PPATK: Potensi TPPU dari Kejahatan Lingkungan Lebih Rp 20 Triliun
PPATK sebut potensi TPPU dari kejahatan lingkungan lebih dari Rp 20 triliun.
REPUBLIKA.CO.ID, BOGOR -- Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) menduga ada lebih dari Rp 20 triliun dihasilkan dari Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) dugaan kejahatan lingkungan. Hal tersebut disampaikan Direktur Analis dan Pemeriksaan PPATK Beren Rukur Ginting dalam Acara Diskusi Media Bareng PPATK di Bogor, Jawa Barat, Selasa (27/6/2023)
"Kalau kita menggali di transaksi keseluruhan, keseluruhan itu tidak kurang dari Rp 20 triliun, indikasi potensi itu didapat dari sekitar 53 laporan" kata Beren.
Namun, sambung Beren, transaksi dengan nilai Rp 20 triliun itu masih belum bisa dipastikan apakah benar berkaitan dengann tindak pidana kejahatan lingkungan. Oleh karenanya, saat ini PPATK masih dalam tahap menelusuri lebih lanjut serta memverifikasi puluhan laporan itu
"Angka Rp 20 triliun ini tidak seluruhnya terkait tindak pidana. Tapi bagaimana kita melihat memastikan suatu transaksi dia terindikasi tindak pidana, mau enggak mau harus kita ungkap transaksinya," ungkap dia.
Ia pun mengukapkan hasil temuan PPATK perihal beberapa tipologi modus TPPU yang berasal dari kejahatan lingkungan. Salah satunya adalah kejahatan di bidang lingkungan yang melibatkan negara lain.
Selain itu, juga seringkali terdapat kejanggalan aktivitas ekspor dan impornya. Sebagai contoh adalah negara tujuan dan asal pengekspor berbeda dengan yang aslinya. Tak hanya itu, sering kali muatan ekspor-impor juga sering diakali jumlahnya.
"Terkait eksportasi emas misalnya, itu kan yang disampaikan itu ekspornya di negara tujuan dan asal itu berbeda. Itulah berbagai macam modus pelaku tidak menggambarkan aktivitas yang bener," ujarnya.
Ada juga modus kejahatan dengan melakukan pemalsuan dokumen dan perizinan. Banyak perusahaan yang memalsukan dokumen, agar terlihat bukan perusahaan bodong, perusahaan itu menggunakan izin dari perusahaaan lain yang sudah mengantongi izin.
"Jadi, supaya dia terlihat benar dia harus menggunakan dokumen dari perusahaan yang punya izin usaha, tapi sebenarnya barangnya bukan dari situ," tuturnya.
Mirisnya, kejahatan lingkungan pun sudah menyasar lingkup terkecil dengan menggunakan modus penambangan petani kecil. Menurut Beren, pemerintah kerap membiarkan penambangan ilegal yang dilakukan oleh warga perorangan. Sayangnya, banyak oknum yang justru memanfaatkan hal tersebut.
"Kadang pemerintah itu ketika dia warga lokal (menambang ilegal) karena kepentingan ekonomi dibiarkan untuk hidup. Dengan praktik-praktik seperti itu ternyata dari analisa kita, ternyata ada yang nimbrung di baliknya dan yang di baliknya itu bukan petani sesungguhnya. Ada orang di balik petani itu yang menggerakan," ungkapnya.