Isi Pertemuan Denny Indrayana-Mahfud MD, dari Putusan MK Hingga Penjegalan Anies
Denny Indrayana mengungkapkan isi pertemuan dengan Mahfud MD salah satunya soal Anies
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Mantan Wakil Menteri Hukum dan HAM Denny Indrayana muncul dengan berbagai kontroversi. Terakhir, Denny membocorkan adanya putusan Mahkamah Konstitusi (MK) terkait sistem proporsional tertutup.
Usai viral pembocoran informasi tersebut, Denny mengaku sempat berkomunikasi dengan Menko Polhukam Mahfud MD. Denny mengklarifikasi dugaan adanya pembocor rahasia negara yang berasal dari internal MK kepada Mahfud MD. Mahfud memang meminta aparat kepolisian memeriksa Denny atas pembocoran rahasia negara tersebut.
"Ketika soal putusan MK terkait sistem proporsional pemilu legislatif viral diperbincangkan, kami pun sempat komunikasi per telepon. Saya jelaskan rilis saya bahwa tidak ada pembocoran rahasia negara," kata Denny dalam keterangannya pada Selasa (6/6/2023).
Dalam perbincangan itu, Denny menerangkan pembocor informasinya bukan berasal dari MK. Kemudian, Mahfud MD, kata Denny tak menanyakan lagi sumber informasi putusan sistem Pemilu. Denny mengklaim sudah punya kesepahaman dengan Mahfud.
Denny menduga Mahfud sudah mengetahui pembocor informasi yang dimilikinya. Denny menjamin pembocor informasinya merupakan orang yang kredibilitasnya pantas diakui.
"Sumber kredibel saya, Prof Mahfud tahu. Orang yang kami hormati juga sebagai tokoh antikorupsi, juga punya integritas tak terbeli, dan kapasitas yang mumpuni. Karena itu informasi dan analisisnya soal putusan MK tentang sistem proporsional pantas dinilai kredibel, layak diperhitungkan," ucap Denny.
Selain itu, Denny masih meyakini kebenaran bocoran putusan MK yang dikemukakannya ke ruang publik. Keyakinannya itu didasari lagi dari si pembocor informasi tersebut.
"Beberapa hari lalu, saya berkomunikasi lagi dengan sang 'sumber kredibel'. Dia masih meyakini analisis yang dia berikan valid dan benar. 'Meskipun bisa jadi berubah, karena informasi yang Mas Denny sebarkan' katanya," ucap Denny.
Penundaan Pemilu
Denny Indrayana juga mengungkit adanya skenario untuk menunda penyelenggaraan Pemilu 2024. Skenario tersebut diketahuinya dari perbincangan dengan Menkopolhukam Mahfud MD.
Denny menduga gerakan penundaan Pemilu 2024 tak dilakukan secara main-main. Gerakan ini bahkan menurutnya hanya tinggal dipantik saja sumbunya.
"Ada gerakan serius untuk menunda pemilu. Salah satunya ada politisi senior yang datang ke Prof Mahfud mengatakan sudah siap dan tinggal eksekusi soal penundaan pemilu," kata Denny dalam keterangannya pada Selasa (6/6/2023).
Denny melanjutkan, skenario ini bakal dimulai ketika Presiden Joko Widodo melakukan kunjungan luar negeri. Pada saat itu, Denny menyebut akan muncul sidang istimewa guna menunda Pemilu 2024.
"Rencananya saat Presiden Jokowi di luar negeri maka diadakan sidang istimewa MPR yang menunda pemilu dan memperpanjang masa jabatan Presiden Jokowi," ujar mantan Wamenkumham tersebut.
Hanya saja, Denny mengungkapkan rencana tersebut dimentahkan oleh Mahfud MD. Denny mendapati Mahfud MD masih berkomitmen menyelenggarakan Pemilu 2024 sesuai jadwal.
"Atas rencana tersebut, Prof Mahfud tegas menyatakan, 'Presiden Jokowi tidak pernah berbicara penundaan pemilu. Perintah kepada saya adalah melaksanakan pemilu tepat waktu,'" ucap Denny meniru perkataan Mahfud MD.
Penjegalan Anies
Terkait penjegalan Anies, Denny mengatakan juga sudah didiskusikan dengan Mahfud MD, bersama seorang sahabat di Yogyakarta yang sudah sepakat mendukung Anies. Ini yang menjadi momen Mahfud memberi dukungan kepada Denny melakukan itu.
"Respons Prof Mahfud, bagus, saya dukung, pastikan Anies jadi capres, ya, supaya demokrasi kita makin sehat," ujar Denny mengutip Mahfud.
Sebelum pulang, Mahfud menanyakan apakah tidak mempertimbangkan tokoh lain sebagai capres dan menyebutkan satu nama. Denny menilai, kalau tokoh itu menjadikan Mahfud cawapresnya, kontestasi akan lebih menarik.
Sayang, lanjut Denny, Mahfud punya arus dukungan di bawah, tidak terlalu menarik di level atas parpol. Ia juga tidak yakin Mahfud punya dana, dan yang menjadi salah satu syarat-syarat paslon pilpres merupakan logistik.
"Ketika sang tokoh yang didukung Prof Mahfud menyatakan tidak memilih pimpinan sebagai cawapres, tapi masih membutuhkan parpolnya sebagai rekan koalisi, sang ketum menyebut angka Rp 5 triliun sebagai harga jual partainya," kata Denny.