan masa jabatan komisi dan lembaga independen yang termasuk ke dalam rumpun komisi dan lembaga yang memjliki constitutional importance yakni lima tahun sehingga memenuhi prinsip keadilan, persamaan dan kesetaraan," ujar Guntur yang pernah terjerat skandal pengubahan putusan MK. 

 

 

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Berita Terpopuler