Erdogan di Tengah NATO dan Rusia

Kecenderungan Erdogan untuk memainkan peran ganda sering membuat jengkel sekutu

AP Photo/Ali Unal
Sosok Erdogan meningkatkan pengaruh Turki dalam politik internasional sambil memetakan jalur independen.
Rep: Dwina Agustin Red: Esthi Maharani

REPUBLIKA.CO.ID, ANKARA -- Recep Tayyip Erdogan berhasil mengamankan kursi presiden setelah memenangkan Pemilu putaran kedua pada akhir pekan ini. Dia dapat meredam beberapa peran yang telah mengganggu sekutu aliansi Pakta Pertahanan Atlantik Utara (NATO), dengan tetap menjalin hubungan hangat bersama Rusia.

Sosok Erdogan meningkatkan pengaruh Turki dalam politik internasional sambil memetakan jalur independen. Menjelang pemilihan pada 14 Mei, dia menunda menyetujui masuknya Swedia ke dalam aliansi NATO.

Erdogan menuduh Swedia terlalu lunak terhadap kelompok-kelompok yang dianggapnya sebagai teroris dan serangkaian protes pembakaran Alquran di Stockholm membuat marah basis pendukungnya. Kondisi itu membuat sikap kerasnya semakin populer.

Dengan masa depan politiknya yang sekarang aman, Erdogan mungkin bersedia untuk mencabut keberatannya terhadap keanggotaan Swedia, yang harus disetujui dengan suara bulat dari anggota NATO. Turki dan Hongaria merupakan dua negara dalam aliansi yang belum meratifikasi tawaran tersebut.

“Turki kemungkinan akan memberi sinyal terbuka untuk beberapa bentuk pemulihan hubungan, seperti dengan mendorong ratifikasi parlemen atas aksesi Swedia ke NATO,” kata Jay Truesdale yang mengepalai konsultan risiko geopolitik Veracity Worldwide.

Baca Juga


Namun, keputusan itu tidak berarti Erdogan berencana untuk meninggalkan hubungannya dengan Rusia. Ankara mengandalkan Moskow untuk pendapatan energi dan pariwisata.

“Erdogan telah berhasil mempertahankan kebijakan luar negeri multi-vektor, yang memungkinkan dia untuk memiliki hubungan yang konstruktif dengan Rusia, Cina, dan negara-negara di seluruh Timur Tengah, bahkan jika ini merugikan aliansi Turki dengan Barat,” kata Truesdale.

Sikap tersebut sering menempatkan Turki di pusat konflik dan debat internasional utama. Negara ini membantu merundingkan kesepakatan untuk memulai kembali ekspor biji-bijian Ukraina dan mencegah kekurangan pangan global. Kemudian mengintervensi secara militer dalam perang sipil Suriah, terlibat dalam eksplorasi gas yang kontroversial di Mediterania, menampung jutaan Orang-orang Suriah melarikan diri dari kekerasan. Bahkan Turki sering menggunakan para pengungsi dalam negosiasi dengan tetangganya di Eropa.

Sebagai cerminan dari ambisi global Turki saat ini, Erdogan menyatakan dalam pidato kemenangannya pada Ahad (28/5/2023). Dia menyatakan, negara yang menandai seratus tahun tahun itu akan membuat dunia melihat “abad Turki".

Kecenderungan Erdogan untuk memainkan peran di dua pihak sering membuat jengkel sekutunya. Namun, itu juga sering membuatnya sangat diperlukan, sebagaimana dibuktikan oleh para pemimpin Barat yang bergegas untuk memberi selamat kepadanya, bahkan ketika mereka tetap khawatir tentang tindakannya semakin otoriter.



Presiden Amerika Serikat (AS) Joe Biden mengatakan dalam pesan yang diposting di Twitter, bahwa dia berharap untuk terus bekerja sama sebagai sekutu NATO dalam masalah bilateral dan berbagi tantangan global. Belakangan, Biden mengatakan saat menelepon Erdogan untuk memberi selamat kepadanya, dia menyinggung beberapa masalah paling kontroversial yang dipertaruhkan.

“Saya berbicara dengan Erdogan dan dia masih ingin mengerjakan sesuatu pada F-16. Saya mengatakan kepadanya bahwa kami menginginkan kesepakatan dengan Swedia. Jadi mari kita selesaikan itu. Jadi kami akan kembali berhubungan satu sama lain,” kata Biden dan menyatakn akan berbicara lebih banyak tentang Swedia dan NATO minggu depan.

Washington menghapus Turki dari program jet tempur F-35 yang dipimpin AS setelah pemerintah Erdogan membeli sistem pertahanan udara S-400 Rusia. Turki sekarang berusaha untuk membeli jet tempur F-16.

Presiden Prancis Emmanuel Macron mengatakan, negaranya dan Turki memiliki tantangan besar untuk dihadapi bersama, termasuk kembali ke perdamaian di Eropa. "Dengan Presiden Erdogan ... kami akan terus bergerak maju," ujarnya.

Sebagai tanda bahwa Erdogan juga penting bagi saingan Barat, Presiden Rusia Vladimir Putin menghubungkan kemenangan Erdogan dengan kebijakan luar negerinya yang independen. Kebijakan tersebut membantu Erdogan mempertahankan popularitasnya meskipun ada tantangan yang signifikan di wilayahnya.

Erdogan menghadapi kondisi ekonomi Turki yang semakin terpukul oleh inflasi tinggi dan gempa bumi dahsyat yang menimbulkan kritik terhadap pemerintahannya. Lira Turki anjlok terhadap dolar pada Senin (29/5/2023), meskipun saham menguat.

“Siapa lagi yang akan kita pilih selain orang yang membawa negara kita ke titik ini? Dia menyiapkan segalanya, menumpuk semuanya di tengah, dan sekarang orang lain akan datang dan memakannya?” tanya Hacer Yalcin saat perayaan pasca pemilu.

sumber : AP
BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini
Berita Terpopuler