Erick Thohir Dinilai Mantapkan Psikologis dan Mental Timnas Indonesia
Melawan Palestina meningkatkan kepercayaan diri pemain Indonesia.
REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA -- Guru Besar Fakultas Ilmu Keolahragaan Universitas Negeri Yogyakarta, Prof. Dr. Dimyati, M.Si memuji para pemain Indonesia yang dinilai sudah memiliki performa bagus dalam permainan saat laga FIFA Matchday melawan Palestina di Stadion Gelora Bung Tomo (GBT) Surabaya pada Rabu (14/6/2023) malam.
Prof. Dimyati juga memuji keputusan Erick Thohir memilih Palestina sebagai lawan Indonesia di pertandingan FIFA Matchday pertama. Meski imbang, para pemain sudah mendapatkan jam bermain sebelum menghadapi juara Piala Dunia 2023 pada pekan depan.
“Peringkat FIFA Palestina berada jauh di atas Timnas Indonesia yakni 93, namun pemilihan lawan tanding dengan Palestina sangat tepat dan cerdas jika ditinjau dari aspek psikologis, karena secara psikologis akan mengangkat kepercayaan diri para pemain dan ini bekal yang sangat baik untuk menghadapi Argentina yang dari segi apa pun lebih unggul dari Timnas Indonesia,” kata Prof. Dimyati kepada wartawan, Kamis (15/6/2023).
Diakui Prof. Dimyati, kepercayaan diri pemain Timnas Indonesia saat ini sangat tinggi meski hanya bermain imbang dengan Palestina, namun kepercayaan diri ini menjadi modal bagus buat tim Garuda dalam menghadapi Argentina.
Menurut Prof. Dimyati, di atas kertas Argentina diunggulkan, namun peluang menahan imbang Argentina juga terbuka dengan kepercayaan diri para pemain yang sudah kuat terbentuk.
“Dengan kata lain jika kepercayaan diri para pemain Indonesia tinggi, ini akan jadi modal yang sangat berarti bagi timnas kita, bukan mustahil bisa menahan Argentina. Secara teori kepercayaan diri sangat besar pengaruhnya terhadap perfomance pemain apalagi main sebagai tuan rumah,” paparnya.
Prof. Dimyati yang juga Dewan Pakar Forum Akademisi Penggemar Sepak Bola Indonesia (FAPSI) itu mengatakan, langkah Erick Thohir untuk menargetkan Timnas Indonesia masuk dalam 100 besar ranking FIFA harus diapresiasi.
Menariknya, langkah tersebut dimulai dengan menggelar pertandingan FIFA Matchday dengan dua negara yang beda peringkat, yakni Palestina dan Argentina.
“Langkah Erick Thohir (ET) untuk menargetkan Timnas Indonesia masuk 100 dunia melalui program pertandingan laga FIFA Matchday patut diapresiasi, karena program itu dalam jangka pendek bagus sekali untuk memberikan pengalaman bertanding dengan tim-tim luar negeri, apalagi dengan tim kelas dunia seperti Argentina,” ungkapnya
Prof. Dimyati juga sepakat dengan langkah strategis Erick Thohir dalam memilih variasi level ranking FIFA dalam pertandingan FIFA Matchday. Sehingga, ada yang memang dijadikan ajang untuk melatih mental dan psikologis pemain, juga memiliki orientasi untuk menambah poin.
Hal itu, agar target 100 besar ranking FIFA terealisasi dan juga pemain Indonesia mendapat pengalaman serta penguatan mental dalam menghadapi negara besar sekaliber Argentina.
“Perlu dipertimbangkan dengan cermat, terutama pemilihan level lawan yang dihadapi, karena jika level lawan terlalu tinggi bukan point yang didapat/target atau yang dicanangkan tidak akan tercapai. Pemilihan tim untuk uji tanding Argentina (tim level tinggi) dan Palestina (rendah) sudah tepat,” ucapnya.
“Tapi alangkah lebih baiknya ada 1 tim lagi yang dijadikan uji tanding, yaitu tim yang satu level (seimbang) dengan Timnas Indonesia, misalnya dengan Vietnam agar dengan cara itu timnas kita punya pengalaman yang bervariasi (lengkap) dan mendapat poin,” tambahnya.
Dijelaskan Prof. Dimyati, laga FIFA Matchday lawan Argentina sangat bagus bagi persiapan psikologis para pemain Timnas Indonesia. Meskipun kalah, mental pemain squad Garuda sudah kuat saat menghadapi lawan yang berat sekalipun di pertandingan selanjutnya.
“Prediksi misalnya kalah (lawan Argentina), imbang lawan Palestina, dan menang dengan (contoh) Vietnam. Kondisi ini secara psikologis bagus bagi pembentukan mental para pemain,” jelasnya.
Oleh sebab itu, untuk mencapai target Erick Thohir agar Timnas Indonesia masuk 100 besar peringkat FIFA, maka harus perbanyak pertandingan FIFA Matchday dengan negara yang berada di 20-10 besar ranking FIFA dan negara yang selevel dengan Indonesia di peringkat FIFA.
Selain itu, PSSI juga harus menargetkan program jangka panjang buat sepak bola Indonesia, seperti pembinaan hingga perbaiki kompetisi liga Indonesia yang bersih dan berprestasi.
“Sebagaimana disampaikan di atas, dalam jangka pendek memperbanyak pengalaman bermain melalui FIFA Matchday dengan tim-tim level dunia sangat baik dalam membentuk ketangguhan mental pemain, namun dalam jangka panjang pembinaan tingkat klub yang melibatkan psikolog olahraga, roda kompetisi yang teratur dan berjalan baik,” ungkapnya.
Lebih jauh Prof. Dimyati mengatakan, PSSI harus serius melakukan pembinaan pada pemain usia dini, karena untuk menjadikan pemain yang tangguh secara mental juara hanya bisa diperoleh melalui program jangka panjang.
“Pembinaan pemain-pemain muda yang melibatkan sport science saat perekrutan pemain berbakat adalah keniscayaan, karena untuk menjadikan pemain yang tangguh secara mental juara hanya bisa diperoleh melalui program jangka panjang, yang sangat tergantung pada kualitas pelatih, kualitas latihan itu sendiri, roda kompetisi yang baik, latihan keterampilan mental (LKM) dan lingkungan latihan (dukungan orang tua/stakeholders),” bebernya.
“Jika semua itu dilakukan dengan baik, kita optimis akan tembus 100 dunia, dan pemain kita tangguh secara mental dan itu modal besar untuk prestasi,” ujarnya.