Bahan Ekstasi Dikirim ke Semarang dengan Pemberitahuan Palsu
Bahan yang diimpor dari luar negeri itu dideklarasi sebagai pewarna.
REPUBLIKA.CO.ID, SEMARANG -- Lolosnya bahan baku pil ekstasi yang didatangkan dari luar negeri turut menjadi perhatian awak media, saat digelar konferensi pers pengungkapan jaringan produski pil ekstasi di Palebon, Kecamatan Pedurungan, Kota Semarang, Jawa Tengah.
Sebelumnya, Wakapolda Jawa Tengah, Brigjen Pol Abiyoso Seno Aji menjelaskan, peralatan serta bahan baku yang digunakan tidak dapat dibeli di dalam negeri. Sehingga semua bahan tersebut didatangkan dari luar negeri.
Terkait hal ini, Kepala Bidang Penindakan dan Penyidikan Bea Cukai Wilayah Jawa Tengah dan Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY), Tri Utomo mengungkapkan, oleh pengirimnya bahan- bahan tersebut disebutkan sebagai bahan pewarna.
“Modus pengirimannya adalah false declare atau pemberitahuan palsu,” katanya, dalam konferensi pers di rumah yang dijadikan lokasi produksi pil ekstasi di lingkungan Kauman, Kelurahan Palebon, Jumat (2/6).
Namun, katanya, bahan-bahan yang dikirimkan lewat jalur udara melalui Bandara Internasional Jenderal Ahmad Yani Semarang tersebut terdeteksi oleh petugas Bea Cukai Jawa Tengah dan DIY.
Karena salah satunya ada pentylone. “Kecurigaan inilah yang kemudian dianalisis dan dilakukan pendalaman Secara bersama- sama dengan pihak kepolisian (Bareskrim Polri) hingga dapat Diungkap praktik produski pil ekstasi di Banten dan Semarang ini,” jelasnya.
Sementara itu, dua tersangka peracik dan operator mesin produksi pil ekstasi yang diungkap di lingkungan Kelurahan Palebon, Kecamatan Pedurungan, Kota Semarang, Jawa Tengah, terancam hukuman mati.
Keduanya, MR (28) yang perperan Sebagai koki (peracik) dan ARD (24) yang berperan sebagai operator mesin cetak tablet/ pil ekstasi dijerat Pasal 114 juncto Pasal 132 ayat (1) Undang Undang RI Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika (primair).
Ancaman hukumannya adalah pidana mati, pidana seumur hidup atau pidana penjara paling singkat enam tahun dan paling lama 20 tahun.
“Subsidairnya, Pasal 112 juncto Pasal 132 ayat (1) undang Undang yang sama dengan ancaman pidana mati, seumur hidup atau pidan penjara paling singkat 5 tahun dan paling lama 20 tahun,” tegas Abiyoso.