Di Hadapan Para Dai, Kiai Marsudi Sampaikan 7 Prinsip Tanggung Jawab Kepemimpinan

Kiai Marsudi mengajak para dai untuk aplikasikan prinsip kepemimpinan

Dok Istimewa
Waketum MUI KH Marsudi Syuhud (kiri) mengajak para dai untuk menguatkan prinsip-prinsip kepemimpinan dalam bermasyarakat
Rep: Muhyiddin Red: Nashih Nashrullah

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA— Wakil Ketua Umum Majelis Ulama Indonesia (MUI) KH Marsudi Syuhud, memberikan pesan untuk para dai peserta Standardisasi Kompetensi Dai angkatan ke-21 yang digelar Komisi Dakwah MUI. 

Baca Juga


 

Dalam kegiatan yang berlangsung di Jakarta, Senin (29/5/2023) itu, Kiai Marsudi mengingatkan pentingnya menjadi pemimpin. 

 

Dia menyebut ada beberapa orang yang tampaknya memiliki kemampuan untuk mengendalikan situasi tidak peduli apa yang terjadi. Alasannya adalah mereka terbiasa bertanggung jawab penuh atas tindakan. 

 

“Bahkan jika mereka tidak memiliki wewenang untuk memastikan itu, dan selama kebanyakan orang tidak repot-repot mengambil tanggung jawab, terutama dalam situasi buruk, mereka dengan senang hati tunduk pada orang yang mengambil alih kepemimpinan,” kata dia dalam keterangannya pers di Jakarta, Selasa (30/5/2023). 

 

Kiai Marsudi mengingatkan tidak perlu mengucapkan sepatah kata pun untuk menjadi seorang pemimpin, selama mampu mengelola prinsip dalam mengeluarkan instruksi atau perintah.      

 

“Anda akan menemukan bahwa Anda dikelilingi oleh aura kekuasaan yang begitu mudah terlihat sehingga Anda hampir bisa membedakannya,” ujar dia. 

 

Kiai Marsudi lalu menjebarkan enam prinsip dalam kepemimpinan sebagaimana dikutip dari kitab as-Sihr.  

Baca juga: Mualaf Lourdes Loyola, Sersan Amerika yang Seluruh Keluarga Intinya Ikut Masuk Islam

 

 

 

Pertama,   استغل كل فرصة تتيح لك المزيد من المسئوليات  

 

Yaitu manfaatkan setiap kesempatan yang memberi Anda lebih banyak tanggung jawab.

 

Kedua,   تفانى في أداء كل الأعمال التي توكل إليك على أكمل وجه . 

 

dedikasi untuk melaksanakan semua tugas yang dipercayakan kepada Anda secara maksimal.

 

Ketiga,  تقبل النقد البناء واعترف بأخطائك  terima kritik yang membangun dan akui kesalahan Anda.

 

Keempat,   تمسك بما تراه صوابا من وجهة نظرك  tetap berpegang pada apa yang menurut Anda benar dari sudut pandang Anda  

 

Keenam, تحمل مسئولية فشل مرئوسيك bertanggung jawab atas kegagalan bawahan Anda.

 

Dan ketujuh,  تحمل المسئولية في الإخفاق والنجاح على حد سواء  bertanggung jawab atas kegagalan dan kesuksesan

Dalam paparannya terkait dengan kerja-kerja kepemimpinan ini, Kiai Marsudi juga mengutip surat at Taubah ayat 105 sebagai berikut: 

وَقُلِ ٱعْمَلُواْ فَسَيَرَى ٱللَّهُ عَمَلَكُمْ وَرَسُولُهُۥ وَٱلْمُؤْمِنُونَ ۖ وَسَتُرَدُّونَ إِلَىٰ عَٰلِمِ ٱلْغَيْبِ وَٱلشَّهَٰدَةِ فَيُنَبِّئُكُم بِمَا كُنتُمْ تَعْمَلُونَ.

“Dan Katakanlah: "Bekerjalah kamu, maka Allah dan Rasul-Nya serta orang-orang mukmin akan melihat pekerjaanmu itu, dan kamu akan dikembalikan kepada (Allah) Yang Mengetahui akan yang ghaib dan yang nyata, lalu diberitakan-Nya kepada kamu apa yang telah kamu kerjakan.” 

Kiai Marsudi juga menukilkan hadits Nabi Muhammad SAW tentang kehadiran Allah SWT bersama orang-orang yang berbaik sangka dan senantiasa mengingat-Nya dalam setiap langkah dan kerja-kerja kepemimpinan mereka.  

عن أبي هريرة - رضي الله عنه - قال : قال النبي - صلى الله عليه وسلم   يقول الله تعالى : أنا عند ظن عبدي بي ، وأنا معه إذا ذكرني ، فإن ذكرني في نفسه ذكرته في نفسي ، وإن ذكرني في ملإ ذكرته في ملإ خير منهم ، وإن تقرب إلي بشبر تقربت إليه ذراعا ، وإن تقرب إلي ذراعا تقربت إليه باعا ، وإن أتاني يمشي أتيته هرولة

Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, dia berkata bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Allah Ta’ala berfirman: Aku sesuai persangkaan hamba-Ku. Aku bersamanya ketika ia mengingat-Ku. Jika ia mengingat-Ku saat bersendirian, Aku akan mengingatnya dalam diri-Ku. Jika ia mengingat-Ku di suatu kumpulan, Aku akan mengingatnya di kumpulan yang lebih baik daripada pada itu (kumpulan malaikat).” (Muttafaqun ‘alaih) [HR Bukhari, no 6970 dan Muslim, no 2675]

Dari Abu Hurairah RA, dia berkata, “Rasulullah SAW bersabda, “Allah Taala berfirman, “Aku menurut prasangka hamba-Ku. Aku bersamanya saat ia mengingat-Ku. Jika ia mengingatku dalam kesendirian, Aku akan mengingatnya dalam kesendirian-Ku. Jika ia mengingat-Ku dalam keramaian, Aku akan mengingatnya dalam keramaian yang lebih baik daripada keramaiannya. Jika ia mendekat kepada-Ku sejengkal, Aku akan mendekat kepadanya sehasta. Jika ia mendekat kepada-Ku sehasta, Aku akan mendekat kepadanya se depa. Jika ia datang kepada-Ku dengan berjalan, Aku akan datang kepadanya dengan berlari.” (HR Bukhari dan Muslim). 

Sementara itu, Ketua Komisi Dakwah MUI, KH Ahmad Zubaidi mengatakan standardisasi dakwah MUI bertujuan salah satunya untuk meningkatkan kompetensi dai dalam berdakwah. Sehingga para dai ketika berdakwah dapat memperhatikan keadaan objek dakwahnya.

Baca juga: 7 Daftar Kontroversi Panji Gumilang Pimpinan Al Zaytun yang tak Pernah Tersentuh

“Standardisasi menekankan agar para dai lebih mengutamakan persatuan dan persaudaraan umat dari pada berdakwah pada hal-hal yang dapat menimbulkan perpecahan,” jelasnya.

Kiai Zubaidi menyampaikan, standardisai dakwah juga bertujuan untuk menyatukan persepsi para dai dalam berdakwah di lingkungan masyarakat. 

Kiai Zubaidi menerangkan, strategi yang dimiliki oleh para dai sangat diperlukan untuk menjalankan misi yang benar sesuai dengan fiqh maupun amaliyah yang dijalani oleh masyarakat.

Meski begitu, Kiai Zubaidi mengakui, kegiatan standardisasi dakwah ini awalnya menjadi kontroversi. “Namun kita menjelaskan sedetail mungkin bahwa standardisasi ini bukan untuk membatasi gerak para dai. Malah sebaliknya memperluas kemudahan dai dalam berdakwah,” ujarnya.   

 

Diketahui, acara Standardisasi Kompetensi Dai ini merupakan kegiatan angkatan kedua puluh satu. Agenda tersebut akan terus diselenggarakan oleh Majelis Ulama Indonesia guna meningkatkan kompetensi dan metode dakwah para dai di Indonesia. 

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Berita Terpopuler