Erdogan Deklarasikan Kemenangan Sebagai Presiden Terpilih Turki

Pengamat memperkirakan Erdogan akan lebih inklusif.

EPA-EFE/TOLGA BOZOGLU
Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan menyapa para pendukungnya saat rapat umum kampanye pemilihannya di distrik Beyoglu di Istanbul, Turki, Sabtu (13/5/2023). Turki akan mengadakan pemilihan umum pada 14 Mei 2023 dengan sistem dua putaran untuk memilih presidennya, sedangkan pemilihan parlemen akan dilakukan diselenggarakan secara bersamaan.
Red: Ferry kisihandi

REPUBLIKA.CO.ID, ISTANBUL – Dengan penghitungan suara yang hampir 100 persen di beberapa media Turki, pejawat Presiden Recep Tayyip Erdogan mendeklarasikan kemenangan dirinya dalam pertarungan putaran kedua pilpres, Ahad (28/5/2023). 

Baca Juga


Media pemerintah, Anadolu Agency menyatakan berdasarkan data tak resmi dengan penghitungan suara mencapai  97 persen Erdogan terpilih kembali menjadi presiden. Ia memperoleh 52,1 persen sedangkan Kemal Kilicdaroglu 47,9 persen. 

Sementara, Yeni Safak menyatakan, dengan penghitungan suara sebanyak 98,3 persen yang dilihat pada pukul 24.16 WIB, Erdogan berhasil menghimpun 52,1 persen dan Kilicdaroglu 47,9 persen suara dukungan.

Erdogan menegaskan, Turki menuntaskan putaran kedua pilpres dengan dukungan kuat bagi bangsa. ‘’Kita akan menjalankan pemerintahan untuk lima tahun mendatang. Insya Allah kami menjaga kepercayaan Anda semua,’’ katanya di atas atap bus kepada pendukungnya di Istanbul, seperti dilansir Aljazirah.

Dalam pidatonya itu, ia menyatakan telah 20 tahun telah bersama rakyat menjalankan pemerintahan Turki. Ia berterima kasih karena sekali lagi memberikan kepercayaan kepadanya menjalankan tanggung jawab pemerintahan untuk lima tahun mendatang. 

‘’Warga Turki yang berjumlah 85 juta jiwa, adalah pemenang sesungguhnya dari pilpres pada 14 dan 28 Mei ini. Pemenang sesungguhnya adalah Turki’’ ujar Erdogan. Ia mendapatkan ucapan selamat dari PM Palestina Mohammad Shtayyeh.

Lebih inklusif

Hakan Akbas, penasihat senior di Albright Stonebridge Group, mengatakan, kemungkinan Erdogan akan lebih inklusif menyusul kemenangan di pilpres ini. Ia berasalan, margin kemenangan yang tak terlalu besar, membuat partai berkuasa AKP mesti berbuat demikian. 

‘’Ini negeri yang sangat terpolarisasi, sekitar 50/50. Margin kemenangan sangat dekat yaitu 52-48, maka Erdogan perlu lebih inklusif,’’ kata Akbas. Erdogan, lanjut dia, mesti merangkul oposisi di parlemen terutama dalam pembuatan undang-undang. 

Selisih kemenangan pada 2018 dibandingkan tahun ini, dijelaskan Akbas, jauh berbeda. Ia menduga krisis ekonomi membuat pemilih banyak berpaling dari Erdogan. Kemungkinan, Erdogan akan mengubah sejumlah kebijakan ekonominya. 

Mungkin saja, kata dia, Erdogan menaikkan tingkat suku bunga, memilih tim ekonomi yang ramah pasar guna membangun kredibilitas di mata investor. ‘’Ia seharusnya memilih pemimpin independen untuk lembaga penting seperti bank sentral.’’

Erdogan Mematahkan Prediksi Lembaga Survei

Presiden Erdogan mematahkan prediksi politik dalam Pemilu. Ia berhasil menggalang pemilih konservatif religius dan nasionalis. Ia pun diprediksi akan kembali berkuasa setelah 20 tahun memimpin Turki.

Erdogan meraih momentum setelah memenangkan putaran pertama pada 14 Mei lalu dan sejumlah pengamat yakin Erdogan akan menang.

Kemenangan ini mengukuhkan kekuasaannya sebagai pemimpin yang mengubah Turki dari negara sekuler yang didirikan 100 tahun lalu agar lebih religius sesuai visinya sambil mengonsolidasikan kekuasaan ke tangannya.

Di panggung internasional Erdogan menjauh dari negara-negara Barat anggota NATO (Organisasi Pertahanan Atlantik Utara) dan mempererat hubungan dengan Presiden Rusia Vladimir Putin. Ia menjadikan Turki sebagai salah satu kekuatan di kawasan yang diperhitungkan.

Kritikus mengatakan Turki semakin terpolarisasi selama 20 tahun kekuasaan Erdogan termasuk selama kampanye. Tapi ia justru menyerang balik oposisi yang ia tuduh "meracuni wacana politik."

Pemungutan suara pada Ahad (28/5/2023) menjadi yang paling penting dalam sejarah modern Turki yang didirikan 100 tahun lalu. Oposisi memiliki peluang terbaiknya menyingkirkan Erdogan dan mengubah kebijakan tapi kemudian kalah lagi.

Person of the Year

LSM di Senegal, Jamra, belum lama ini menetapkan Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan sebagai person of the year. Erdogan terpilih atas pendiriannya melawan pernyataan Presiden Prancis Emmanuel Macron yang menargetkan Islam dan Nabi Muhammad.


 

sumber : Reuters
BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Berita Terpopuler