Kontrakan Rafael Alun yang Disita Masih Beroperasi, Ini Klarifikasi KPK
KPK telah menyita sebanyak 20 bidang tanah dan bangunan milik Rafael Alun Trisambodo.
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) membenarkan masih ada penghuni di kontrakan milik Rafael Alun Trisambodo yang berlokasi di Jakarta Barat. Padahal, kontrakan tersebut telah disita lantaran diduga terkait dengan kasus pencucian uang yang menjerat eks pejabat Ditjen Pajak Kemenkeu itu.
Informasi ini awalnya beredar di media sosial Twitter. Dalam sebuah unggahan, disebutkan bahwa kontrakan Rafael hingga kini masih beroperasi.
Menanggapi hal itu, Plt Deputi Penindakan dan Eksekusi KPK, Asep Guntur mengatakan, saat melakukan penyitaan, di kontrakan tersebut memang masih ada penghuninya. KPK pun memberi waktu bagi para penyewa untuk mencari hunian baru sembari menghabiskan masa kontraknya di kontrakan milik Rafael
"Jadi biarkan dulu dia menghabiskan (masa kontrak) itu, tapi tidak bisa diperpanjang. Jadi memang ada (penghuni). Karena kita juga kan dia itu mengontrak sebelum tahu itu hasil dari korupsi," kata Asep di Jakarta, Kamis (29/6/2023).
"Jadi kita harus menghargai kontrak yang mereka lakukan. Jadi perlu diberi kesempatan mereka mencari kontrakan yang baru," tambah dia menjelaskan.
Asep mengatakan, pihaknya juga belum memasang plang sebagai tanda bahwa kontrakan itu telah disita KPK. Dia menyebut, plang itu baru akan dipasang pada tahap akhir setelah semua aset Rafael telah terlacak dan disita.
Menurut Asep, tim penyidik harus bergerak cepat untuk menemukan berbagai aset milik ayah Mario Dandy itu yang diduga merupakan hasil korupsi. "Jadi kita tidak nyita hari itu terus diplang. Jadi semuanya dulu kita amankan karena ini kan harus bergerak dengan cepat. Karena mereka terkait dengan TPPU itu menyembunyikan itu dengan berbagai macam cara. Jadi kita harus cepat nyita-nyita dulu baru kita plang. Nah, ini belum kita laksanakan," tegas Asep.
Sebelumnya, KPK telah menyita sebanyak 20 bidang tanah dan bangunan milik Rafael Alun Trisambodo. Seluruh aset yang diduga terkait dengan kasus gratifikasi dan dugaan tindak pidana pencucian uang (TPPU) itu bernilai total Rp 150 miliar.
Penyitaan ini merupakan hasil penelusuran tim penyidik KPK dalam rangka penanganan perkara yang menjerat Rafael. Tanah dan bangunan yang disita itu berada di kota berbeda, yakni sebanyak enam bidang tanah dan bangunan berada di Jakarta, tiga aset di Yogyakarta, dan 11 lainnya di Manado, Sulawesi Utara.
Penyitaan aset untuk efek jera...
Kepala Bagian Pemberitaan KPK, Ali Fikri menjelaskan, penyitaan aset Rafael merupakan langkah KPK dalam melakukan optimalisasi pemulihan aset pelaku tindak pidana korupsi. Hal ini, kata Ali, sejalan dengan target lembaga antirasuah tersebut untuk melakukan asset recovery atau pemulihan aset keuangan negara.
"Sekaligus memberikan efek jera kepada para pelaku korupsi di Indonesia," kata Ali kepada wartawan, Kamis (22/6/2023).
Adapun KPK telah menahan Rafael Alun atas kasus dugaan gratifikasi. Dia diduga menerima gratifikasi sejak diangkat dalam jabatan selaku kepala bidang pemeriksaan, penyidikan dan penagihan pajak pada Kantor Wilayah Dirjen Pajak Jawa Timur I tahun 2011 silam.
Gratifikasi itu dia terima melalui salah satu perusahaan miliknya, yakni PT Artha Mega Ekadhana (AME). Perusahaan ini bergerak dalam bidang jasa konsultansi terkait pembukuan dan perpajakan.
Rafael sering kali merekomendasikan PT AME kepada para wajib pajak yang memiliki permasalahan pajak. Khususnya terkait kewajiban pelaporan pembukuan perpajakan pada negara melalui Ditjen Pajak. Dia diduga menerima gratifikasi 90 ribu dolar AS melalui perusahaan miliknya itu.
Kemudian, KPK melakukan pengembangan terhadap kasus tersebut dan menetapkan Rafael Alun sebagai tersangka dugaan tindak pidana pencucian uang (TPPU). Dia diduga menyamarkan sejumlah aset miliknya yang berasal dari hasil korupsi. Berdasarkan hasil penyidikan awal, nilai pencucian uang itu ditaksir mencapai Rp 100 miliar.