Pemerintah Akui Konsumen Masih Ragu Beralih ke Mobil Listrik
Minat ke mobil listrik minim karena belum banyak pilihan dan harganya belum cocok.
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pemerintah mengakui akan keraguan konsumen di Tanah Air untuk beralih ke kendaraan berbasis energi listrik. Meskipun begitu, pemerintah pun telah memberikan diskon pajak pertambahan nilai (PPN) menjadi hanya satu persen.
Deputi Bidang Koordinasi dan Transportasi, Kemenko Kemaritiman dan Investasi, Rachmat Kaimuddin, menuturkan minimnya minat masyarakat untuk beralih ke mobil listrik lantaran belum banyaknya pilihan yang tersedia. Sejauh ini, tercatat baru Wuling Motors dan Hyundai yang menjadi produsen mobil listrik dengan diskon pajak.
"Pilihan tidak banyak, cuma dua merek. Jadi ini yang kita perlu banget membuat pasar paham. Insentif ini kan juga untuk membuat produsen lain tertarik untuk masuk dan membawa barang yang cocok untuk kita," kata Rachmat dalam diskusi panel di Jakarta, Rabu (31/5/2023) malam.
Selain pabrikan yang masih minim, kapasitas produksi dari kedua produsen tersebut juga masih kecil. Rachmat menyebut kapasitas produksi Wuling Motors dan Hyundai masih sekitar di bawah 30 ribu unit per tahun. Sementara, rata-rata permintaan kendaraan roda empat setahun mencapai satu juta unit.
Di sisi lain, Rachmat tak menampik harga mobil listrik masih lebih mahal dari mobil konvensional meski pemerintah telah memberikan diskon PPN. "Belum banyak pilihan dan tentunya harga belum cocok. Masih lebih mahal signifikan sekitar 30 persen-40 persen dari perbandingan produk yang punya kualitas mirip," kata dia.
Karena itu, ia mengatakan, Kemenko Marves dalam beberapa waktu terakhir terus mencoba menjajaki investasi dengan para produsen mobil listrik dunia agar mau masuk ke Indonesia. Ia memastikan, tren mobil listrk akan sulit dihentikan karena telah menjadi permintaan global.
Saat ini, China dinilai telah memimpin pangsa pasar mobil listrik dengan persentase 29 persen. Kemudian disusul Uni Erop 21 persen dan Amerika Serikat enam persen. Di sisi lain, penggunaan kendaraan listrik pun membantu negara untuk mengurangi ketergantungan terhadap impor minyak yang kian tinggi.
"Saat ini kita terus berpacu dengan pasar ASEAN, mereka (produsen) juga menanyakan keseriusan Indonesi. Jadi harus kerja keras, kita harus bangun infrastruktur, kekhawatiran kita jika mereka justru membangun di negara tetangga," kata Rachmat.