Bukan Hanya Bawaslu, KPU Juga Terancam Kehilangan 7.551 Pegawai Akibat Penghapusan Honorer
MenpanRB mengaku sedang menyiapkan jalan tengah untuk honorer KPU dan Bawaslu.
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Komisi Pemilihan Umum (KPU) terancam kehilangan 7.551 pegawai non-ASN saat tahapan Pemilu 2024 memasuki fase krusial pada akhir tahun ini. Sebab, pegawai tersebut akan dihapuskan akibat kebijakan penghapusan tenaga honorer.
Persoalan serupa juga dialami Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) karena punya sekitar 7.000 pegawai honorer. Komisioner KPU Parsadaan Harahap mengatakan, jumlah pegawai non-ASN di lingkungan KPU sebanyak 7.551 orang itu merupakan data terbaru per Selasa (20/6/2023). Ribuan pegawai honorer itu tersebar di kantor KPU RI atau Sekretariat Jenderal KPU RI, kantor KPU provinsi, dan kantor KPU kabupaten/kota.
Parsa menyadari Pemerintah telah membuat kebijakan penghapusan tenaga honorer paling lambat pada 28 November 2023 mendatang. Penghapusan honorer akan terjadi saat tahapan Pemilu 2024 memasuki fase krusial seperti masa kampanye dan persiapan logistik pencoblosan, yang tentu membutuhkan banyak sumber daya manusia (SDM).
Karena itu, kata Parsa, KPU kini terus berkoordinasi dengan pihak-pihak terkait untuk mengatasi persoalan tenaga honorer dan SDM ini. Pihaknya mengupayakan agar Pemerintah memenuhi kebutuhan SDM KPU dengan cara mengangkat ribuan tenaga honorer itu menjadi Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK) dan CPNS.
"Sehubungan dengan kebijakan penghapusan honorer pada tanggal 28 November 2023, KPU terus berkoordinasi dengan stake holder terkait untuk memenuhi kebutuhan SDM KPU melalui jalur pengangkatan PPPK dan CPNS," kata Parsa kepada Republika.co.id, Selasa (20/6/2023).
Parsa menegaskan, semua tahapan Pemilu 2024 harus terlaksana sesuai jadwal hingga hari pencoblosan pada 14 Februari 2023. Pihaknya akan berupaya memastikan semua SDM yang ada di KPU saat ini bisa terus bekerja menyukseskan gelaran pesta demokrasi 2024.
"Pada prinsipnya, tahapan pemilu harus tetap berjalan sesuai jadwal yang sudah ada, dengan ketersediaan SDM KPU yang ada saat ini," kata Koordinator Divisi Sumber Daya Manusia, Organisasi, Pendidikan, Pelatihan dan Penelitian Pengembangan KPU RI itu.
Sebelumnya, Ketua Bawaslu Rahmat Bagja mengeluhkan kebijakan Pemerintah yang hendak menghapus tenaga honorer pada 28 November 2023, tepat saat masa kampanye Pemilu 2024 dimulai. Sebab, Bawaslu akan kehilangan sekitar 7.000 ribu tenaga honorer yang tersebar di seluruh Indonesia.
Bagja mengatakan, ketika 7.000 tenaga honorer itu di-PHK, maka di setiap Bawaslu kabupaten/kota hanya akan tersisa delapan atau 10 PNS. Dengan jumlah pegawai yang amat minim, tentu tidak mungkin Bawaslu bisa mengarahkan mereka untuk mengawasi praktik politik uang saat masa kampanye Pemilu 2024.
Bagja mengaku telah mengirimkan surat kepada Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (Menpan-RB) Azwar Anas untuk memastikan apakah pegawai honorer Bawaslu akan ikut dihapuskan atau tidak. Surat dikirimkan sekitar beberapa bulan yang lalu. Namun, hingga kini belum ada balasan.
Bagja berharap Pemerintah mempertahankan tenaga honorer Bawaslu karena keberadaan mereka dibutuhkan sekali untuk mengawasi Pemilu 2024. Caranya bisa dengan memperbanyak formasi PPPK untuk Bawaslu atau dengan cara lainnya. "Kita ingin teman-teman (honorer) ini diselamatkan karena mereka sudah berjuang sejak tahun 2018 atau 2019," kata Bagja kepada wartawan di Kantor KPU RI, Jakarta, Jumat (16/6/2023).
Merespons keluhan Bawaslu tersebut, Menpan-RB Abdullah Azwar Anas menyebut pihaknya sedang menyiapkan solusi jalan tengah untuk mengatasi persoalan tenaga honorer ini. Sebab, saat ini total ada 2,4 juta tenaga honorer di semua instansi di seluruh Indonesia. Adapun pemerintah sudah membuat kebijakan untuk menghapus keberadaan tenaga honorer pada 28 November 2023, atau lima bulan dari sekarang.
Azwar menjelaskan, solusi jalan tengah itu akan berupa kebijakan yang menghindari pemutusan hubungan kerja (PHK) dalam jumlah masif terhadap tenaga honorer. Pada saat bersamaan, solusi jalan tengah itu menghindari pembengkakan penggunaan anggaran negara untuk membayar gaji pegawai.
"Nanti akan ada kebijakan. Termasuk afirmasi kebijakan tidak boleh ada PHK massal, tapi tidak ada pembengkakan anggaran. Kita mencarikan solusi jalan tengah," kata Azwar, Senin (19/6/2023),
Untuk diketahui, UU Nomor 5 Tahun 2014 tentang ASN menyatakan bahwa ASN hanya ada dua jenis, yakni PNS dan PPPK. Sebagai tindak lanjut, Presiden Jokowi membuat Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 49/2018 tentang Manajemen Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK).
Dalam PP tersebut, dinyatakan bahwa tenaga honorer dapat diangkat menjadi PPPK dalam kurun waktu lima tahun sejak beleid tersebut diundangkan. Regulasi tersebut diundangkan pada 28 November 2018 sehingga masa tenggat pengangkatan PPPK adalah 28 November 2023. Dengan demikian, sisa pegawai honorer yang belum menjadi PPPK harus diberhentikan pada tanggal tersebut.