Kronologi Ruwetnya Divestasi Saham Vale Indonesia
Kepemilikan Vale Canada Limited di Vale Indonesia masih 43,79 persen.
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Arifin Tasrif mengungkapkan kronologi soal divestasi saham PT Vale Indonesia Tbk saat rapat kerja (raker) dengan Komisi VII DPR RI di Gedung DPR RI, Jakarta, Selasa (13/6/2023).
"Kronologi divestasi saham PT Vale Indonesia ini di tahun 1990, PT Vale melepaskan 20 persen sahamnya melalui Bursa Efek Indonesia dan menjadi perusahaan terbuka. Pemerintah mengakui saham yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia merupakan pemenuhan divestasi kepada peserta Indonesia," ucap Arifin saat raker itu yang dipantau secara daring.
Kemudian pada 2014, ia mengatakan amendemen kontrak karya Vale Indonesia berkewajiban untuk melakukan divestasi lebih lanjut sebesar 20 persen sehingga total kepemilikan nasional menjadi 40 persen.
"Di tahun 2020, tindak lanjut amandemen tersebut, itu dilaksanakan berupa pengalihan kepemilikan 20 persen saham Vale Canada Limited dan Sumitomo Metal Mining Co. Ltd kepada PT Indonesia Asahan Aluminium (Persero) atau sekarang menjadi MIND ID sehingga saham peserta nasional sudah mencapai 40 persen," ujar Arifin.
Adapun, kata dia, penyelesaian divestasi tersebut merupakan salah satu kewajiban yang harus dipenuhi Vale Indonesia agar dapat melanjutkan operasinya setelah 2025.
Ia menjelaskan sesuai Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2020 tentang Pertambangan Mineral dan Batu Bara, di mana persyaratan minimum 51 persen menjadi persyaratan untuk perpanjangan. Vale Indonesia sudah menyatakan proses divestasi dapat dimulai, yang disampaikan pada 31 Januari 2023.
"Untuk itu, disarankan kepada Vale untuk bisa menawarkan kepada pemerintah sejak Maret 2023. Pada Mei 2023, Kementerian ESDM melalui Ditjen Mineral dan Batu Bara melakukan rapat bersama dengan instansi terkait antara lain Kementerian BUMN, Kementerian Investasi/BKPM, Kementerian Keuangan untuk membahas divestasi tersebut," tuturnya.
Ia menyatakan, untuk divestasi saham 20 persen pada 1990 tersebut didasarkan pada Surat Dirjen Pertambangan Umum tertanggal 23 Agustus 1989. Saat itu, pemerintah memutuskan tidak membeli saham perusahaan.
"Pemerintah meminta perusahaan untuk melakukan penawaran saham melalui Bursa Saham Jakarta atau badan pelaksana pasar modal Jakarta," ucap Arifin.
Dalam kontrak karya 1996, lanjut dia, pemerintah mengakui bahwa tidak akan meminta perusahaan untuk menawarkan atau menjual kepada peserta Indonesia, selain saham dari yang telah dijual kepada umum sesuai izin Badan Pengawas Pasar Modal dan Lembaga Keuangan (Bapepam).
"Saham perusahaan yang dijual di bursa diakui sebagai kepemilikan saham Indonesia," kata Arifin.
Dalam amandemen kontrak karya 2014, ucap dia, juga mengakui bahwa saham perusahaan di bursa merupakan pemenuhan kewajiban divestasi.
Ia juga mengatakan pengakuan saham di bursa dipertegas lagi dengan regulasi-regulasi, di antaranya pada Pasal 97 Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 77 Tahun 2014 tentang perubahan ketiga atas PP Nomor 23 Tahun 2010 tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral dan Batu Bara.
"Yang menyatakan pemegang IUP (izin usaha pertambangan) operasi produksi dan IUPK (izin usaha pertambangan khusus) operasi produksi yang sahamnya telah terdaftar di Bursa Efek Indonesia diakui sebagai peserta Indonesia paling banyak 20 persen dari jumlah seluruh saham. Dengan demikian, pemerintah pernah mengakui bahwa saham PT Vale merupakan pemenuhan daripada syarat divestasi tersebut," ujar Arifin.
Dalam kesempatan itu, Arifin juga membeberkan komposisi pemegang saham PT Vale Indonesia di bursa berdasarkan laporan bulan registrasi pemegang efek Juni 2023, yakni Vale Canada Limited 43,79 persen, MIND ID 20 persen, Sumitomo Metal Mining Co. Ltd 15,03 persen, dan masyarakat atau publik 21,18 persen.