Mahfud Minta DPR Prioritaskan Pembahasan RUU Perampasan Aset
Surpres RUU Perampasan Aset dari Presiden Jokowi juga sudah dikirim ke DPR.
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam) RI, Mahfud MD optimistis, Rancangan Undang-undang (RUU) Perampasan Aset bisa segera diproses DPR. Menurut Mahfud MD, surat Presiden (Surpres) yang berisi permintaan agar RUU Perampasan Aset jadi prioritas pembahasan juga sudah diserahkan ke DPR.
“Sudah masuk ke DPR tanggal 4 Mei 2023. Suratnya akan ditanggapi dalam waktu tertentu, sudah ada aturannya, kita tunggu saja prosesnya,” ujar Mahfud saat Kuliah Umum “Peran UU Perampasan Aset untuk Mewujudkan Indonesia Bebas Korupsi” di Universitas Pasundan, Kamis (22/6/2023)
RUU Perampasan Aset, dirancang agar penggelapan uang atau kekayaan negara tidak lagi mudah dilakukan. Setelah RUU diratifikasi menjadi UU, Mahfud yakin pelaku akan kesulitan mengalihkan harta hasil pidananya kepada orang lain.
Menurutnya, dengan beleid tersebut, setiap orang yang diduga melakukan tindak pidana pencucian uang, korupsi, perdagangan orang, narkoba, hingga terorisme, asetnya bisa langsung disita tanpa harus menunggu putusan pengadilan. Asalkan, ada bukti pendahuluan yang cukup.
“RUU Perampasan Aset dapat digunakan untuk menangani persoalan aset tindak pidana yang terkendala karena tersangka/terdakwa meninggal dunia, melarikan diri, sakit permanen, atau keberadaannya tidak diketahui,” katanya.
Mahfud pun siap jika DPR hendak membahasnya di rapat paripurna. Mengingat, tindak pidana korupsi makin tidak terkendali, namun pembahasan RUU Perampasan Aset terkesan menggantung.
Padahal, kata dia, sebelumnya DPR telah memperlihatkan sikap tegasnya dengan mendesak pemerintah agar segera mengirim Surpres RUU Perampasan Aset.
“Tergantung DPR mau kapan. Kalau kita sudah siap, karena sudah bertahun-tahun (disusun),” katanya.
Sementara menurut Rektor Unpas Eddy Jusuf, kampus dan akademisi turut mendukung disahkannya RUU Perampasan Aset untuk mewujudkan keseimbangan antara kepentingan masyarakat dan negara. Bentuk dukungan lainnya, kata dia, dilakukan rektor dan komponen guru besar melalui penandatanganan petisi agar RUU Perampasan Aset segera disahkan.
“Kami rasa, negara punya keleluasaan untuk merampas aset-aset dari hasil tindak kejahatan. Mudah-mudahan, hari ini kita tercerahkan karena paparannya langsung dari sumber/inisiator RUU Perampasan Aset,” katanya.
RUU Perampasan Aset Tindak Pidana memang masih belum akan dibawa DPR RI ke Rapat Paripurna. Ketua DPR RI, Puan Maharani, Selasa (20/6/2023) mengatakan, RUU itu perlu mengikuti mekanisme terkait tata tertib peraturan perundangan di DPR. Puan menyatakan, alasan itulah yang membuat RUU Perampasan Aset belum bisa dibawa ke Rapat Paripurna DPR RI ke-27 Masa Persidangan V Tahun Sidang 2022-2023. Padahal, Presiden Jokowi sudah menandatangani Supres RUU ini.
Surpres No R-22/Pres/05/2023 telah dikirim ke DPR pada 4 Mei 2023. Surpres menugaskan Menkopolhukam Mahfud MD, Menkumham Yasonna Laoly, Jaksa Agung Burhanuddin dan Kapolri Jenderal Listyo Sigit membahasnya bersama DPR.
Sementara, untuk RUU Kesehatan, ia menerangkan, RUU Omnibus Law tersebut telah disepakati pemerintah dan Komisi IX DPR untuk dibawa ke Rapat Paripurna. Sehingga, bisa segera mendapat pengesahan atau Pembicaraan Tingkat II.
Hal itu baru diputuskan usai membacakan pendapat akhir mini fraksi di raker Komisi IX dan pemerintah, Senin (19/6/2023). Ia mengklaim, saat ini DPR dan pemerintah sedang fokus membahas KEM PPKF 2024 atau urusan anggaran 2023 yang lain.
"Jadi, memang itu dulu yang menjadi fokus pembahasan karena sudah ada siklus penjadwalan untuk permasalahan anggaran ini," kata Puan, Selasa.
Meski begitu, Puan mengaku paham urgensi RUU Perampasan Aset tersebut dan mereka sudah pula menyepakati itu segera dibahas dan diselesaikan. Tapi, Puan merasa, ada banyak hal-hal lain yang harus dicerna dan dicermati.
"Jadi, jangan sampai terburu-buru, kemudian tidak sabar dan hasilnya tidak maksimal," ujar Puan.