Kritik Kebijakan Israel, Fatima Ramai-Ramai Di-bully Politisi AS

Jewish Voice for Peace menyatakan Fatima menggambarkan warga Palestina secara tepat.

EPA-EFE/ALAA BADARNEH
Anak-anak Palestina lari untuk mencari perlindungan selama bentrokan setelah demonstrasi menentang permukiman Israel di desa Kofr Qadom, dekat kota Nablus, Tepi Barat utara, 1 Januari 2021. Lima warga Palestina terluka oleh gas air mata dan peluru karet.
Red: Ferry kisihandi

REPUBLIKA.CO.ID, WASHINGTON DC – Fatima Mohammed ramai dirisak para politikus AS, baik dari Partai Demokrat maupun Republik. Ia menghadapi perisakan ini setelah menyampaikan pidato kelulusan di The City University of New York (CUNY) School of Law yang mengkritik kebijakan Israel. 


Jarang Demokrat dan Republik punya kesamaan sikap dalam sebuah isu tetapi kali ini bersatu menentang Fatima. Anggota Kongres dari Demokrat, Ritchie Torres menyebut CUNY melakukan kegilaan. Menurut mantan calon gubernur dari Republik, Lee Zeldin pidato itu antisemit. 

Wali Kota Eric Adams menyatakan, pidato Fatima merupakan pernyataan negatif dan memecah belah. Bahkan senator dari Republik asal Texas, Ted Cruz, bergabung menyampaikan kecaman terhadap Fatima, warga AS keturunan Yaman itu. 

Bahkan CUNY menyebut pidato itu sebagai ekspresi publik sarat kebencian terhadap orang dan komunitas berbasis agama, ras, dan afiliasi politik. The New York Post meletakkan foto Fatima Mohammed di halaman depan edisi Selasa (31/5/2023). 

Pidato Fatima disampaikan saat acara kelulusan kelas hukum 2023 pada awal bulan ini. Isi pidatonya mulai ramai dibicarakan setelah diunggah di media daring pekan lalu. Dari sana, kemudian ia menjadi perhatian baik secara nasional maupun internasional. 

Seiring publikasi oleh kelompok pro-Israel dan para polisi terus mengecamnya. Pada pidato berdurasi 12 menit, perempuan berhijab tersebut menyampaikan berbagai isu terkait keadilan sosial. 

Fatima menyatakan, dirinya ingin merayakan sekolah hukum CUNY, salah satu atau bahkan satu-satunya sekolah hukum yang memberi kesempatan untuk menyampaikan pidato mempertahankan hak siswanya untuk mengorganisasi dan berbicara menentang kolonialisme pemukim Israel. 

Beberapa kali, pidatonya terjeda olah aplaus lulusan lainnya yang hadir di sana. ‘’Israel terus menghujani peluru dan bom tanpa pandang bulu, ke jamaah, membunuh orang tua, muda, bahkan saat pemakaman. Mereka menargetkan usaha dan rumah warga Palestina,’’ kata Fatima. 

Tudingan Fatima, tampak terkait tindakan Israel akhir-akhir ini termasuk menyerang jamaah di dalam Masjid al-Aqsha di Ramadhan lalu. Selain itu serangan polisi terhadap prosesi pemakaman jurnalis Aljazirah, Shireen Abu Akleh tahun lalu. 

Awal tahun ini, para pemukim ilegal Israel juga merangsek ke Huwara, sebuah kota di Tepi Barat. Seorang menteri Israel juga menyatakan komunitas Palestina mesti dihapus. 

Aktivis pembela hak Palestina sebaliknya, menyebut pidato Fatima tak berisi kebencian. Mereka menyatakan, perisakan pada Fatima menjadi pola lebih luas untuk mengadang kritik terhadap kebijakan-kebijakan Israel. 

Jewish Voice for Peace di New York, organisasi antipendudukan, menyanjung Fatima dan mengecam para pengkritiknya. Mereka menuding para perisak Fatima menggunakan Islamofobia untuk menjatuhkan dan mendiskreditkan perempuan muda ini. 

‘’Kami menolak karakterisasi yang salah yang menyebut pidatonya antisemit. Sebab, ia telah menggambarkan secara tepat kondisi kehidupan sehari-hari warga Palestina,’’ demikian pernyataan organisasi tersebut.

Adam Shapiro, direktur advokasi Israel-Palestine di Democracy for the Arab World Now (DAWN), kelompok pembela HAM berbasis di AS, menyatakan, organisasi dan politisi pro-Israel berharap serangan semacam itu membungkam aktivis solidaritas Palestina. 

‘’Namun, saya pikir aksi itu berdampak sebaliknya, justru semakin banyak orang berbicara,’’ katanya seperti dikutip Aljazirah, Rabu (31/5/2023). Para aktivis mengungkapkan, kampanye menentang Fatima episode terbaru mengadang pengacar pro-Palestina. 

Pembela hak warga Palestina di AS kerap mendapt tudingan melakukan antisemit. Para profesor yang kritis terhadap Israel kehilangan pekerjaan. Calon-calon yang bakal ditempatkan di bidang HAM dan politik di pemerintahan berguguran kalau pernah mengkritik Israel. 

Meski menuai risakan, Fatima juga mendulang dukungan. Direktur Eksekutif US Campaign for Palestinian Rights (USPCR), Ahmad Abuznaid, mendukung pidato Fatima dalam upaya menegakkan keadilan dan liberasi bagi semua orang dalam karier hukumnya. 

Council on American-Islamic Relations Chapter New York (CAIR-NY) mengecam apa yang mereka sebut membungkam suara yang menekankan adanya pelanggaran HAM oleh Israel. CAIR-NY menyampaikan solidaritas kepada Fatima. 

‘’Dia berani mengungkapkan penderitaan warga Palestina dan pelanggaran HAM yang mereka hadapi. Kami tegaskan dia memiliki kebebasan menyampaikan pandangan tanpa intervensi siapapun,’’ kata Direktur Eksekutif CAIR-NY, dalam pernyataannya. 

Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...
Berita Terpopuler