Tahukah Anda Jika Muslim dan Unta Berperan Penting dalam Berdirinya Australia?

Pembangunan Australia modern tak lepas dari peran Muslim dan unta

Republika/Fernan Rahadi
Sebuah sudut di Kota Melbourne, Australia. Pembangunan Australia modern tak lepas dari peran Muslim dan unta
Rep: Umar Mukhtar Red: Nashih Nashrullah

REPUBLIKA.CO.ID,  JAKARTA – Lebih dari 120 tahun yang lalu, ribuan penggembala unta asal Afghanistan, Pakistan, dan India, tiba di pantai Australia. Mereka, yang meninggalkan rumah dan keluarganya, adalah Muslim pertama di Australia. 

Baca Juga


Pada awal abad ke-18, ketika Inggris menginvasi Australia, hutan belantara Australia mencakup lebih dari enam juta kilometer persegi. Iklimnya sangat panas. Kuda tidak dapat menembus atmosfer itu. 

Untuk menciptakan infrastruktur yang dibutuhkan, seperti rel kereta api dan jalan raya, solusinya adalah Inggris mengimpor sekitar 20 ribu unta ke Australia dari Arab, India, dan Afghanistan. 

Juga didatangkan 2.000 gembala dari tempat asal unta itu. Orang-orang yang menemani, merawat, dan mengendarai unta ini disebut "unta Afghanistan". 

Para pria itu mengenakan sorban dan membawa Alquran. Dikenal sebagai "Jammalin", "Afghanistan", atau "Ghans". 

Para penggembala unta berasal dari kelompok etnis yang berbeda dan daerah yang berbeda, seperti Balochistan, Kashmir dan Punjab. 

Namun, mereka dikenal sebagai "Afghanistan", dan nama itu kemudian disingkat menjadi "Ghan". Kebanyakan dari mereka adalah Muslim. 

Mereka memimpin karavan unta melintasi pedalaman Australia. Memandu perjalanan, mencari sumber air, dan memastikan perjalanan yang aman bagi para pelancong, yang dalam hal ini ialah orang-orang kulit putih. 

Tanpa masukan Ghans itu, banyak komunitas orang kulit putih di Australia yang tidak akan mampu bertahan. 

Baca juga: Mualaf Lourdes Loyola, Sersan Amerika yang Seluruh Keluarga Intinya Ikut Masuk Islam

Penggembala unta Afghanistan pertama dibawa ke Australia Selatan pada 1838. Mereka juga membantu menjelajahi pedalaman negara. Unta di Australia telah berperan penting dalam menavigasi melalui medan gurun yang keras. 

Orang-orang Ghans ini bekerja di seluruh wilayah benua Australia. Mereka mengangkut hasil bumi, air, surat, dan peralatan pada saat jalan raya dan rel kereta api masih terbatas.

Penggunaan unta di Australia sangat penting untuk proyek-proyek besar seperti pembangunan telegraf, di mana kafilah unta membawa perbekalan dan bahan untuk pekerjaan survei dan pembangunan.

Unta dan penggembalanya juga terlibat dalam sebagian besar penjelajahan ke wilayah pedalaman benua yang belum terjamah. 

Di masa awal inilah, umat Islam memberikan kontribusi yang besar untuk perkembangan daerah pedesaan dan terpencil di Australia.

Selama kekeringan parah yang melanda Australia bagian timur dari 1895 hingga 1902, orang-orang Ghan memainkan peran utama dalam menyelamatkan masyarakat kulit putih dari kematian. Mereka memberikan pertolongan dengan membawakan perbekalan dari daerah terpencil. 

Dalam buku "The Muslim Beauties of Australia", penulis Anna Kenny berkata, "Orang-orang ini memberikan kontribusi budaya dan ekonomi yang penting bagi masyarakat Australia, meskipun mereka tidak cukup diakui oleh komponen utama masyarakat ini."

Nyatanya, orang-orang Ghan itu menghadapi rasisme dan fitnah. Mereka tidak diizinkan tinggal bersama orang kulit putih di kota sehingga harus tinggal terpisah dari penduduk kulit putih. Ada yang tinggal di kamp unta sementara, dan ada yang di rumah seng yang bobrok.

Pada 1882, dua penggembala unta Afghanistan, Abdul Qadir dan Mulla Asim Khan, memutuskan untuk membangun masjid pertama di Australia. Masjid ini dibangun sederhana yang terbuat dari lumpur dan kayu. Lambat laun masjid dikembangkan dan berdiri sampai kemudian dihancurkan pada tahun 1956. Namun, pada 2003, keturunan Ghan Muslim di Australia membangunnya kembali.

Pada 1898, ada 300 Muslim di sebuah kota bernama "Coalgardie". Para Muslim ini menyediakan layanan mengangkut perbekalan ke tambang emas. Saat itu unta sangat diperlukan di Australia Barat, tempat tambang itu tersebar. Unta yang dipimpin oleh "Ghans" itu membawa makanan, air, dan alat-alat untuk mencari emas, serta persediaan lain.

Baca juga: 7 Daftar Kontroversi Panji Gumilang Pimpinan Al Zaytun yang tak Pernah Tersentuh

 

Namun, penambang emas dari kalangan orang kulit putih melihat orang-orang Ghans ini sebagai tenaga kerja murah dan persaingan yang tidak diinginkan.

Para Ghans pun dicitrakan buruk di media dan dituding telah melakukan berbagai kejahatan. Misalnya menyebut mereka memonopoli sumur air dan mencuci pakaian dan mandi di sumur.

Karena tudingan tersebut, pemerintah kolonial Australia pada akhir abad ke-19 dan awal abad ke-20 mengeluarkan undang-undang diskriminatif terhadap orang-orang Ghans. 

Tujuannya mencegah mereka memperoleh kewarganegaraan dan memastikan pengusiran mereka dari Australia.

Contohnya adalah Undang-Undang tahun 1895 yang melarang orang-orang Ghans menambang tambang emas di Australia Barat, serta Undang-Undang Pembatasan Imigrasi atau yang dikenal sebagai "Kebijakan Australia Putih", menolak memberi mereka kewarganegaraan.

Undang-undang ini berlaku dari 1901 sampai 1958. Mereka yang melakukan perjalanan untuk mengunjungi keluarganya di luar Australia, ditolak masuk lagi ke Australia dengan berbagai dalih dan alasan.

Setelah tersedia jalan beraspal dan truk, era Ghans berakhir. Beberapa dari mereka kembali ke kampung halamannya. Sebagian yang lain tetap menjalani sisa hari mereka dengan tenang di kota mereka, dekat masjid, tempat mereka dirawat, dan dimakamkan di pekuburan Muslim di Australia, oleh generasi muda muslim dari anak-anak dan keturunannya.

Dengan penyebaran mesin dan mobil pada 1930-an Abad 20, unta tidak lagi dibutuhkan. Ribuan unta dilepaskan ke alam liar, tanpa adanya hewan untuk memangsa unta tersebut. Akhirnya, jumlah unta berlipat ganda. Bahkan lebih dari sekitar satu juta unta. Saat berkeliaran, jumlah unta dalam kawanan bisa sampai ratusan atau bahkan ribuan.

Unta-unta itu meminum air dalam jumlah banyak, yang dapat berkontribusi pada kekeringan. Untuk memuaskan dahaganya, unta-unta itu bisa menghancurkan harta benda dan tangki air di daerah pemukiman. Pada 2009, sempat terjadi kawanan 6.000 unta mengepung kota "Alice Springs" di Australia utara.

Pemerintah kemudian mengalokasikan 19 juta dolar Australia untuk program pengurangan jumlah unta liar, termasuk menembak mereka dari helikopter. Untuk mencoba mengendalikan populasi unta yang tumbuh, pada 2007 para pemburu dikontrak untuk membunuh 100 unta per pekan.

Di beberapa area, eksekusi adalah satu-satunya pilihan. Dalam kasus lain, sebagian besar unta diekspor ke negara-negara Asia Tenggara, tempat mereka disembelih. Pada  2020, otoritas Australia mengeksekusi lebih dari 5.000 unta, karena tingginya jumlah unta liar di tengah kekeringan yang meluas.

 

Sumber: arabicpost  

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Berita Terpopuler